Sunshinecjh

Vampire dan werewolf. Dalam sejarah manapun, keduanya selalu dikatakan tidak memiliki hubungan yang baik. Vampire si penghisap darah, serta werewolf si pemburu ulung.

Kisah ini pun dimulai dengan perseteruan antara bangsa Vampire dan Werewolf. Terlihat sekumpulan vampire berkerumun di tengah hutan, mengelilingi seekor werewolf yang terluka.

“Kau tidak diizinkan masuk kawasan kami, Tuan Jung. Kau sudah tau hal tersebut” kata salah satu vampire. Tuan Jung, atau werewolf yang terluka itu hanya terkekeh kecil mendengar penuturan vampire tersebut. “Tuan Park, anak saya tidak sengaja memasuki kawasan anda karena mengejar bola. Apakah hal tersebut dilarang? Saya hanya ingin menjemput anak saya” kata Tuan Jung.

“Tetap tidak boleh tuan Jung. Kesepakatan adalah kesepakatan. Dan sesuai kesepakatan, kau akan dihukum mati” kata vampire tersebut atau Tuan Park. “Baiklah, jika memang seperti itu. Bisa apa saya?” Kata Tuan Jung sambil terkekeh.

“Ikat dia” kata Tuan Park. Beberapa vampire itu segera bergerak dan mengikat Tuan Jung pada sebuah tiang yang memang dijadikan tempat penghakiman untuk para vampire dan werewolf yang melanggar kesepakatan area. “Tapi, sebelumnya, apakah saya boleh mengatakan sesuatu kepada anda, para kaum vampire?” Kata Tuan Jung.

“Tentu” kata Tuan Park tanpa pikir panjang. “Tepat setelah kematianku, ucapanku akan menjadi sebuah kutukan bagi kalian. Keturunan dari 4 keluarga bangsawan vampire akan ditakdirkan memiliki pasangan dari bangsa kami, ras werewolf” kata Tuan Jung.

“HUKUM DIA!! CEPAT!!” seru Tuan Park bahkan ketika Tuan Jung baru saja menyelesaikan ucapannya. Para vampire tersebut segera melempar api pada tiang dan Tuan Jung seketika tewas di terikat pada tiang. “Tuan Park, apa yang akan kita lakukan?” Tanya salah satu vampire disana. “Tidak mungkin. Kutukan itu tidak mungkin terjadi” kata Tuan Park.


Seonghwa memijat keningnya pelan. Lagi-lagi ramalan itu membuatnya sakit kepala. Hey, siapa bilang vampire tidak pernah sakit? Buktinya saat ini ia sedang merasa sakit kepala karena ramalan yang sering datang tiba-tiba.

“Hai Ka Seonghwa!! Butuh bantuan?” Seorang pemuda yang berkulit pucat, sama seperti Seonghwa memasuki ruangan Seonghwa. “Oh, San? Tidak apa-apa. Kepalaku hanya sedikit sakit” kata Seonghwa. “Kakak belum minum darah seminggu ini. Akan aku buka kantung darah dari rumah sakit” kata San.

“Tidak usah San. Aku belum lapar saat ini. Yeosang dan Mingi ada dimana?” Tanya Seonghwa. “Mingi ada di ruang tamu. Kalau Yeosang, dia pergi berburu dari tadi pagi” kata San. “Baiklah, silahkan lanjutkan aktivitasmu San. Aku baik-baik saja” kata Seonghwa. San pun mengangguk dan meninggalkan ruangan Seonghwa dengan cepat.

Seonghwa, merupakan keturunan dari Tuan Park, Vampire yang menghukum mati werewolf bernama Tuan Jung tersebut. Sejak ia kecil, kenangan ratusan tahun itu selalu ia impikan. Para bangsawan lain berkata bahwa itu adalah ramalan sekaligus kutukan bagi bangsa mereka. Dan Seonghwa harus menghindari kutukan tersebut.

Salah satu caranya adalah Seonghwa harus membunuh pasangannya tersebut.

Malam harinya, Seonghwa memutuskan untuk mengadakan rapat dengan Mingi, San dan Yeosang. “Bagaimana? Apakah kalian menemukan orang dalam ramalan kita?” Tanya Seonghwa. “Ka, kita hidup di dunia modern. Sangat sulit mencari yang mana werewolf dan yang mana manusia biasa” kata San. “Aku setuju. Pekerjaanku di stasiun TV juga tidak membuahkan hasil” kata Mingi.

“Yeosang? Bagaimana denganmu?” Tanya Seonghwa. Yeosang yang sedang melamun pun langsung tersentak. “Heum... Sama. Aku juga tidak pernah bertemu dengan werewolf” kata Yeosang. Seonghwa memperhatikan Yeosang, namun ia mengacuhkannya kembali. Lagian, Seonghwa tidak bisa membaca pikiran Yeosang, sedangkan ia bisa membaca pikiran San dan Mingi.

“Ka, menurutmu ini cara yang terbaik?” Tanya San. “Petinggi mengatakan hal yang sama. Satu-satunya cara adalah kita membunuh pasangan kita” kata Seonghwa. “Bukankah itu cara yang kejam, ka?” Tanya Yeosang. “Maksudmu?” Tanya Seonghwa.

“Maksud Yeosang, kita sudah hidup di zaman modern ka. Kita harus berhati-hati dalam bertindak atau kita akan ditangkap oleh kepolisian. Ditambah lagi, akan jadi sesuatu yang menghebohkan jika ada 4 orang yang ditemukan tewas secara tiba-tiba” kata Mingi.

Seonghwa terdiam. Betul juga dengan apa yang dikatakan oleh Mingi. Mereka sudah hidup di zaman modern. Dan kematian 4 orang secara mendadak, akan menghebohkan jagat raya.

“Aku akan pikirkan itu lagi. Aku mau berburu dulu” kata Seonghwa yang segera pergi ke balkon dan melompat ke dalam hutan. “Kalian pikir, kita akan baik-baik saja?” Tanya San. “Aku pikir iya. Selama orang itu baik, untuk apa kita harus membunuhnya?” Tanya Yeosang sebelum beranjak dari kursinya dan masuk ke dalam kamarnya.

Kau memikirkan apa yang ku pikirkan?” tanya Mingi pada San lewat pikiran mereka. San mengangguk kecil. Ia akan melaporkannya pada Seonghwa saat tertua mereka itu kembali dari perburuannya.


Seonghwa mengangkat kepalanya setelah ia meminum darah seekor rusa. Tangannya mengelap darah di mulutnya dan memperhatikan hutan yang gelap. Walaupun hidup di zaman modern, negaranya saat ini tetap memelihara hutan lebat di pinggiran kota. Hal ini dimaksudkan agar ekosistem dan rantai makanan hewan tetap terjadi, serta tidak menganggu aktivitas manusia di kota.

Maka dari itu, vampire seperti Seonghwa, dapat berburu di malam hari seperti ini dengan bebas. Telinganya menajamkan pendengarannya ketika ada orang yang berjalan ke arahnya. Namun, entah bagaimana, Seonghwa tidak bisa bergerak. Seperti ada tenaga tak kasat mata yang menahannya disini.

“Wow..”

Seonghwa menolehkan kepalanya, dan mendapati seorang pemuda dengan rambut hitam mendekatinya. Pemuda itu memiliki tubuh yang lebih pendek dibandingkan dengannya dan pemuda itu menggunakan baju lengan pendek yang digulung, sehingga terlihat seperti menggunakan sleeveless.

“Vampire?? Ku kira selama ini vampire itu tidak ada” katanya. “Jika saja saat ini aku tidak terperangkap, akan ku minum darahmu” kata Seonghwa. “Aku tidak takut. Lagian, aku tidak berniat mengganggu waktu makanmu. Aku hanya butuh daging rusa itu. Adikku ingin makan daging hari ini” kata pemuda itu.

Pemuda itu mendekatkan diri ke arah Seonghwa dan dengan mudahnya menggendong Seonghwa serta memindahkannya. Seonghwa pun terkejut, kekuatan yang menahannya tadi hilang begitu saja.

“Aku tidak takut dengan vampire. Kebetulan adikku memiliki kekasih seorang vampire. Dan aku juga sebenarnya tidak sepenuhnya manusia biasa, tapi aku tidak tau keturunan apa aku ini” kata pemuda itu.

“Aku tidak peduli dan tidak mau mendengarnya” kata Seonghwa. “Vampire yang sombong” kata pemuda itu. Seonghwa memperhatikan pemuda tersebut memotong rusa yang sudah mati itu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan membungkusnya dalam bungkusan kulit. “Sudah. Aku akan pergi. Terima kasih atas dagingnya. Dan aku minta maaf jika aku menganggu waktu makan malammu” kata Pemuda itu sambil berjalan pergi.

Seonghwa terdiam memandang pemuda tersebut. “Apa yang aku lakukan? Kenapa aku malah memandanginya?” Tanya Seonghwa. Seonghwa pun hendak kembali ke rumahnya, sebelum ia menginjak sesuatu. Seonghwa mengambil barang yang tidak sengaja ia injak.

Ternyata itu adalah kalung. Sebuah kalung bertuliskan Wooyoung. “Oh? Jadi pemuda itu namanya Wooyoung? Sangat menarik” kata Seonghwa. Seonghwa mengenggam kalung tersebut dan kembali ke rumahnya.

“Panggil San ke ruanganku” kata Seonghwa pada Mingi ketika ia sampai di rumahnya. “Oh? Baik ka, sebentar” kata Mingi sambil beranjak ke ruangan San. “Aku dengar kakak pulang” kata San yang langsung keluar kamar bahkan ketika Mingi belum mengetuk pintunya. “Astaga kaya hantu aja” kata Mingi.

“Aku vampire, bukan hantu” kata San sambil mengerucutkan bibirnya. San pun mengikuti langkah Seonghwa untuk masuk ke ruangan khusus milik Seonghwa. Seonghwa mendesain kamarnya kedap suara, bahkan sampai vampire tidak bisa mendengar ucapannya dari dalam kamar.

“Aku punya tugas untukmu” kata Seonghwa. “Oh ya?? Akhirnya aku tidak perlu berkutat dengan pekerjaan menjadi asisten itu” kata San. “Tidak. Kau tetap bekerja disana. Aku butuh kau untuk menyelidiki pria bernama Wooyoung” kata Seonghwa.

“Ka Seonghwa, di negara ini pasti banyak yang bernama Wooyoung” kata San. “Rumahnya ada di hutan. Ku rasa, tidak banyak orang bernama Wooyoung yang tinggal di hutan” kata Seonghwa. “Betul juga. Oke ka, akan aku selidiki orang ini” kata San sambil berlalu dari hadapan Seonghwa.

Seonghwa mengangkat kalung tersebut dan menggerakannya. “Siapapun kamu, akan kutemukan dirimu dan kamu akan menjelaskan kenapa aku tidak bisa bergerak ketika bertemu denganmu” kata Seonghwa sambil menyeringai.


“Jongho, aku pulang” seru Wooyoung. “KA WOOYOUNG!!” seru seseorang sambil mendorong kursi rodanya atau yang dipanggil Jongho oleh Wooyoung. “Hello baby. Aku sudah bawakan daging rusa untukmu” kata Wooyoung sambil mengelus rambut Jongho.

Jongho, adalah anak kecil yang ditemukan ayah Wooyoung saat itu. Entah bagaimana saat ditemukan, tubuh Jongho penuh luka dan kakinya sudah lumpuh. Jongho sendiri tidak pernah ingat dengan apa yang terjadi.

Wooyoung sangat menyayanginya. Jongho adalah satu-satunya alasan ia mau bertahan untuk hidup dan bekerja. “Aku akan memasak makanan yang enak untukmu, ka” kata Jongho sambil mengambil daging buruan Wooyoung dan masuk ke arah dapur.

Wooyoung tersenyum, kemudian senyumannya luntur menjadi wajah yang waspada ketika merasakan adanya pergerakan di luar rumah. “Ini aku” kata seseorang itu. Wooyoung menghela nafas, kemudian membukakan pintu untuk 'tamu tidak diundang' tersebut.

“Untung kau kekasih adikku, Yeosang” kata Wooyoung. Benar, Yeosang sudah menjalin hubungan dengan Jongho. Berbeda dengan ketiga sahabatnya, Yeosang menerima ramalan tersebut dengan terbuka. Ia jatuh hati pada Jongho, yang ternyata merupakan keturunan ras werewolf.

Sama seperti adiknya, Wooyoung juga sebenarnya adalah keturunan ras werewolf. Hanya saja, keduanya sudah tidak memiliki kekuatan seperti werewolf lagi. “Aku bertemu vampire hari ini” kata Wooyoung pada Yeosang. Yeosang segera menghentikan langkahnya ke arah dapur ketika Wooyoung berbicara padanya.

“Seperti apa rupanya?” Tanya Yeosang dengan cepat. “Lebih tinggi dariku, tapi tidak setinggi Yunho. Rambutnya berwarna karamel, aku rasa” kata Wooyoung. “Sial” kata Yeosang. “Kau mengenalnya?” Tanya Wooyoung.

“Itu adalah Seonghwa!! Dia adalah pangeran vampire. Ayahnya membunuh leluhurmu ratusan tahun lalu. Dan dia yang dikutuk oleh leluhurmu” kata Yeosang. Wooyoung seketika tersedak teh yang sedang diminumnya.

Wooyoung mengarahkan tangannya pada dadanya. Ketika cemas, ia selalu menyentuh kalung yang dibuatkan oleh ayahnya. Namun, Wooyoung merasakan, tidak ada kalung pada lehernya. “Sial, kalungku hilang” kata Wooyoung. Yeosang pun menggigit bibirnya cemas.

“Wooyoung, kita harus menyembunyikan Jongho” kata Yeosang padanya.


San mengutuk dirinya yang harus bersikap seolah dirinya manusia normal. Iya, di antara sahabat merangkap sebagai saudaranya itu, hanya San yang 'bekerja.' Pekerjaannya adalah menjadi asisten manager purchasing di sebuah perusahaan makanan. “Selamat pagi Tuan San” sapa para bawahannya dan rekan kerjanya.

“Selamat pagiii!!” Seru San. San memaksakan dirinya untuk tersenyum, walaupun dalam hatinya ia mengoceh karena ia tahu bagaimana cara berpikir rekan kerjanya serta bawahannya. Keistimewaan menjadi vampire menjadikannya memahami karakter manusia normal dan ia pun bersikap layaknya manusia normal.

“Selamat pagi semuanya. Semangat pagi!!”

Itu adalah atasannya, seorang manager purchasing dengan tinggi seperti Mingi. Rambutnya cukup nyentrik, karena managernya menggunakan warna pirang. Dan sebenarnya usia termasuk sangat muda untuk mendapatkan posisi manager.

“Selamat pagi Tuan Yunho” kata San. “Selamat pagi San. Ayo kita bekerja sebelum ada kericuhan” kata Yunho. “Kericuhan apa?” Tanya bawahannya San. Belum dijawab pertanyaannya, tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibanting. Ternyata, pintu ruangan mereka yang dibuka dengan cara ditendang oleh seseorang.

“JUNG YUNHO BRENGSEK!!” San menengok ke arah pintu yang terbuka dan ternyata itu adalah Manager Accounting mereka, yaitu Hongjoong. Usut punya usut, katanya sih, Hongjoong ini adalah kakak sepupunya Yunho, tapi San meragukan sih, soalnya Hongjoong sering banget marahin Yunho.

“Kalem kak kalem. Masih pagi, ada apa kak?” Tanya Yunho dengan tenang. “Tenang, tenang. Heh, aku udah bilang ya, kalau mau beli barang tuh ya ngotak dong harganya. Jujur juga, jangan nambah-nambahin. Kamu mau korupsi hah?” Kata Hongjoong sambil mengangkat kertas-kertas invoice.

“Aku belum ngirim apa-apa ke kakak loh. Jumat lalu kan aku nengokin Wooyoung” kata Yunho. San pun tersentak ketika Yunho menyebut nama itu. Memang di antara rekan kerja yang lain, ia tidak bisa membaca pikiran Yunho dan Hongjoong. Dan nama yang meluncur dari mulut Yunho, membuat San yakin bahwa Wooyoung yang disebut Yunho, adalah Wooyoung yang bertemu dengan Seonghwa.

Akhirnya setelah berdebat, Yunho meminta Hongjoong untuk mengembalikan semua invoice dan akan memeriksanya kembali. “Kita kemungkinan akan lembur ya untuk periksa ini. Dan aku akan keep my eye to all of you karena kejadian ini” kata Yunho.

Sepulang bekerja, San segera pulang ke rumahnya dengan sesegera mungkin. “KA SEONGHWA!! AKU BAWA KABAR!!” Seru San. “ASTAGA CHOI SAN!!” Seru Yeosang yang terjatuh dari atas pohon ke balkon rumah mereka. “MAAP HEHE” kata San. “Ada apa San?” Tanya Seonghwa. “Urgent urgent” kata San sambil mendorong Seonghwa masuk kembali ke kamarnya.

“Aduh aduh kenapa sih?” Tanya Seonghwa. San menutup pintu kamar Seonghwa dan segera berlari mendekatinya. “Ka, kakak inget kan kalau aku kerja jadi asisten manager?” Tanya San. “Iya?” Tanya Seonghwa dengan bingung. “Managerku tadi nyebut-nyebut nama Wooyoung” kata San.

And you expect 'his' Wooyoung is the same person that I'm looking for? Kamu yang bilang katanya nama Wooyoung tuh banyak” kata Seonghwa. “Ka, tapi aku tuh yakin kalau Wooyoung yang managerku bilang itu adalah Wooyoung yang kita cari” kata San. “Darimana kamu yakin?” Tanya Seonghwa. “Engga tau. Tapi kakak harus mempertimbangkannya. Aku punya kemampuan intuisi yang kuat ka” kata San.

“Oke kalau gitu. Kamu awasi managermu” kata Seonghwa. “Satu lagi. Mingi harus mengawasi manager accounting di kantorku. Namanya Hongjoong. Katanya dia adalah sepupunya managerku” kata San. “Oke, aku akan menugaskan Mingi” kata Seonghwa.


Mingi menemukan tempat tinggal Hongjoong dengan mudah karena bantuan San. Dengan kemampuannya yang dapat menyamarkan presensinya, Mingi dengan mudah mendekati rumah Hongjoong. Apalagi mengingat kemungkinan target pengintaiannya adalah seorang keturunan werewolf.

“Halo Wooyoung?? Kenapa malam-malam telepon?” Mingi dapat mendengar bahwa Hongjoong menghubungi Wooyoung. Kesempatan yang bagus bahwa Mingi dapat mendengar percakapan mereka. “Kamu besok ada urusan di kota dan ga bisa nemenin Jongho? Bukannya Jongho punya pacar ya? Si Yeosang Yeosang itu ga bisa nemenin Jongho?” Tanya Hongjoong.

Yeosang?” Tanya Mingi tanpa suara. “Oh Yeosang juga besok ada urusan makanya ga bisa nemenin Yeosang? Wah maaf juga aku kayanya ga bisa. Besok akhir bulan, aku sama Yunho pasti closing” kata Hongjoong. Mingi pun segera kembali ke rumahnya untuk bertemu dengan Seonghwa. “Ka, kakak kasih tugas apa ke Yeosang?” Tanya Mingi tanpa basa-basi pada Seonghwa.

“Hm? Oh itu, aku suruh dia ketemu sama para atasan. Mereka mau diskusi soal entah lah aku juga gatau diskusi apa” kata Seonghwa. “Ka, Yeosang pasti mau diskusi soal kutukan itu” kata Mingi. “Tau darimana kamu?” Tanya Seonghwa dengan cepat. “Apa ini apa? Kita ngomongin Yeosang?” Tanya San dari balkon. “Kamu abis berburu?” Tanya Mingi. “Iya, dan tolong fokus sama omonganmu, Gi” kata San.

“Oh oke. Jadi aku kan mengawasi Hongjoong, nah pas aku sampai di rumahnya, dia lagi telepon sama yang namanya Wooyoung. Kalian suruh aku nyelidikin apakah Hongjoong ini ada hubungan sama Wooyoung kan?” Kata Mingi. “Hubungan saudara gitu maksudnya Gi. Atau teman dekat” kata Seonghwa.

“Nah oke aku anggap kayanya Hongjoong ini punya hubungan saudara atau teman dekat dengan Wooyoung. Aku gatau itu Wooyoung yang sama dengan yang kalian maksud atau engga. Tapi, aku dapat informasi penting. Hongjoong tadi bilang seperti ini, Si Yeosang, Yeosang itu ga bisa nemenin ya? It's that suspicious?? Kok Hongjoong bisa kenal dengan Yeosang? Apalagi ini notabenenya Yeosang yang nemenin” kata Mingi.

“Nemenin siapa?” Tanya Seonghwa. “Oh, aku lupa cerita. Jadi kayanya Wooyoung telepon Hongjoong untuk minta bantuan. Temenin satu orang yang namanya Jongho. Nah kemungkinan besar, Jongho ini adalah pacarnya Yeosang. Soalnya, Hongjoong nyebut kalau Jongho ini pacarnya Yeosang” jelas Mingi. “That's why Yeosang leave today. Dia mau ketemu dengan atasan membicarakan kutukan itu, karena dia berpacaran dengan werewolf” kata San.

“Kalau gitu, kita harus bergerak dengan cepat. San, kamu tahan Yeosang, jangan sampai dia pulang. Dan Mingi, bawa Jongho untukku” kata Seonghwa.


Yeosang memasang wajah datarnya ketika ia keluar dari ruang rapat. Entah darimana orangtuanya beserta para atasan mengetahui dirinya berpacaran dengan Jongho yang merupakan ras werewolf. Padahal Yeosang sudah berkali-kali menekankan bahwa Jongho memang ras werewolf, tapi kekuatannya sudah menghilang.

Hello my bro!!” Yeosang menengok dan mendapati San di hadapannya. “Kamu kok cepet banget sampe disini?” Tanya Yeosang. “Yeosang, itulah kenapa kita adalah vampire” kata San. “Kamu ngapain disini?” Tanya Yeosang. “Hah.. Ka Seonghwa ada kerjaan disini, tapi dia males kerjain. Jadi nyuruh aku kesini” kata San.

“Terus, kenapa kamu malah ketemu aku disini?” Tanya Yeosang. “Hehehehe... Bantuin aku dong” kata San. “Gak ada gak ada. Aku harus balik ke Korea” kata Yeosang. “Ih jahat banget deh. Yeosang, ayo dong... Kita udah temenan selama lebih dari 400 tahun, masa kamu tega sama Choi San yang menggemaskan ini??” Kata San sambil mengerucutkan bibirnya.

Yeosang menabok wajah San dengan laporan kasus di tangannya. “AW SAKIT!!” Seru San. “Oke, tapi bantuin aku juga. Aku harus nangkep vampire newborn” kata Yeosang. “Nice” kata San dalam hati.

Di sisi yang lain, Jongho bersenandung sambil merajut di atas kursi rodanya. Ia berniat membuat syal rajut untuk Wooyoung, sang kakak yang sangat menyayanginya itu. Berhubung Wooyoung sedang pergi, Jongho bisa membuat syal dengan bebas.

“Ka Wooyoung warna hitam, Ka Yeosang warna merah, Ka Yunho warna biru, Ka Hongjoong warna putih!! Bentar lagi mau masuk musim dingin, semoga dengan syal buatanku, mereka ga kedinginan” kata Jongho dengan gembira.

Tok tok!!

“Iya? Siapa ya?” Tanya Jongho sambil membuka pintunya. Di hadapannya, ada seseorang dengan rambut abu dan tinggi, mungkin setinggi Yunho dalam otak Jongho. “Halo anda siapa ya? Cari siapa?” Tanya Jongho. “Cari Wooyoung” kata pria itu. “Oh Ka Wooyoung lagi pergi, kemungkinan baliknya besok. Ada mau titip pesan sama Ka Wooyoung?” Tanya Jongho.

“Oh ada” kata pria itu. “Boleh disebutkan pesannya? Nanti saya kasih tau ke Ka Wooyoung sesampainya dia disini besok” kata Jongho. “Tolong bilang, bahwa saya menculik adiknya” kata pria itu. Jongho yang mendengar perkataan pria tersebut tidak sempat terkejut atau berteriak, karena pria itu membuatnya pingsan seketika.

“Terlalu lemah untuk ukuran ras werewolf. Tapi lebih baik aku bawa dulu. Biar ka Seonghwa ga cerewet” kata pria itu dan segera membawa Jongho dalam gendongannya. “Mingi? Sudah membawa Jongho?” Tanya Seonghwa. “Udah. Tapi, kakak yakin dia keturunan werewolf?” Kata pria itu yang ternyata adalah Mingi. “Mingi, I have a privilege, right?” kata Seonghwa sambil menyeringai.

Benar, Mingi lupa bahwa Seonghwa memiliki kekuatan lebih sebagai pangeran vampire.


Jongho terbangun dengan kepala yang sakit. Ia berusaha mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. “Sudah bangun?” Tanya seseorang. Jongho segera mendudukan dirinya di kasur yang tadi ditidurinya. Ada seseorang dengan rambut karamel dan wajah yang pucat di hadapannya.

“Siapa anda?” Tanya Jongho dengan ketakutan. “Aku? Vampire” kata orang itu. Jongho pun melunak sedikit, dan terbukti dari wajahnya yang mulai memasang raut yang ramah. “Kakak vampire?? Kaya Ka Yeosang ya? Kakak ini kakaknya ka Yeosang ya?” Tanya Jongho. “Bisa dibilang seperti itu” kata orang tersebut. “Nama kakak siapa?” Tanya Jongho. “Seonghwa” kata orang tersebut atau Seonghwa.

“Ka Seonghwa pasti orang baik. Soalnya Ka Yeosang sering cerita kalau dulu dia diselamatkan oleh kakak. Ka Yeosang selalu bangga dengan kakak” kata Jongho. Seonghwa terkesiap mendengar perkataan Jongho. Tangannya yang tadi hendak ia gunakan untuk mengeluarkan kekuatannya, segera ia sembunyikan di balik punggungnya.

“Kamu ini, kenapa muji orang yang pertama kali kamu temui?” Tanya Seonghwa. “Ka Wooyoung yang ngajarin aku. Kata Ka Wooyoung, kita harus baik sama semua orang. Apalagi dari cerita Ka Yeosang, dia selalu kagum sama Ka Seonghwa” kata Jongho dengan senyuman.

Seonghwa menyesal telah menculik anak manis ini. “Akuㅡ Aku akan tinggalkan kamu sendiri dulu ya. Panggil Mingi saja kalau butuh sesuatu” kata Seonghwa sambil meninggalkan Jongho sendirian. “Ka Seonghwa” panggil Jongho. “Ada apa?” Tanya Seonghwa. “Aku percaya kakak adalah orang baik” kata Jongho.

Selepas Seonghwa keluar dari kamar Jongho, ia mendapati Mingi dan seseorang yang sudah ia tunggu-tunggu. “Woah akhirnya bintang utama kita datang” kata Seonghwa sambil bertepuk tangan. “Kembalikan adikku” kata Wooyoung. “Baiklah. Lagipula, aku sudah tidak membutuhkan adikmu. Karena yang ku butuhkan adalah dirimu” kata Seonghwa.

Great, kembalikan adikku ke rumah. Kakak sepupuku menunggu di rumah” kata Wooyoung. “Oke, Mingi, antarkan Jongho pulang ke rumahnya dan biarkan aku bermain bersama manusia ini” kata Seonghwa. “Siap Ka Seonghwa” kata Mingi. Mingi ingin menjauh dari kekacauan tentu saja. Berada dalam radius yang dekat dengan kekuatan Seonghwa, bukanlah hal yang bagus untuknya.

Maka dari itu, setelah Wooyoung memastikan bahwa Jongho dalam keadaan yang baik, Mingi membawanya kembali ke rumahnya. “Ka Hongjoong!!” Seru Jongho. “Oh baby.. I'm sorry.. Are you okay??” tanya orang yang dipanggil Hongjoong oleh Jongho. Hongjoong menangkup pipi adik kecilnya itu dan memeluk badannya erat.

“Gapapa ka. Ka Seonghwa orangnya baik kok, sama kaya Ka Yeosang” kata Jongho. “Baby, I've told you, don't trust anyone, especially vampire” kata Hongjoong. “Ga boleh gitu Ka Hongjoong. Kita ga boleh kasih stereotip buruk ke orang lain. Mungkin ada vampire yang jahat, tapi ga semua jahat kan? Buktinya aku baik-baik aja” kata Jongho.

Mingi rasanya ingin mencela pemikiran Jongho yang terlalu polos. Apakah ia tahu bahwa tadinya Seonghwa ingin menyiksanya? Apakah Jongho tahu bahwa Wooyoung akan disiksa oleh Seonghwa?

“Oke oke.. Sekarang kamu masuk, dan biarkan kakak bicara sama dia, oke?” Kata Hongjoong. “Oke ka, tapi bantuin aku dulu dong hehe” kata Jongho. “Oh iya, maaf” kata Hongjoong. Mingi tercengang melihat Hongjoong dengan mudahnya menggendong Jongho. Padahal Jongho memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan Hongjoong. “Selamat tidur, sayang” kata Hongjoong.

“Wow, kok kamu bisa gendong Jongho?” Tanya Mingi. Belum juga pertanyaan tersebut dijawab, tiba-tiba Mingi merasakan badannya kaku dan lehernya dicekik oleh Hongjoong. “Apa yang kalian rencanakan?” Tanya Hongjoong. “A-Akh.. Le.. Pasin” kata Mingi. “I can kill you right now. Are you expect it?” kata Hongjoong. “To-Tolong..” kata Mingi.

Hongjoong pun melepaskan cekikannya, tapi tidak membuat Mingi bisa menggerakan tubuhnya dengan leluasa. “Who are you?” tanya Mingi. “My father is a werewolf, while my mother is a witch. Who you think I am?” kata Hongjoong. “Kutukan. Ka Seonghwa mau matahin kutukan itu” kata Mingi. “Kutukan apa?” Tanya Hongjoong. “Kutukan bahwa 4 orang keturunan werewolf dan 4 keturunan vampire akan saling jatuh cinta” kata Mingi.

“Ah, that curse” kata Hongjoong. “Kamu ga kaget?” Tanya Mingi. “Of course, no. I'm one of them” kata Hongjoong. “You, what?” tanya Mingi. Mingi baru menyadari bahwa dunia itu sempit sekali ternyata :')

“Aku, Jongho, Wooyoung dan Yunho adalah werewolf yang dimaksud” kata Hongjoong. “Dan aku, Ka Seonghwa, Yeosang dan San adalah vampire yang dimaksud” kata Mingi. “San? San asisten managernya Yunho?” Tanya Hongjoong. “Yup” kata Mingi. “Oke, dan sekarang San dimana?” Tanya Hongjoong.

In UK of course. Para atasan tinggal di UK. Yeosang dan San ada disana” kata Mingi. “Thanks, I'll sending Yunho to UK” kata Hongjoong sambil menghubungi Yunho. “What are you doing?” Tanya Mingi. “Saving my brother” kata Hongjoong.


“San, kamu yakin Ka Seonghwa nyimpen dokumen disini? Kita udah berhari-hari di perpus dan ga nemu dokumen yang Ka Seonghwa maksud” kata Yeosang sambil berjalan mengitari perpustakaan tua itu. “Ya mana ku tau?? Ka Seonghwa bilangnya gitu” kata San.

Tentu saja San berbohong. Ia melakukan itu untuk menahan Yeosang disini, sehingga Seonghwa bisa melancarkan aksinya. Padahal, San ga masalah sih kalau harus jatuh cinta dengan manusia. Apalagi kalau manusianya semacem managernya gitu ya.

Miss me?”

“HUAAA!!”

San terkejut ketika Yunho, yang adalah managernya tiba-tiba ada di hadapannya. “Ada apa San?” Tanya Yeosang yang menghampiri San. Yeosang pun ikut terkejut ketika melihat Yunho di hadapannya. “Yunho?” Tanya Yeosang memastikan. “Halo adik ipar” kata Yunho. “Tunggu, kamu werewolf?” Tanya San.

“Aku ragu dengan kemampuan intuisimu itu San. Harusnya kamu sudah curiga ketika kamu tidak bisa membaca pikiranku dan Hongjoong” kata Yunho. “Aku sedari awal sudah curiga denganmu” kata San. “Lalu, kenapa tidak menyerangku?” Tanya Yunho.

“Sudah sudah. Aku tahu, kamu adalah kakaknya Jongho. Tapi San adalah sahabatku. Aku tidak segan-segan melawanmu” kata Yeosang. “Oh really? Are you still want to protect him, if you know what they planned behind you?” Tanya Yunho. “Maksudnya?” Tanya Yeosang.

There's no document, Yeosang. Itu akal-akalan San untuk menahanmu disini. Karena Seonghwa ingin menjalankan rencananya” kata Yunho. “What the fuck are you?” tanya San. “What do you think about me?” tanya Yunho kembali pada San.

“Jongho!! San, kalian gila. Jongho memang ras werewolf, tapi dia tidak memiliki kekuatan lagi. On the other side, he can't walk again. What did you expect about him?” kata Yeosang dengan marah. “Why you scold me? I'm not wrong” kata San. “Calm, buddy. Jongho is saved with Hongjoong. But, Wooyoung in your house right now. Mingi tell Hongjoong that Seonghwa has a great power as a prince of vampire and only you can save him. Please, save my brother” kata Yunho. “Fine. Thanks, buddy” kata Yeosang yang segera menghilang dari hadapan mereka.

And you. Come with me. Mingi tell me that you are the weakest vampire” kata Yunho. “I'm not??” kata San. “But, I want to make sure that you are saved. So, come with me” kata Yunho sambil mengulurkan tangannya pada San. San pun memegang tangan Yunho dan mereka pun pergi.


“Hanya ada kita berdua disini. Jadi apa maumu?” Tanya Wooyoung. “Membunuhmu tentu saja. Kutukan itu membuat kepalaku pusing karena para tetua mendorongku untuk tidak memiliki hubungan dengan werewolf” kata Seonghwa. “But I'm not a werewolf” kata Wooyoung.

“ARGHH!!” Setelah Wooyoung berbicara seperti itu, tiba-tiba Seonghwa mengeluarkan kekuatannya kepada Wooyoung. Kekuatan Seonghwa adalah memunculkan kekuatan terpendam mahluk lainnya. Seonghwa menghentikan kekuatannya untuk melihat kondisi Wooyoung. Wooyoung pun jatuh berlutut sambil memegang dadanya sendiri.

Serangan Seonghwa memang tidak akan terlihat seperti luka fisik, namun korbannya akan merasakan sakit yang luar biasa. “Sudah ku bilang aku bukan werewolf, Seonghwa” kata Wooyoung. “Kamu masih mau mengelak??” Kata Seonghwa yang kembali melancarkan serangannya. “ARGH!!” Kali ini, teriakan Wooyoung terdengar lebih menyakitkan dibandingkan yang sebelumnya. Namun, apa peduli Seonghwa? Ia ingin membuktikan bahwa Wooyoung adalah werewolf.

Tiba-tiba, kekuatan Seonghwa terpental begitu saja dan mengakibatkan barang-barang di ruangan tempat Jongho sebelumnya disekap pun hancur. Seonghwa memandang ke arah Wooyoung yang sudah jatuh ke lantai tidak sadarkan diri dan terdapat cahaya yang membentengi tubuhnya. Seonghwa kenal dengan kekuatan ini, hanya ada satu orang yang memilikinya, yaitu Yeosang.

Satu-satunya orang yang tahan dengan kekuatannya.

“Wooyoung.. Wooyoung.. Ayo bangun” kata Yeosang sambil menggoyangkan tubuh Wooyoung. Namun, tidak ada respon dari tubuhnya. “Ka!! Kamu keterlaluan!! Sudah menculik Jongho, kemudian menyiksa Wooyoung. Mereka bukan werewolf!!” Seru Yeosang. “Mereka keturunannya” kata Seonghwa. “Tapi kekuatan werewolf tidak lagi mengalir dalam tubuh mereka. Hanya Yunho dan Hongjoong yang masih memiliki kekuatan werewolf” jelas Yeosang.

Entah bagaimana, Seonghwa merasa bersalah. Rasa menyesal yang amat dalam. Yeosang tahu perasaan Seonghwa karena ia adalah sahabat pertama Seonghwa. Yeosang mengangkat tubuh Wooyoung ke atas kasur. “Aku akan merawatnya. Kakak ke kamar aja dan tenangkan diri dulu. Aku akan memanggilmu ketika dia sadar” kata Yeosang.

“Tapi, Jongho..”

“Tidak apa-apa. Dia aman di rumahnya. Ka Hongjoong dan Yunho ada di rumahnya. Begitu pula Mingi dan San disana” kata Yeosang. Yeosang menyentuh bahu Seonghwa dan tersenyum dengan hangat. “It's okay, everyone can make a mistake. He will be fine” kata Yeosang. Seonghwa pun mengangguk dan kembali ke kamarnya.

Di dalam kamarnya, Seonghwa merebahkan dirinya di kasur. “Aku, kenapa?” Tanya Seonghwa. Seonghwa tidak tahu mengapa dirinya merasakan sakit ketika melihat Wooyoung yang tidak berdaya. Kenapa ia jatuh pada pesona werewolf itu ketika ia bahkan menolaknya?

“Aku akan pergi ke UK” kata Seonghwa yang segera berteleportasi menuju rumah tua yang merupakan tempat diskusi para atasan. Seonghwa segera masuk ke ruang diskusi ketika mengetahui secara kebetulan bahwa semua atasannya sedang berada di tempat yang sama.

My prince.. Welcome back, darling” kata salah satu atasannya. “Why you are here, baby?” kata atasan yang lain, yaitu 'ayah'nya Yeosang. “Aku kesini ingin berkata bahwa aku sudah menemukan werewolf itu dan aku tidak akan membunuhnya” kata Seonghwa dengan tegas. “Apa-apaan itu??!!” Seru seseorang yang merupakan 'ibu' dari sahabatnya, San.

“Berhubungan dengan werewolf adalah kutukan bagi kaum kita, Prince. Anda tidak boleh berhubungan dengan mereka” kata ayahnya Yeosang. “Kalau begitu, saya akan melepaskan title saya sebagai pangeran dan akan hidup sebagai vampire biasa” kata Seonghwa dengan tegas. “Prince!!” Seru Ayahnya Yeosang. “Saya tahu anda semua membicarakan saya dari belakang. Maka dari itu, saya lebih baik mengundurkan diri” kata Seonghwa.

“Begitu juga kami”

Seonghwa menolehkan kepalanya dan mendapati Yeosang, San serta Mingi yang ikut masuk ke dalam ruangan rapat. “Kami berempat akan menyerahkan gelar bangsawan kami, dan kami tetap akan memiliki hubungan dengan mereka” kata Yeosang. “Saya yakin itu hanya akal-akalan kamu kan Yeosang? Kamu yang menghasut mereka?!” Tanya Ibunya San.

“Tidak. Itu keinginanku. Jadi berhenti mengurusi hidup kami dan biarkan kami memilih jalan hidup kami” kata San. “Kami sudah selesai dengan kehidupan kami sebagai bangsawan vampire” kata Mingi. “Cepat putuskan, Yang Mulia” kata Seonghwa pada hakim yang berada di ruang diskusi. “Ba-Baik. Saya menyatakan Park Seonghwa, Kang Yeosang, Choi San dan Song Mingi tidak lagi menjadi bagian bangsawan vampire. Mereka tidak diperkenankan memiliki nama keluarga lagi. Khusus untuk Seonghwa, sebagai mantan pangeran vampire, ia akan tetap memiliki kekuatannya, namun tidak sebesar dahulu. Keputusan ini sudah mutlak adanya” kata hakim.

“Terima kasih” kata Seonghwa. “Jadi, kita pulang?” Tanya Mingi. “Iyalah” kata San sambil merangkul Mingi dan tertawa dengan puas. Yeosang merangkul Seonghwa dan menepuk bahu sahabatnya itu. “Great job. Ngomong-ngomong, Wooyoung sudah sadar” kata Yeosang.


“Wooyoung??” Panggil Seonghwa pelan. “Hey, kekuatanmu besar juga” kata Wooyoung sambil terkekeh. Wooyoung masih merebahkan dirinya di kasur, tempat tadi Yeosang merebahkan dirinya saat pingsan. “Maaf” kata Seonghwa. “Come here” kata Wooyoung. Seonghwa pun merebahkan dirinya di samping Wooyoung dengan ragu-ragu.

“Gapapa.. Wajar kok kalau kalian takut dan ragu untuk menerima kami. Apalagi kalian para bangsawan yang dituntut untuk mempertahankan status kalian dan hal-hal lain kan” kata Wooyoung. “Aku tidak tahu kenapa aku merasa bersalah padamu” kata Seonghwa. “Bangsa kami percaya dengan adanya ikatan mate. Dan mungkin hal itu yang menyebabkan kamu merasa bersalah setelah menyerangku” kata Wooyoung.

Seonghwa merapatkan tubuhnya dengan Wooyoung. Wooyoung yang masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa mengelus punggung Seonghwa dengan satu tangannya. “It's okay, I'm fine. Jangan merasa bersalah lagi ya? We're going to through it all, together” kata Wooyoung. “Iya, aku mau Wooyoung” kata Seonghwa sambil tersenyum.

Sementara itu, di luar ruangan, keenam orang lainnya hanya dapat berdiam diri. “Kalian kenapa diam?” Tanya Jongho. “Ga kenapa-kenapa, sayang. Kamu ga cape hm? Ga mau tidur?” Kata Yeosang. “Ga mau, mau sama kakak” kata Jongho sambil menyenderkan kepalanya di bahu Yeosang.

“Aku baru pertama kali liat Yeosang kaya gitu” kata San. “Kamu iri sama Jongho? Aku bisa manjain kamu kaya gitu” kata Yunho. “Please, stop. Aku udah bersikap formal sama kamu karena kamu atasanku. Stop bersikap tidak formal” kata San. “Kamu akan terbiasa kok” kata Yunho. “Diam. Bergerak 1 langkah atau aku akan menebasmu” kata San.

“Ck kalian berisik banget. Wooyoung butuh istirahat. Aku akan pulang” kata Hongjoong yang beranjak dari sofa tempatnya duduk. “Aku akan disini Ka. Aku akan menemani ka Yeosang” kata Jongho. “Okay, baby. Yeosang, jagain adikku ya” kata Hongjoong pada Jongho dan Yeosang. “Tenang ka, dia aman disini” kata Yeosang.

“Aku akan tidur di rumah Wooyoung. Ayo San” kata Yunho yang memegang tangan San. “Yunho..” kata San. “Tenang, kita ga sekamar. Kamu di kamar Jongho, aku di kamar Wooyoung” kata Yunho. “Deal” kata San dan mengikuti Yunho untuk pergi ke hutan.

“Aku pulang ya” kata Hongjoong. “Ga diajak ka?” Tanya Yeosang. Maksud pertanyaan Yeosang adalah Mingi yang duduk diam di sofa. “Gausah deh. Aku di rumah aja. Lagian, aku dan Hongjoong tidak ada hubungan apa-apa” kata Mingi. “Nginep aja Gi. Daripada disini sendirian” kata Yeosang. “Emang boleh?” Tanya Mingi pada Hongjoong.

“Menurutmu?” Tanya Hongjoong. “Kamu ga nyihir aku?” Tanya Mingi pada Hongjoong. “Kamu mau aku sihir?” Tanya Hongjoong. “Engga sih” kata Mingi. “Jadi, artinya aku boleh ikut?” Tanya Mingi lagi. “Terserah kamu deh aku cape debat” kata Hongjoong sambil keluar dari rumah itu. “Jadi sebenernya aku boleh ikut atau engga sih?” Tanya Mingi.

“MINGI!! CEPETAN!!” teriak Hongjoong dari depan rumah. “Nah itu jawabannya Gi” kata Yeosang sambil tertawa. “Iya iya” kata Mingi sambil keluar dari rumahnya. Well, bagaimana kehidupan mereka selanjutnya? Lebih baik kita serahkan kepada mereka, karena mereka memilih jalan terbaik untuk mereka masing-masing.

cw// physical disability Tw // mention of accident Bold: penggunaan bahasa isyarat

“Hongjoong!! Pamerannya sebentar lagi akan buka!! Persiapkan dirimu” kata seseorang pada Hongjoong. “Oke, terima kasih infonya” kata Hongjoong. Ketika orang tersebut keluar dari ruangannya, Hongjoong memperhatikan tangan kiri besi di hadapannya.

Ia membenci alat itu sebenarnya. Namun, ia bisa apa? Dunia bisa mencemoohnya jika ia tampil dengan satu tangan. Hongjoong meraih tangan besi itu dan memasangkannya di tangan kirinya. Itu adalah teknologi terbaru, dimana tangan 'palsu' itu terlihat seperti tangan pada umumnya

Hongjoong merapikan tatanan rambutnya dan berjalan keluar ruangan untuk meresmikan pameran seninya. Hongjoong adalah pelukis terkenal. Karya seninya sudah terkenal oleh penikmat seni di mancanegara dan ia sering melakukan pameran untuk karya-karya yang dibuatnya.

Hari ini, Hongjoong akan meresmikan pameran yang dilakukannya di negeri bunga Sakura, Jepang. Tepatnya berada di Tokyo. “Selamat siang. Saya Hongjoong. Sebelum pameran ini dibuka, izinkan saya berbicara sepatah dua kata” kata Hongjoong. Hongjoong kemudian memberikan waktu kepada penerjemah untuk menerjemahkan kalimatnya kepada para pengunjung pameran.

“Seni, adalah sebagian hidup saya. Untuk sebagian orang, mungkin berpikir bahwa seni membuang waktu atau bahkan tidak berguna. Tapi, tidak semua orang paham, bahwa seni bisa membangkitkan semangat seseorang. Orang bisa berbicara pada orang lain melalui seni, bisa menyatakan cintanya pada orang lain dan bisa menceritakan pengalamannya.

Seni adalah satu-satunya alasan kenapa saya berdiri disini. Seni adalah hidup saya. Seni adalah teman saya ketika berada di dalam kegelapan. Semua lukisan ini saya buat ketika saya berada di titik terendah dalam hidup saya. Saya berharap perasaan, emosi dan perasaan saya tersampaikan dengan baik. Silahkan menikmati pameran. Arigatou Gozaimasu” kata Hongjoong.

Seluruh pengunjung pun bertepuk tangan dengan meriah setelah Hongjoong berbicara. Hongjoong pun memutuskan turun dari panggung kecil yang disediakan dan ikut berkeliling di dalam pameran. Sesekali menjelaskan arti dari lukisan yang dibuatnya.

Sebelum matanya menangkap satu sosok orang yang menarik. Orang tersebut menggunakan beret dan sweater berwarna merah serta celana bahan berwarna hitam. Sebetulnya, penampilannya cukup biasa, tapi entah mengapa hal itu menarik Hongjoong.

Orang tersebut berdiam diri di depan lukisan Hongjoong yang diberi nama Utopia. Lukisan itu dilukis Hongjoong ketika kecelakaan besar menimpanya, Ketika ia kehilangan tangan kirinya. Utopia digambarkan oleh Hongjoong dengan pantai dan langit malam. Keindahan yang tiada taranya.

“Siapa dia?” Tanya Hongjoong pada salah satu penanggungjawab acara pamerannya. “Heum... Oh dia adalah Seonghwa. Salah satu designer brand lokal Osaka” kata penanggung jawab acara tersebut. “Hoo okay” kata Hongjoong. “Hongjoong-sama!!” Hongjoong pun segera beralih ketika ada yang memanggil namanya dan meninggalkan Seonghwa.

Keesokan harinya, Hongjoong kembali melihat Seonghwa. Seonghwa tetap memandang lukisan yang sama. Hongjoong pun memutuskan untuk menghampiri Seonghwa. “Ohayou Gozaimasu” sapa Hongjoong. “Ohayou Gozaimasu” kata Seonghwa. “Sepertinya anda sangat tertarik dengan lukisan Utopia” kata Hongjoong.

“Ah betul Hongjoong-sama. Utopia ini menurut saya adalah lukisan terbaik anda dari antara lukisan yang lain” kata Seonghwa. “Menurut anda seperti itu?” Tanya Hongjoong. “Iya, Hongjoong-sama. Sebagai pekerja seni, saya bisa merasakan kesedihan dalam lukisan anda. Kesedihan, tapi adanya rasa percaya untuk bangkit kembali” kata Seonghwa.

Exactly” kata Hongjoong. “Terima kasih Hongjoong-sama” kata Seonghwa. “Saya dengar anda adalah designer dari brand lokal Osaka” kata Hongjoong. “Betul” kata Seonghwa. “Saya juga menyukai dunia mode. Apa anda keberatan jika saya mengajak anda untuk pergi minum kopi? Saya ingin bertanya beberapa hal. Jika anda tidak keberatan tentu saja” kata Hongjoong.

“Sebuah kehormatan besar bisa minum kopi bersama anda, Hongjoong-sama” kata Seonghwa. “Just Hongjoong. Panggil aku Hongjoong” kata Hongjoong dengan senyuman.


Keesokan harinya, ketika pameran Hongjoong selesai diselenggarakan, Seonghwa mendatangi kafe yang disebutkan oleh Hongjoong. Kafe tersebut bernama Tully's Coffee dan lokasinya tidak jauh dari Stasiun Higashi-ginza.

“Hongjoong!!” Panggil Seonghwa ketika ia melihat Hongjoong sedang memainkan ponselnya di depan kafe. “Hai Seonghwa!!” Seru Hongjoong. “Apakah anda menungguku lama? Maaf ya” kata Seonghwa. “Tidak kok. Aku juga baru sampai kira-kira 5 menit yang lalu” kata Hongjoong.

“Ayo kita masuk” ajak Hongjoong. Seonghwa pun masuk ke kafe tersebut bersama Hongjoong. “Mau pesen apa?” Tanya Hongjoong. “Cocoa latte aja” kata Seonghwa. Hongjoong pun mengangguk. “Saya pesan Cocoa Latte satu, Zakuro Yoghurt satu, Cheese Hot Dog satu dan Classic Pancake satu” kata Hongjoong. Hongjoong pun membayar pesanannya dan menunggu di tempat pengambilan makanan.

“Saya akan membayar pesanan saya, Hongjoong” kata Seonghwa. “Tidak usah formal begitu, Seonghwa. Kita seumuran, dan tidak. Saya yang akan membayar makanan ini, soalnya saya yang mengajak anda untuk keluar” kata Hongjoong. “Ah baik. Terima kasih” kata Seonghwa.

Ketika pesanan mereka sudah jadi, Hongjoong dan Seonghwa duduk agak sedikit ke dalam. Hal ini dilakukan karena keduanya merupakan public figure dan mereka tidak mau menimbulkan rumor apapun.

“Kamu punya selera yang cukup ekstrem, Hongjoong” kata Seonghwa. “Benarkah? Aku memang suka menggunakan fashion yang dianggap tidak nyambung tapi memang aku menyukainya. Paham ga?” Kata Hongjoong. “Paham paham. Memang terkadang setiap orang memiliki caranya sendiri dalam mengekspresikan dirinya” kata Seonghwa.

By the way, aku juga suka dengan pakaian dari brand milikmu. Kemarin, aku baru lihat-lihat produknya” kata Hongjoong. “Benarkah? Wah ini pujian besar untuk kami. Teman-temanku pasti akan menyukainya jika mereka mendengar pujian darimu” kata Seonghwa.

“Aku juga seneng dengernya. Pemilihan warnanya itu loh. Keren-keren banget” kata Hongjoong. “Temen-temenku yang biasa suka kasih ide. Aku tinggal gambar design bajunya sambil cocokin kaya warna ini lebih cocok sama yang ini gitu aja sih” kata Seonghwa. “Ahh seperti itu ya” kata Hongjoong.

Kemudian, keheningan pun melanda keduanya karena Hongjoong yang memakan pancake pesanannya. “Eum Hongjoong. Boleh aku bertanya padamu?” Tanya Seonghwa. “Silahkan” kata Hongjoong. “Maaf jika ini menyinggung perasaanmu. Tapi, aku ingin bertanya. Tangan kirimu, bukan tangan asli?” Kata Seonghwa.

Hongjoong terkejut dengan pertanyaan Seonghwa. Tiba-tiba ia merasa panik, ada orang yang mengetahui rahasianya. “Maaf, aku harus kembali” kata Hongjoong sambil merapikan barang-barangnya dan bersiap pergi dari kafe. “Hongjoong!!” Panggil Seonghwa sambil menahan tangan Hongjoong.

“Maaf Hwa, aku harus pergi. Ada panggilan mendadak” kata Hongjoong. Hongjoong pun menyentak tangan Seonghwa dan berlari pergi dari hadapan Seonghwa. Seonghwa pun memandang sendu kepergian Hongjoong.

Bahkan ketika ia sampai di studionya, Seonghwa masih murung dengan sikap Hongjoong. “Ka Hwa?? Anything happened?” Seonghwa menoleh ketika mendapati salah satu temannya, yaitu Yeosang yang menyentuh bahunya dan menggerakan tangannya untuk membentuk kalimat menggunakan bahasa isyarat.

Seonghwa melepas kedua alat bantu dengarnya. Ia mengerutkan dahinya ketika mendapati suara berdenging di telinganya dan kemudian menjadi hampa, tanpa ia bisa mendengar apapun dari indera pendengarnya. “Iya. Something happened” kata Seonghwa. “Mind to tell me?? Atau aku harus panggil Jongho kesini?” tanya Yeosang.

Ga usah. Jongho pasti lagi sibuk. Nanti ke-distract lagi anaknya. Kamu nih, suka banget menumbalkan pacar sendiri” kata Seonghwa. “Engga ya ka. Emang Jongho kan konselor kita semua” kata Yeosang. “Jadi kenapa?” tanya Yeosang lagi.

Hongjoong, kayanya dia pake tangan palsu deh” kata Seonghwa. “Maksudmu, dia kaya kita?” tanya Yeosang. Seonghwa mengangguk, “tapi tadi dia panik pas aku tanya. Terus dia langsung pergi ninggalin aku. Tangan aku juga disentak sama dia” adu Seonghwa pada Yeosang.

Ka, kamu harus tau dua hal. Pertama, ga semua orang disabilitas menerima keadaan dirinya yang spesial. Kedua, ga semua orang menerima orang disabilitas di sekitarnya. Mungkin ka Hongjoong salah satu dari jutaan orang disabilitas yang memiliki dua pemikiran ini” kata Yeosang.

Tapi, dia bisa menginspirasi banyak orang. Justru dia bisa membuat perubahan, kaya aku, kaya kamu” kata Seonghwa. “Ga semua orang siap untuk berubah, Ka Seonghwa. Sama kaya Jongho waktu pertama kali kamu nemuin dia. Jongho juga ga pede dengan dia yang tuna rungu kan? Tapi karena kamu kasih dia dukungan terus, kamu ajarin dia cara design baju. Akhirnya dia bisa jadi asisten kamu yang paling pinter dan cekatan” kata Yeosang.

Jadi, aku salah ya tanya gitu sama Hongjoong?” tanya Seonghwa. “Aku ga bilang itu sepenuhnya salah. Aku tau kakak hanya ingin bertanya. Tapi mungkin itu sesuatu hal yang mengejutkan” kata Yeosang. “Ah, gitu ya.. Aku harus minta maaf sama Hongjoong” kata Seonghwa. “Semangat!! Aku mau pergi ke toko nanti. Alat bantu dengarku agak tua dan harus beli yang baru” kata Yeosang.

Jangan lupa ingetin Jongho buat makan. Anak itu kalo ga diingetin ga bakal makan” kata Seonghwa. “Iya ka. Nanti aku seret kalo dia ga mau makan” kata Yeosang sambil tertawa.


“Hongjoong!! Ada undangan untukmu” kata asisten Hongjoong sambil memberikan sebuah undangan padanya. Hongjoong yang sedang berdiam diri di dalam kamar apartemen yang disewanya selama di Jepang pun segera menengoknya dan mengambil undangan tersebut. “Undangan peluncuran brand fashion baru?” Tanya Hongjoong. “Ku dengar dia salah satu murid Seonghwa, tapi kurang tau juga sih” kata asistennya.

“Aku... akan ku usahakan datang” kata Hongjoong. “Harus datang, Joong. Sepertinya designer ini mengundangmu secara khusus. Dia memberikan tiket VIP untukmu” kata asistennya. “Iya, iya aku akan datang” kata Hongjoong.

Ketika hari peluncuran tiba, Hongjoong datang ke venue acara, satu jam sebelum acaranya dimulai. “Tiket atas nama Hongjoong. Silahkam masuk tuan” kata penjaga di depan venue. “Arigatou Gozaimasu” kata Hongjoong sambil tersenyum.

Hongjoong diarahkan untuk duduk di area kursi VIP. Area kursi VIP berada tepat di depan panggung. “Hongjoong-san??” Hongjoong segera menoleh ketika ada yang memanggilnya. Ada seorang pemuda dengan rambut pirang yang mendekatinya. “Oh iya dengan saya sendiri” kata Hongjoong. “Perkenalkan saya Yeosang. Saya adalah kekasih dari Jongho, designer hari ini. Kekasih saya sangat mengagumi anda, apakah anda berkenan untuk ikut ke belakang panggung untuk bertemu dengannya?” Tanya Yeosang.

“Benarkah? Sebuah kehormatan jika saya bisa bertemu dengan designer hari ini” kata Hongjoong. Hongjoong pun mengikuti Yeosang pergi ke belakang panggung. Ketika Yeosang membuka pintunya, Hongjoong terkejut mendapati Jongho yang berada dalam ruangan bersama Seonghwa. “Halo Hongjoong. Perkenalkan ini murid sekaligus asistenku, namanya Jongho. Dia yang akan jadi bintang hari ini” kata Seonghwa dengan ramah.

Hongjoong mengerutkan dahinya ketika Jongho tersenyum, kemudian mengangkat jari-jarinya dan membentuk kalimat. Hongjoong ingin bertanya apakah itu, namun Yeosang menjelaskan maksudnya. “Artinya Salam kenal Hongjoong-sama. Saya Jongho, saya mengagumi lukisan anda. Anda membuat cerita hidup anda menjadi sesuatu yang indah” jelas Yeosang.

“A-Apakah itu bahasa isyarat?” Tanya Hongjoong. “Betul, Hongjoong-san. Kami, maksud saya, Jongho, Ka Seonghwa dan saya sendiri adalah tuna rungu. Namun bedanya, pendengaran kami masih bisa dibantu dengan alat bantu dengar. Sedangkan Jongho adalah tuna rungu sekaligus tuna wicara” jelas Yeosang. Hongjoong pun memandang Seonghwa dan Seonghwa mengetuk pelan alat bantu dengarnya, isyarat bahwa ia menggunakan alat bantu dengarnya saat itu.

Brand kami mulai terkenal ketika Ka Seonghwa menunjukan bahwa ia adalah tuna rungu. Makanya kami menerima banyak murid disabilitas untuk belajar menjadi designer atau belajar design yang lain. Kami menekankan bahwa setiap orang berhak belajar seni, tanpa memandang disabilitas seseorang” kata Yeosang.

“Tapi pasti ada aja orang yang menghujat kan?” Tanya Hongjoong secara spontan. Kemudian Hongjoong tersadar dengan apa yang diucapkannya, lalu mengutuk dirinya sendiri. Hongjoong kemudian melihat Jongho tersenyum dan berbicara padanya dengan bahasa isyarat lagi.

“Jongho bilang, Kami sudah kebal dengan segala hujatan itu. Lagipula, kita kan yang menentukan hidup kita sendiri?? Tidak ada salahnya menjadi berbeda. Selama itu tidak merugikan orang lain, kami siap menjadi berbeda” kata Yeosang.

Hongjoong terdiam mendengar ucapan Yeosang. Jongho mengangkat sebuah pakaian yang dibungkus rapi dengan plastik. “Kata Jongho, pakaian itu untuk anda. Dia merancangnya sendiri dengan menjadikan anda sebagai inspirasi” kata Yeosang. Hongjoong pun mengambil bungkusan pakaian itu dan membungkuk dalam. “Arigatou Gozaimasu” kata Hongjoong. Jongho mengangguk kemudian tersenyum dengan gemas sambil melingkarkan tangannya pada tangan Yeosang.

Selesai pameran itu, Hongjoong kagum dengan keberanian Jongho, dan juga Yeosang dalam menyuarakan pendapat mereka sebagai disabilitas. Hongjoong berharap dirinya bisa seperti mereka. “Hongjoong..” Hongjoong menoleh dan mendapati Seonghwa di belakangnya. “Oh hai Seonghwa” kata Hongjoong.

“Mau ngobrol bareng? My treats” kata Seonghwa. Hongjoong pun mengangguk dan Seonghwa pun mengajaknya menuju kafe terdekat dengan venue. “Vanilla Frapuccino satu dan Caramel Macchiato satu” kata Seonghwa. Setelah membayar pesanannya, Seonghwa mengajak Hongjoong duduk di salah satu kursi kafe.

“Maaf. Atas pertanyaanku kemarin. Pasti menyakiti hatimu” kata Seonghwa. “Tidak apa-apa. Aku memang kehilangan tangan kiriku” kata Hongjoong. “Karena kecelakaan?” Tanya Seonghwa memastikan. “Iya” kata Hongjoong. “Sama seperti adikku. Tapi, ia kehilangan penglihatan” kata Seonghwa. “Benarkah? Kasian” kata Hongjoong. “Ngapain? Dia tuh ya nyebelin banget jadi orang. Pamer banget kalo bisa buka restoran” kata Seonghwa.

“Restoran?” Tanya Hongjoong memastikan. “Iya. Dia punya sertifikasi pembuat sushi loh. Keren kan?? Tapi rese banget. Setiap aku dateng, pasti makananku dimahalin. Emang adek rese” kata Seonghwa. Hongjoong pun tertawa mendengar cerita Seonghwa. Diam-diam Seonghwa tersenyum melihat Hongjoong yang tertawa dengan lepas.

“Hongjoong, kekurangan kita tidak menghentikan kita untuk meraih apa yang kita impikan” kata Seonghwa. “Tidak Hwa. Deru kui wa utareru, paham kan? Kita adalah paku yang menonjol itu” kata Hongjoong. “Makanya, kita buka pikiran mereka. Menjadi berbeda tidak ada salahnya” kata Seonghwa.

“Gimana caranya? Coba kasih tau aku gimana caranya?” Tanya Hongjoong. “Rewrite the stars, Hongjoong. Kita bikin lukisan yang baru, bahwa sebagai orang dengan kebutuhan spesial, kita bisa berkarya juga. Kekurangan kita, bukan batu sandungan buat kita, tapi jadi batu loncatan untuk kita” kata Seonghwa.

Is that possible? To rewrite the stars” kata Hongjoong. “Of course. There's nothing impossible, if we walk together. So, do you want to walk with me?” tanya Seonghwa. “Teach me, Hwa. Teach me how to rewrite the stars” kata Hongjoong. Seonghwa mengangguk mantap dan keduanya tersenyum bersama. “Oh ya satu lagi. Ajarin aku bahasa isyarat. Aku mau bilang terima kasih sama Jongho” kata Hongjoong. “Sure” kata Seonghwa.


Beberapa minggu kemudian, Hongjoong kembali mengadakan pameran. Kali ini, pameran tersebut berlokasi di Osaka. Kehadiran Hongjoong di tempat pameran menghebohkan para pengunjung dan juga penggemarnya di dunia maya. Hal ini dikarenakan Hongjoong tampil hanya dengan tangan kanan.

“Selamat pagi semuanya. Perkenalkan saya Hongjoong. Hari ini, saya berdiri di hadapan anda semua dengan memperlihatkan kondisi saya yang sesungguhnya. Saya adalah one-handed artist. Saya kehilangan tangan kiri saya di awal karir saya sebagai pelukis.

Saya merasa sedih tentu saja. Saya tau, tidak semua orang akan menerima kekurangan saya. 'Utopia' adalah saksi kebangkitan saya. Saya memutuskan untuk menggunakan tangan palsu agar saya dipandang normal oleh masyarakat.

Tapi seseorang mendorong saya untuk menjadi diri saya sendiri. Maka dari itu, saya melepaskan tangan palsu saya. Saya ingin membuktikan pada dunia, bahwa kekurangan saya bukanlah hal yang memalukan untuk saya dan bukan batu sandungan untuk saya.

Namun dengan kekurangan saya, saya masih bisa melukis, mengekspresikan diri saya, dan saya sama produktifnya dengan orang-orang yang sehat dan tidak memiliki kekurangan di tubuhnya. Lukisan 'Utopia' adalah bukti kebangkitan saya untuk tetap maju sebagai pelukis tangan satu. Saya tidak peduli lagi dengan tanggapan orang lain. Saya hanya ingin menginformasikan bahwa mulai sekarang, saya akan tampil dengan satu tangan. Terima kasih” jelas Hongjoong panjang lebar.

Hening pun melanda galeri tersebut. Kemudian terdengar satu tepuk tangan. “Bravo!! Anda adalah pelukis terhebat yang pernah saya tau” kata seorang pengunjung. Dari orang tersebut, diikuti oleh pengunjung lainnya yang ikut bertepuk tangan. “Anda hebat Hongjoong-sama!!” Kata pengunjung yang lain.

Hongjoong pun tersenyum dan turun dari podium kecil tersebut. “Great job” kata Seonghwa. “Terima kasih sudah membantuku” kata Hongjoong. “Sama-sama” kata Seonghwa. “Hongjoong-san!!” Seru Yeosang sambil menggandeng Jongho. “Hai Yeosang, Jongho” kata Hongjoong.

“Selamat atas pameran anda, Hongjoong-san. Jongho juga mengucapkan selamat untukmu” kata Yeosang. “Terima kasih Yeosang, Jongho. Oh ya, sebentar. Aku mau ngomong sama Jongho. Eh tapi jangan ketawa kalo salah” kata Hongjoong. Jongho memperhatikan Hongjoong dengan tatapan yang bingung, tapi antusias.

Hongjoong menggerakan tangannya, membentuk isyarat terima kasih dalam bahasa Jepang pada Jongho. “Wahh, sugoi. Udah bener kok” kata Seonghwa sambil bertepuk tangan kecil. Jongho berbicara pada Yeosang dengan bahasa isyarat. “Aku ga salah kan?” Tanya Hongjoong panik. “Engga, engga kok. Jongho nanya, kenapa terima kasih sama dia” kata Yeosang.

“Ah.. Karena kamu menginspirasiku Jongho. Kalau Seonghwa tidak mempertemukanku denganmu, aku pasti akan tetap menggunakan tangan palsu itu” kata Hongjoong. Yeosang menerjemahkan ucapan Hongjoong ke dalam bahasa isyarat untuk Jongho. Jongho pun mengangkat tangannya membentuk kalimat lagi. “Aku juga tidak ada disini jika Ka Seonghwa tidak membantuku” kata Jongho. “Jongho bilang, dia juga tidak ada disini jika Ka Seonghwa tidak membantunya” kata Yeosang.

“Benarkah?” Tanya Hongjoong pada Seonghwa. Jongho mengangguk kemudian memeluk Seonghwa dengan erat. “Seonghwa, kamu menyelamatkan dua orang” kata Hongjoong. “Ahh jangan gitu” kata Seonghwa malu. “By the way, kami akan berkeliling ya” kata Yeosang. “Oh ya silahkan. Nanti aku akan menyusul” kata Hongjoong.

Ketika Yeosang dan Jongho pergi, Hongjoong berhadapan dengan Seonghwa. “Aku mau bilang sesuatu. Tapi jangan ketawain ya” kata Hongjoong. “Iya Hongjoong” kata Seonghwa. Hongjoong pun merangkai kata di hadapan Seonghwa. Seonghwa pun terkejut dengan ungkapan Hongjoong.

Aishiteru” kata Hongjoong. “Aku juga” kata Seonghwa. Hongjoong pun memandang Seonghwa sambil terkekeh. “Yuk, kita nyusul Yeosang sama Jongho” kata Hongjoong. “Oke” kata Seonghwa. Hongjoong dan Seonghwa pun berjalan bersama sambil diam-diam bergandengan tangan.

Perjalanan mereka masih panjang, tapi Hongjoong dan Seonghwa berjanji, untuk berjalan bersama dan berjuang bersama.


Some notes:

Ohayou gozaimasu: selamat pagi Arigatou gozaimasu: terima kasih Sugoi: Hebat Deru kui wa utareru: paku yang menonjol akan dipalu, berusaha disamakan/berusaha dianggap normal. Beberapa pihak menyebutkan bahwa ungkapan ini dapat membunuh kreativitas seseorang (source: google) Aishiteru: I love you

Yeosang mengerang begitu sinar matahari menusuk matanya. Tangannya mengusak matanya pelan dan ia pun melihat jam meja yang ada di samping kasurnya.

Jam 05.30

Pantas saja. Matahari mulai terbit dan kamarnya menghadap persis dengan matahari terbit. Yeosang menengok ke sebelahnya dan mendapati Jongho, kekasih hatinya yang masih terlelap dengan nyaman.

“Sayang, ayo bangun. Udah setengah 6 loh” kata Yeosang. Jongho menggeliat sedikit dan merapatkan tubuhnya ke arah Yeosang. “Hng.. Ngantuk banget.. Aku semalem ngerjain pesenannya Nyonya Grace” kata Jongho. “Yaudah kamu buka tokonya agak siangan aja. Aku pergi duluan ya?” Tanya Yeosang.

“Ga mauu.. Nanti kalo ada yang pesen gimana?” Tanya Jongho. “Kan toko kita seberangan sayang. Aku pasti bisa liat kalo ada yang dateng ke tokomu” kata Yeosang. “Udah gapapa, kita pergi barengan aja. Aku tiduran dulu bentar” kata Jongho.

“Yaudah kalo gitu. Aku mandi dulu ya. Nanti abis mandi, aku bangunin kamu lagi” kata Yeosang sambil mengecup pelipis Jongho dan beranjak ke kamar mandi. Selepas kepergian Yeosang, Jongho perlahan mendudukan dirinya di kursi dan beranjak dari kamar menuju dapur.

Tangannya dengan cekatan mengambil tepung untuk pancake instant dan segera membuatnya. 4 pancake (2 untuk masing-masing orang) pun segera Jongho sajikan di piring. Jongho membuka kulkas dan mengambil raspberry serta blueberry untuk menjadi hiasan pada pancake buatannya.

“Oh iya aku harus ke toko tuan Will untuk membeli buah” kata Jongho. Jongho meletakan kedua buah tersebut di atas pancake, dan menaburkan gula halus serta menuangkan sirup maple kesukaan Yeosang. “Udah jadi!!” Seru Jongho. “Apa yang jadi, sayang?” Tanya Yeosang sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.

“Pancake!! Ayo sarapan!!” Kata Jongho. Yeosang duduk di kursi yang berhadapan dengan Jongho dan mulai memakan pancakenya. “Emang ya, pancake buatan kamu paling enak sejagad raya” kata Yeosang. “Lebay sih, tapi makasih sayang” kata Jongho sambil tersenyum.

Setelah mereka selesai makan, Yeosang mencuci piring makan mereka dan Jongho pergi untuk mandi. “Yeosang, how do I look?” tanya Jongho dari kamar mereka. Yeosang berbalik dan rasanya Yeosang ingin pingsan sekarang juga melihat Jongho.

Jongho menggunakan dress berwarna kuning dengan gambar bunga-bunga kecil di keseluruhan dress tersebut. Yeosang ingat, ia membuat dress tersebut untuk Jongho pada musim semi lalu, dan kini Jongho menggunakannya, pada peralihan musim panas ke musim gugur.

“Sayang, you're so pretty. I know that the dress fit you up perfectly” kata Yeosang. Yeosang mencuci tangannya dan mendekati Jongho. “I really like the dress. You know my style” kata Jongho sambil tersenyum malu. “Of course I am. I'm a fashion designer, beside, I also your boyfie” kata Yeosang. “Hihi, thank you. Kita berangkat sekarang?” Kata Jongho. “Ayo” kata Yeosang.


Yeosang dan Jongho pun berjalan bersama menuju pasar di desa mereka. “Selamat pagi Yeosang, Jongho!!” Seru seorang petani buah dan istrinya. “Selamat pagi Tuan Will dan Nyonya Chloe!!” Seru Jongho. “Selamat pagi Tuan Will, Nyonya Chloe” sapa Yeosang.

“Buah apa yang akan dijual kali ini?” Tanya Jongho dengan semangat. “Aku masih ada semangka sisa musim panas kemarin. Harusnya sudah matang dengan baik sekarang” kata Nyonya Chloe. “Kamu mau semangka?” Tanya Jongho pada Yeosang. “Boleh deh. Nanti sore akan kami ambil ya Nyonya” kata Yeosang. “Siap kalo gitu. Kalau aku dan suamiku sudah pulang, kalian bisa mampir ke rumah” kata Nyonya Chloe. “Terima kasih Nyonya Chloe!!” Seru Jongho.

Yeosang dan Jongho pun melanjutkan perjalanan mereka. Mereka pun sampai di toko bernama 'YJ Mode' dan di seberangnya terdapat toko bernama 'Il Fiore'. Kedua toko itu merupakan milik Yeosang dan Jongho. Sebagai fashion designer, Yeosang memiliki toko pakaiannya sendiri. Yeosang juga seringkali diminta untuk membuat seragam untuk anak-anak sekolah.

Karena pekerjaannya sebagai fashion designer, Yeosang seringkali membuatkan gaun yang lucu untuk kekasihnya ketika ia tidak memiliki pekerjaan atau ketika ia tidak memiliki inspirasi. Jongho senang dengan bunga, maka dari itu, Yeosang sering membuat gaun bergambar bunga pada pakaian buatannya.

Sedangkan Jongho, merupakan florist terkenal di desa mereka. Hasil rangkaian bunganya sangat rapi, sehingga seluruh warga desa sangat mencintai hasil karya Jongho. Ketika ada acara besar, mereka pasti akan menggunakan jasa Jongho untuk merangkai bunga.

See you soon” kata Yeosang sambil mencium bibir Jongho sekilas. “Semangat untuk hari ini, sayang” kata Jongho sebelum dirinya pergi ke toko miliknya. “Kalian menggemaskan sekali” kata Nyonya Catherine, pemilik kedai kopi di samping toko milik Yeosang. “Terima kasih Nyonya. Jongho memang menggemaskan” kata Yeosang.


Jongho sedang mengikat beberapa bunga menjadi satu buket ketika dua orang anak kecil dengan jenis kelamin yang berbeda menghampirinya. Dua anak tersebut merupakan saudara kembar yang Jongho kenal baik. Nama mereka adalah Jane dan Jacob. “Hello twins” kata Jongho.

“Halo kakak!! Kita kesini mau beli bunga buat mama!! Hari ini mama ulang tahun” kata Jane dengan semangat. Jongho tertegun sebentar sebelum tersenyum pada saudara kembar ini. Ibu mereka meninggal tepat setelah melahirkan keduanya karena mengalami komplikasi. “Jadi, kalian mau beli bunga apa buat mama?” Tanya Jongho dengan senyuman.

“Menurut Kak Jongho, lebih baik bunga apa?” Tanya Jacob. “Apakah kalian mau duduk dengan manis ketika kakak akan membuat rangkaian bunga?” Tanya Jongho. “Tentu!!” Seru keduanya dan segera duduk di kursi yang terletak di hadapan meja kasir.

Jongho mulai mengambil beberapa tangkai bunga anyelir merah, bunga tulip merah dan bunga lily putih. Jongho merangkai ketiga bunga itu dan mengikatnya dengan pita berwarna putih. “Ka Jongho, boleh kami tau arti dari bunga-bunga itu?” Tanya Jane.

“Boleh, tentu saja. Bunga anyelir merah berarti kita tidak akan melupakan orang tersebut, bunga tulip merah menandakan rasa kasih sayang, dan bunga lily putih menandakan kesucian. Aku rasa, ketiga bunga ini sangat menggambarkan mama kalian” kata Jongho.

“Woah!! Arti bunganya cantik!!” Kata Jacob dengan semangat. Jongho pun menyelesaikan rangkaian bunganya dengan rapi dan memberikannya pada saudara kembar tersebut. “Bawanya hati-hati ya?” Kata Jongho. “Siap!! Abis dari pemakaman, kami akan pergi ke pasar malam!!” Seru Jacob. “Ada pasar malam ya?” Tanya Jongho.

“Iya!! Di lapangan ada pasar malam. Ayah bilang, kami bisa makan permen kapas yang sangat enak!!” Kata Jane. “Haha permen kapas memang enak, tapi jangan lupa sikat gigi setelah makan permen, twins” kata Jongho sambil mencubit main-main hidung keduanya. “Oh ya, ini uangnya Ka Jongho. Terima kasih!! Kami pergi dulu” kata Jane dengan semangat sambil memberikan beberapa lembar uang.

Jongho tersenyum ketika menerima lembaran uang tersebut. Sebenarnya, uang yang diberikan oleh Jane itu kurang, tapi Jongho menghargai niat Jane yang ingin membayarnya. “Aku lihat si kembar keluar dari tokomu” kata Yeosang yang masuk ke tokonya. “Iya, mereka beli bunga tadi” kata Jongho.

“Oh iya, kamu ada acara apa hari ini?” Tanya Jongho. “Hm.. Ga ada sih kayanya. Tadi sekolah minta aku perbaiki beberapa seragam musim dingin yang rusak, tapi sudah selesai ku kerjakan” kata Yeosang. “Kita ke pasar malam yuk!! Kata Jane ada pasar malam di lapangan” kata Jongho. “Boleh. Mau pake baju kembaran?” Tanya Yeosang. “OF COURSE” kata Jongho dengan gemas.


Malam harinya, Yeosang dan Jongho pergi ke pasar malam. Yeosang menggunakan kemeja berwarna putih gading dan celana berwarna khaki, sedangkan Jongho menggunakan gaun dengan panjang sebetis berwarna cream dan beret berwarna putih.

Yeosang menggandeng tangan Jongho yang lebih kecil menuju pasar malam diselenggarakan. “Kamu mau beli apa?” Tanya Yeosang. “Susu panas? Kayanya enak deh diminum malam-malam gini” kata Jongho. “Ide bagus. Aku beli sandwich buah nanti” kata Yeosang.

Sesampainya di pasar malam, Yeosang segera membeli tiket masuk dan keduanya pun masuk ke pasar malam. “Ayo beli sandwich buah dulu” kata Jongho. Keduanya segera beranjak menuju pedagang sandwich buah. “Apakah kalian pasangan?” Tanya pedagang tersebut. “Tentu saja, tuan” kata Yeosang. “Karena kalian pasangan, aku akan memberikan diskon 50 persen untuk kalian” kata pedagang tersebut.

“Benarkah?? Terima kasih!!” Seru Jongho. “Terima kasih banyak tuan” kata Yeosang. “Terima kasih kembali. Semoga kalian terus bersama ya!!” Seru pedagang tersebut. “Ayo beli susu coklat panas dan kita makan di bangku itu” kata Yeosang. Jongho pun mengangguk dan mengikuti Yeosang menuju pedagang minuman. Segelas susu coklat panas dan teh hangat pun mereka beli.

“Eum.. Enak banget!!” Kata Jongho. “Eh asli deh ini beneran enak banget. Kok pedagangnya jual murah ya?” Tanya Yeosang bingung. “Karena kita pasangan katanya” kata Jongho sambil terkekeh. “Ngingetin dia sama masa lalu kali ya” kata Yeosang asal. Jongho hanya tertawa mendengar celutukan asal Yeosang.

“Sebelum pulang, kita harus main dulu” kata Yeosang. “Main apa?” Tanya Jongho. “Itu” kata Yeosang sambil menunjuk sesuatu dengan dagunya. Jongho menengok, dan ternyata Yeosang menginginkan mereka menaiki bianglala. “Oke, kita naik bianglala” kata Jongho.


Keduanya kini sudah berada dalam satu kapsul bianglala. Kapsul dalam bianglala tersebut hanya bisa dinaiki oleh dua orang, dan semuanya dilapisi oleh kaca, kecuali bagian bawah. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung dapat melihat pemandangan di luar.

“Desa bagus banget kalau dilihat dari atas sini” kata Yeosang. “Iya. Banyak lampu-lampu gitu. Jadi keliatannya rame” kata Jongho sambil tersenyum. Yeosang memandang Jongho yang begitu menawan tertimpa sinar bulan. Yeosang memajukan tubuhnya dan mengecup bibir Jongho sekilas. Jongho pun terkejut dengan tindakan tiba-tiba yang dilakukan oleh Yeosang.

“Yeosang!! Apa-apaan sih?” Tanya Jongho. “Kamu cantik banget. Kok bisa ya pacarku yang cantik ini mau pacaran sama aku?” Tanya Yeosang. “Soalnya kamu itu ganteng, bertanggung jawab dan juga keren. Eh salah, karena kamu itu Yeosang, bukan yang lain” kata Jongho. Jongho pun memegang bahu Yeosang dan membalas kecupan Yeosang tadi.

“Oh ya. Wait” kata Yeosang sambil menjauhkan jarak mereka. Yeosang merogoh kantung celananya dan mengeluarkan kotak beludru berwarna merah yang sangat cantik. Yeosang membukanya di hadapan Jongho. Jongho terkejut mendapat dua cincin berwarna emas dengan hiasan bunga yang melingkari cincin di dalam kotak tersebut.

“Aku rasa, ini kesempatan yang tepat untukku mengungkapkan ini. Jongho, I'm so grateful to have you in my life. Thank you for loving me and thank you for always be there for me. Tonight, I want to ask you something important. Would you marry me? Would you live forever with me?” Tanya Yeosang.

Jongho pun segera menarik Yeosang ke dalam pelukannya dan menangis kecil. Yeosang hanya tertawa sambil mengelus punggung kesayangannya itu. “I guess, I know the answer” kata Yeosang. “Of course. I will” kata Jongho. Yeosang pun tersenyum semakin lebar. Ia mengecup dahi Jongho dan keduanya tersenyum bersama.

Perjalanan mereka, dimulai dari sekarang.

Babe, I'm home” sahut Yunho ketika ia masuk ke dalam apartemen minimalis yang ditempati oleh dirinya dan suami manisnya itu. “Aku di kamar ka” seru suaminya dari dalam kamar. Yunho bergegas membuka pintu kamarnya dan mendapati suaminya, Jongho sedang membaca buku.

“Aku siapin makan kamu dulu ya ka? Belum makan kan ya?” Tanya Jongho sambil menarik kursi rodanya di samping kasur dan menumpukan beban tubuhnya ke tangan, dengan maksud mendudukan dirinya di kursi roda. Namun, Yunho lebih gesit untuk menggendong Jongho dan memindahkan tubuh kesayangannya di kursi roda.

“Kamu kalo dari kursi roda ke kasur sih bisa sendiri Jong, kalau dari kasur ke kursi roda bahaya. Nanti kalau kursi rodanya kegeser gimana coba” kata Yunho. “Hehe makasih kakak sayang” kata Jongho sambil memeluk Yunho dan mengecup bibir suaminya itu. “Udah kakak mandi sekarang. Aku mau siapin makan kakak” kata Jongho sambil mendorong Yunho ke kamar mandi.

Yunho memandang Jongho yang keluar dari kamar mereka dengan penuh rasa sayang. Yunho sampai saat ini, masih memiliki rasa bersalah yang sangat besar. Karena kecerobohannya yang tidak memeriksa motor miliknya, Jongho mengalami kecelakaan dan menyebabkan kedua kakinya tidak bisa digunakan lagi.

Tentu sebagai orang yang mencintai Jongho apa adanya, Yunho memutuskan untuk bertanggung jawab dengan apa yang terjadi pada Jongho. Yunho menemaninya di masa kritis Jongho, menemaninya melakukan terapi hingga Jongho bisa duduk dan yang pasti tetap mencintai pasangannya tersebut.

Yunho bahkan merelakan mimpinya untuk menjadi seorang tour leader dan berubah haluan menjadi arsitek, untuk merancang ruangan khusus untuk Jongho. Dan takdir berkata lain, Yunho bahkan berhasil membuat apartemen untuk para disabilitas dan ia beserta Jongho menempati salah satu apartemen tersebut.

Yunho segera menyelesaikan mandinya saat mencium aroma masakan yang membuatnya lapar. “Kamu masak apa?” Tanya Yunho sambil keluar kamar dan mengancingkan piyamanya. “Ayam asam manis. Kakak suka kan??” Kata Jongho. “Aku suka semua masakanmu, babe” kata Yunho.

“Gombal ih. Ga mempan ka” kata Jongho sambil terkekeh. Yunho ikut terkekeh dan mulai memakan makanannya. “Kakak ngapain aja seharian ini?” Tanya Jongho. “Hm, nothing special sih. Eh tapi tadi aku ditawarin buat ngerancang rumah sakit” kata Yunho. “BENERAN???” Tanya Jongho dengan semangat. “Beneran. Terus aku minta waktu untuk nyelesaiin kerjaanku yang ini baru aku kerja bareng mereka buat ngerancang rumah sakit” kata Yunho.

I'm so proud of you, Kak” kata Jongho sambil mengelus rambut Yunho. “Thanks. Anyway, tell me about your day” kata Yunho. “Oh! Right, I want to tell you something” kata Jongho. Jongho beranjak menuju ruang tamu dan kembali ke meja makan sambil membawa kotak berukuran sedang. Jongho membuka kotak tersebut dan mengeluarkan satu pakaian rajut dari kotak tersebut.

“Aku bikin ini!! Rencananya baju-baju rajut ini mau aku salurin ke panti disabilitas yang ada di ujung jalan situ ka. Tetangga sebelah kita ternyata guru disana dan mereka sering kekurangan baju hangat untuk musim dingin. Jadi aku niatnya mau kasih ini buat mereka” kata Jongho.

Hati Yunho pun menghangat mendengar cerita dari Jongho. “Kamu baik banget, babe” kata Yunho. “Makasih!! Aku seneng berbagi aja ke mereka. Lagian mereka juga gemes-gemes tau kak. Kakak harus kesana sekali-sekali” kata Jongho. “Oke, aku akan luangin waktu buat pergi kesana” kata Yunho.


Selesai makan malam, Yunho dan Jongho memutuskan untuk duduk di kasur mereka. Jongho melanjutkan bacaannya, sedangkan Yunho mengistirahatkan kepalanya di bahu Jongho. “Kamu baca apa sih?” Tanya Yunho. “Ini ka, Siapa yang Datang ke Pemakamanku saat Aku Mati Nanti? Setelah baca buku ini, keinginanku buat hidup lebih baik semakin tinggi. Aku ingin bahagia dengan jalanku sendiri” kata Jongho.

Yunho mengenggam tangan Jongho dengan erat. Sesekali mencium punggung tangan yang lebih kecil dari miliknya itu. “Maaf.. Maaf..” kata Yunho sambil meneteskan air matanya. “Don't cry, hubby. It's not your fault” kata Jongho sambil menghapus air mata Yunho. “Maaf...” kata Yunho. “It's okay, hubby. Aku bahagia dengan hidupku saat ini. Kamu juga harus bahagia ya??” Kata Jongho.

“Aku selalu merasa bersalah Jongho.. Aku bukan pasangan yang baik” kata Yunho. “Kalau kamu bukan pasangan yang baik, kamu bakal ninggalin aku di rumah sakit. Tapi kamu ga lakukan itu kan? Kamu yang nemenin aku selama aku operasi, terapi. Kamu juga yang nyemangatin aku. Kamu juga yang mengorbankan mimpi kamu untuk aku. Kamu pasangan yang baik, Ka Yunho. And I really love you” kata Jongho sambul menangkup wajah Yunho.

Yunho kembali merebahkan kepalanya di bahu Jongho, tapi kali ini, sebelah tangan Jongho mengelus rambut Yunho. “I love you too” kata Yunho. Jongho tersenyum kecil dan melanjutkan bacaannya. Tidak lama kemudian Jongho merasakan dengkuran halus di bahunya. Ternyata Yunho sudah tertidur di bahu Jongho.

Cute” kata Jongho. Jongho pun menaikan selimut mereka menutupi bagian bawah Yunho dan bersenandung agar Yunho makin terlelap. Jongho bahagia memiliki Yunho yang sangat menyayanginya dan Jongho berharap, Yunho berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

“Ka Seonghwa... Ayo bangun.. Kakak harus siap-siap.” Seonghwa, pemuda berambut hitam legam itu berusaha membuka matanya dan terbangun ketika mendengar panggilan dari managernya, Yeosang. “Bentar, 5 menit lagi” kata Seonghwa.

“Pertemuan kakak dengan tuan Kim akan digelar dalam 1 jam lagi. Kita harus cepat” kata Yeosang. “Siapa saja yang bekerja sama dengan tuan Kim dalam peluncuran fashion terbarunya?” Tanya Seonghwa. “Model pendatang baru, namanya Cyrille. Rumornya, kakak dari Cyrille adalah kekasih tuan Kim” kata Yeosang.

It just a rumor, Yeosang. Aku tau tuan Kim melihat orang tersebut dari kemampuannya” kata Seonghwa. “Dan sekarang, kakak harus mandi daripada mengoceh padaku. Ayo cepetan. Akan ku siapkan pancake rendah kalori dan oats untukmu” kata Yeosang sambil mendorong Seonghwa ke kamar mandi. “Iya iya bawel” kata Seonghwa.


“Kak, ga pake corset?” Tanya Yeosang. “Engga. Kan bukan lagi runaway” kata Seonghwa dengan santai. “Oke.. Aku akan menunggu di luar ruang rapat nanti ya ka. Aku udah janjian sama San” kata Yeosang. “San? Siapa dia?” Tanya Seonghwa. “Ah.. Dia kekasih Wooyoung, sekaligus manager Cryrille. Kakak inget Wooyoung kan? Chef restoran bintang lima yang selalu kita datengin kalo abis fashion week” kata Yeosang.

“Ah.. Aku inget dia. Aku jadi kangen masakan Wooyoung” kata Seonghwa. “Habis proyek ini, kita akan makan kesana” kata Yeosang. “Janji ya?” Tanya Seonghwa. “Iya ka. Emangnya aku pernah ingkar janji?” Tanya Yeosang. “Engga sih HAHA.. You're the best manager that I ever had.” kata Seonghwa.

“Kita sudah sampai ka” kata Yeosang sambil memarkirkan mobilnya. “Oke” kata Seonghwa yang merapikan sedikit tatanan rambutnya dan memeriksa riasannya. Kemudian, setelah dirasa rapi, Seonghwa pun keluar dari mobilnya. “Mataharinya lagi cerah banget” kata Seonghwa.

“Mau pake payung ka?” Tawar Yeosang. “Gausah. Yuk masuk” kata Seonghwa. Saat mereka hendak masuk ke dalam gedung, ada mobil van lain yang parkir di sebelah mobil van mereka. “Itu kayanya Cyrille” kata Yeosang. “Kalo gitu, kita harus menyambutnya” kata Seonghwa.

Dari mobil van tersebut, keluarlah seorang pemuda dengan warna rambut seperti Seonghwa, diikuti oleh seorang pemuda tinggi dengan rambut berwarna abu. “Yeosang, Cyrille yang mana?” Tanya Seonghwa pada Yeosang. Namun, Seonghwa tidak mendapat jawaban. Yang ia dapati adalah Yeosang yang diam dan raut wajahnya yang tampak kebingungan.

“Halo, anda tuan Seonghwa? Senang bertemu dengan anda. Saya San, manager dari tuan Cyrille. Ah dan ini adalah tuan Mingi, kakak dari tuan Cyrille” kata seorang pemuda dengan rambut hitam atau San.

“Halo tuan Park. Senang bertemu dengan anda secara langsung” kata Mingi, pemilik rambut abu itu sambil mengulurkan tangannya pada Seonghwa. “Halo tuan Mingi” kata Seonghwa sambil membalas uluran tangan Mingi. “Senang sekali bisa melihat anda secara langsung. Aku Cyrille. Aku banyak belajar dari anda” kata Cyrille pada Seonghwa.

“Panggil kakak saja” kata Seonghwa. “Tentu. Terima kasih” kata Cyrille. Pandangan yang awalnya ramah terhadap Seonghwa, tiba-tibe berubah menjadi tajam ketika melihat Yeosang. Seonghwa cukup terkejut dengan perubahan pada Cyrille. “Well, look. Who's here?” kata Cyrille. “Jongho..” panggil Yeosang.

Your Jongho is dead. I still remember how you leave me alone in Christmas when I said I want to be a model” kata Cyrille. “Whaㅡ Yeosang, please explain to me” kata Seonghwa. “I think both of you should go now. Hongjoong wait for you” kata Mingi yang berusaha menghentikan ketiganya.

Cyrille kemudian melangkah masuk ke dalam gedung bersama dengan Mingi. “Yeosang? Are you okay?” tanya Seonghwa. “I'm okay. You should go, Kak. Aku akan menunggu” kata Yeosang. “After this, let's grab a meal” kata Seonghwa. “Sure” kata Yeosang.


Yeosang dan Seonghwa memutuskan untuk makan di restoran Wooyoung. Seonghwa memesan ruang VIP agar mereka bisa berbicara dengan lebih tenang. “So, please tell me” kata Seonghwa. “Cyrille.. Bukan, nama aslinya Jongho. Aku mengenalnya ketika kami berkuliah di Korea. Kami bertemu di kelas vokal.

Jongho adalah orang yang pemberani, jika aku bisa bilang seperti itu. Banyak mencoba tantangan baru, berani mengambil resiko dan sedikit keras kepala. Kami berpacaran setelah mengenal selama 3 bulan.

Kemudian, di hari ulang tahunnya, Jongho mengatakan ia ingin menjadi model suatu hari. Aku terkejut saat itu. Aku berpikir bahwa model identik dengan perempuan dan bukan pria. Sejak saat itu, aku tidak antusias dalam menjalin hubungan dengannya.

Kemudian, hari natal tiba. Jongho mengajakku untuk melihat pohon natal terbesar di Seoul. Aku mengiyakannya, tapi aku tidak memberitaunya bahwa aku hendak memutuskannya dan kabur ke Paris. Jadi ketika hari natal, kami berjanji bertemu di jam 10 pagi. Dan aku pergi ke Paris dari jam 7 pagi.

Ketika aku sampai di Paris, Jongho mengirimiku banyak pesan. Dan ternyata ia menungguku sampai tengah malam. Tapi aku tidak peduli saat itu, harga diriku dipertaruhkan. Jadi aku membalasnya dengan ajakan untuk mengakhiri hubungan kami dan aku menonaktifkan nomor lama dan sosial mediaku agar dia tidak bisa mencariku” cerita Yeosang panjang lebar.

“Wah...” Seonghwa tidak dapat berkata-kata mendengar cerita Yeosang. “Brengsek banget lo” kata Seonghwa. “Aku tau. Dua bulan tinggal di Paris, mataku terbuka lebar. Bahwa pria bisa menjadi model juga. Aku merasa bersalah padanya, sangat bersalah. Dan akhirnya aku mencari cara menjadi seorang manager untuk model pria. Itu satu-satunya cara agar aku bisa menebus kesalahanku padanya” kata Yeosang.

“Aku pengen omelin kamu. Tapi takut ada paparazzi” kata Seonghwa. “Kamu boleh marahin aku di rumah, ka” kata Yeosang sambil tersenyum kecut. “Selamat siang~~~ Aduh maaf ya aku baru sempet ketemu kalian!!” Seonghwa dan Yeosang menoleh ke arah pintu VIP yang terbuka dan mendapati Wooyoung, chef sekaligus pemilik restoran ini.

“Halo Wooyoung!! Udah lama ga liat kamu” kata Seonghwa. “Iya nih ka Seonghwa sibuk banget” kata Wooyoung sambil mengerucutkan bibirnya. “Eh, ini siapa Woo?” Tanya Yeosang ketika melihat sosok tinggi yang mengikuti Wooyoung. “Oh ya. Kenalin, ini saudara kembarku. Namanya Yunho” kata Wooyoung.

“HAH? KEMBAR?” tanya Seonghwa dan Yeosang bersamaan. “Hehe... Ya begitu deh. Yunho ini vice president dari perusahaan hotel terkenal. Terus restoran ini juga under nama dia, karna aku ga ngerti pembayaran pajak dan lainnya jadi begitu deh, Yunho yang ngurus” kata Wooyoung.

“Selamat siang, saya Jung Yunho. Senang bertemu dengan anda” kata Yunho. “Selamat siang, saya Seonghwa dan ini manager saya Yeosang” kata Seonghwa. “Wooyoung banyak bercerita tentang anda, model Park. Senang bertemu dengan anda” kata Yunho sambil mengulurkan tangannya. “Terima kasih banyak tuan Jung” kata Seonghwa sambil membalas jabatan tangan Yunho.

“Silahkan nikmati makan siang kalian. Aku harus kembali ke dapur” kata Wooyoung. “Kamu, disini aja. Temenin ka Hwa sama Yeosang. Mereka tamu spesialku” kata Wooyoung sambil menepuk bahu Yunho, dan pergi keluar dari ruangan VIP.

“Oh, wait, management menghubungiku. Aku tinggal sebentar ya” kata Yeosang sambil membawa ponselnya dan pergi keluar ruangan. “So, model Park, sepertinya tinggal kita berdua di ruangan ini” kata Yunho setengah tertawa. “Mereka punya kesibukan masing-masing. Aku salut dengan Wooyoung yang masih bisa tersenyum bahkan ketika pelanggan memarahinya” kata Seonghwa.

“Betul. Dia memang menyukai pekerjaannya itu. Aku juga kagum pada managermu. Dari cerita Wooyoung, sepertinya dia sangat berdedikasi dengan pekerjaannya” kata Yunho. “Ada alasan dibalik itu semua ternyata” kata Seonghwa. “Model Park, apa kesibukanmu saat ini?” Tanya Yunho.

“Aku akan jadi model untuk peluncuran fashion terbarunya H.J” kata Seonghwa. “Ah milik Ka Hongjoong ya?” Tanya Yunho. “Kamu mengenalnya?” Tanya Seonghwa. “Tentu saja. Mingi, kekasihnya ka Hongjoong adalah sahabatku dari kecil. Dan aku pernah ikut organisasi yang sama dengan ka Hongjoong” kata Yunho.

“Wah dunia sempit sekali” kata Seonghwa. “Betul. Aku juga tidak menyangka” kata Yunho sambil tertawa. “Ah, betul. Tidak usah formal denganku, tuan Jung. Kamu bisa memanggilku dengan Seonghwa atau Kakak, karena aku seumuran dengan Hongjoong” kata Seonghwa. “Begitu pun denganmu, Ka Seonghwa. Kakak boleh memanggilku dengan Yunho” kata Yunho.


Cyrille, atau yang bisa dipanggil Jongho memandang daun yang berguguran melalui jendela apartemennya. Apartemen ini merupakan apartemen mewah milik kakaknya, dan Jongho hanya menumpang tinggal disini.

Jongho memandang daun yang berguguran tersebut sambil menenggak Champagne. Alkohol menjadi pelariannya saat ini, ketika ia sedang memiliki banyak pikiran di kepalanya. “Jongho, udah cukup. Kamu nanti mabuk” kata San pada Jongho.

Jongho berdecih kemudian menuang cairan dari botol ketiganya. “Champagne tidak akan membuatku mabuk ka” kata Jongho. “Bisa aja. Kalau kamu minumnya banyak, kamu tetap bisa mabuk” kata San. San menghela nafasnya melihat Jongho yang tidak mendengarkannya dan malah menenggak habis gelas terakhirnya itu.

“Kamu belum makan, tapi perutmu udah diisi alkohol” kata San. “Biarkan saja. Aku tidak lapar” kata Jongho. “Jongho, aku tidak tahu apa masalahmu dengan Yeosang, tapi tolong makan. Kakakmu akan memarahiku jika kamu tidak makan” kata San. “YOU CAN'T SAY HIS NAME!!” seru Jongho tiba-tiba pada San.

San yang terkejut pun akhirnya terdiam. Dalam karirnya menjadi manager untuk Jongho, pertama kalinya Jongho berteriak padanya. “Baby, you can't yell to San. He's older than you.” Jongho dan San menengok ke arah sumber suara, dan ternyata itu Hongjoong, kekasih Mingi sekaligus pemilik brand clothing dimana Seonghwa dan Jongho bekerja sama.

Apologize to him” kata Hongjoong. “Sorry” kata Jongho pelan. “It's okay. I understand that you need some personal space, but as your manager, I have a duty to take care of you. So, please take your lunch and stop drinking that alcohol” kata San sambil mengelus rambut Jongho.

Jongho pun akhirnya pergi ke ruang makan dan mulai memakan makanan yang sudah dibuat oleh pelayan di apartemen Mingi. “Kakak tau masalah Jongho dan Yeosang?” Tanya San pada Hongjoong. “Tentu saja. Kamu pikir siapa yang jemput Jongho di bandara waktu dia sampai disini pertama kali? Ya aku. Mingi ada rapat waktu itu” kata Hongjoong.

“Jongho, pasti kecewa saat itu” kata San. “Dia kecewa, tapi dalam hati terdalamnya, dia ingin bertemu dengan Yeosang. Memakinya dan kemudian menata kisah baru bersamanya. Jongho boleh kecewa, tapi keinginannya menjadi model lebih kuat dibandingkan mengurusi rasa kecewanya” kata Hongjoong.

“Apa yang harus kita lakukan ka?” Tanya San. “Tidak usah. Jika Yeosang memang tulus untuk menerima maaf dari Jongho, dia pasti akan mulai memikirkan apa yang harus dilakukannya” kata Hongjoong.

Di tempat yang lain, setelah menerima telepon dari management, Yeosang tetap berdiam diri di belakang restoran milik Wooyoung. Kebetulan, di belakang restoran, terdapat taman yang cukup luas. Wooyoung sengaja membuat taman itu agar semua pelanggannya bisa menikmati waktu healing walaupun hanya sebentar.

“Kamu udah sampai tahap ini ternyata” kata Yeosang sambil mengelus lock screen ponselnya. Yeosang mencari foto Jongho dan memilih yang terbaik untuk dijadikan lock screen pada ponselnya. “Aku pengen denger ceritamu. Cerita perjuanganmu sampai ada di titik ini. Apakah aku punya kesempatan, Jongho?” Monolog Yeosang.

Tiba-tiba, Yeosang mendapatkan notifikasi pesan dari San. Yeosang mengerutkan dahinya, kemudian ia pun tersenyum cerah.

Ka Hongjoong bilang, mereka akan meeting tanggal 17 besok. My model really likes Ice Americano


Tanggal 17 itu pun datang. Seonghwa dan Yeosang memutuskan datang lebih awal dari jadwal yang telah dijanjikan. “Kakak bisa masuk lebih awal, aku mau beli kopi dulu” kata Yeosang. “Sejak kapan kamu suka kopi?” Tanya Seonghwa. “Ah bukan buatku, ini buat Cyrille” kata Yeosang.

“Jadi, ada kemajuan?” Tanya Seonghwa. “I don't know. Lebih baik dicoba daripada tidak sama sekali” kata Yeosang. “Okay. Tapi, supaya tidak obvious, lebih baik kamu belikan semua kopi. Rapat hari ini akan ada Hongjoong, aku, Cyrille dan fotografer nanti” kata Seonghwa sambil memberikan kartu kreditnya pada Yeosang.

“Belikan kopi untuk Cyrille dengan uangmu sendiri, dan sisanya gunakan kartuku” kata Seonghwa. “Oke!! Terima kasih banyak ka!!” Seru Yeosang sambil keluar dari mobil. Seonghwa terkekeh dan ikut keluar dari mobil. Seonghwa memutuskan untuk naik ke lantai atas, ke tempat dimana rapat akan dilakukan.

“Hey Hwa!! Cepet banget sampenya” kata Hongjoong. “Iya, sengaja. Aku bawa kopi buat yang lain” kata Seonghwa. “Hoo, terus kopinya mana?” Tanya Hongjoong. “Lagi dibeli sama Yeosang” kata Seonghwa. “Hoo okay. Eh bilangin Yeosang dong, aku kurang suka kopi. Tolong beliin yang lain aja” kata Hongjoong.

“Tidak menerima permintaan tambahan” kata Seonghwa. “Cih pelit” kata Hongjoong. Tidak berapa lama, pintu ruang rapat kembali dibuka dan ada Jongho beserta Mingi yang datang kesana. “Selamat pagi Ka Hongjoong, Selamat pagi ka Seonghwa!!” Seru Jongho dengan semangat. “Selamat pagi Cyrille dan selamat pagi untuk Tuan Song” kata Seonghwa.

“Selamat pagi untukmu juga Model Park” kata Mingi. Mingi menghampiri Hongjoong dan mengecup dahinya. “Aku jemput nanti ya” kata Mingi. “Okay” kata Hongjoong. “AKU AKU??? AKU GA DICIUM JUGA??” seru Jongho. “Aduh bayi banget” kata Mingi sambil mengecup kepala Jongho juga.

Setelah Mingi pergi meninggalkan ruang rapat, Hongjoong berniat memulai rapat itu. “Kita tidak menunggu fotografer?” Tanya Jongho. “Tidak perlu. Tadi fotografernya mengatakan bahwa ia ada urusan mendadak hari ini” kata Hongjoong. “Hooo baiklah” kata Jongho.

Hongjoong pun mempresentasikan pakaian yang akan dipromosikan. “Tema pakaian yang akan kalian promosikan merupakan pakaian untuk natal nanti. Konsep yang akan gunakan adalah memories. Jadi lebih kepada bagaimana kenangan di masa lalu adalah bagian dalam diri kita yang tidak terpisahkan.

Maka dari itu, aku akan menggunakan konsep fashion pada tahun 80an. Dan yang jadi highlight dalam perayaan natal tahun ini adalah vest. Jadi untuk pemotretannya kurang lebih kalian akan menggunakan turtle neck kemudian dilapis vest dan menggunakan coat atau jaket parka. Dan kalian akan menonjolkan vest” kata Hongjoong panjang lebar.

Good idea. Mungkin kita bisa menggunakan warna-warna seperti coklat atau putih supaya suasana memori itu semakin kuat. You know, kalau pakaian lama yang disimpan, biasanya warnanya akan memudar. Dan warna-warna coklat seperti caramel, carob atau brunette akan cocok” kata Seonghwa.

“Aku setuju dengan Ka Seonghwa. Tapi mungkin kita bisa menggunakan warna merah. Karena ini adalah momen natal, dan natal identik dengan warna merah. Mungkin bisa disesuaikan dengan warna merah yang lebih gelap dan tidak terlalu terang, seperti brick, sangria or wine” kata Jongho.

“Ide bagus. Kebetulan aku belum memikirkan untuk warna. Mungkin saran kalian bisa ku tampung terlebih dahulu” kata Hongjoong. “Aku setuju dengan idemu dimana kita menonjolkan vest tersebut. Karena, vest bisa memberikan rasa hangat dan rasa hangat itu bisa membuat seseorang bernostalgia mengenai kenangannya di masa lalu” kata Seonghwa. “Oke oke. Ide kalian bagus. Great job, Park, Cyrille” kata Hongjoong.

Kemudian, ruang rapat pun diketuk. Seorang wanita yang merupakan asisten Hongjoong pun masuk ke dalam ruangan rapat. “Permisi, saya membawa minuman” kata asisten Hongjoong. “Oh Terima kasih Lucy” kata Hongjoong. “Terima kasih kembali, Ka Hongjoong” kata wanita itu atau Lucy.

“Silahkan diminum kopinya” kata Hongjoong. Jongho tentu saja langsung mengambil Ice Americano kesukaannya. Matanya menatap pada gelas tersebut dan baru menyadari jika ada tulisan di gelas tersebut. Jongho langsung meminumnya sampai setengah untuk membaca tulisan tersebut sampai jelas.

Have a nice day, CyrilleI'm sorry for our past You're a great model I'm proud of you

Jongho pun tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Hongjoong dan Seonghwa yang melihatnya dari jauh, hanya terdiam dan tersenyum kecil. “Aku mau ke toilet sebentar” kata Jongho sambil beranjak dari kursinya. “Dia tau itu dari Yeosang?” Tanya Seonghwa. “Pasti. Tidak ada seorang pun yang bisa membuatnya menangis, kecuali Yeosang” kata Hongjoong.


Jongho mengambil tisu yang ada di washtafel toilet dan berusaha menyeka air matanya secara hati-hati agar tidak merusak make up yang sudah dikenakannya. “Haish.. Cheer up, Cyrille!! Ayo semangat. Jangan loyo gitu aja” kata Jongho sambil menepuk-nepuk pipinya.

Tiba-tiba pintu toilet pun terbuka. Betapa terkejutnya Jongho ketika mendapati Yeosang yang masuk ke toilet. “A-Ah.. I'm so sorry. Please take your time” kata Yeosang sambil menutup pintu toilet. “Ka Yeosang” panggil Jongho. Yeosang pun berhenti menutup pintu toilet tersebut.

Thank you for the coffee” kata Jongho. “No need to say thank you. Just, contact me if you need more caffeine” kata Yeosang yang masih berdiam diri di depan toilet. Keduanya terhalang oleh pintu toilet yang setengah tertutup itu. “Ka Yeosang” panggil Jongho lagi. “Ya??” Jawab Yeosang. “Come to my place. Tomorrow” kata Jongho.

Yeosang pun terkejut dengan permintaan Jongho. Karena terlalu terkejut, Yeosang tidak sadar bahwa Jongho membuka pintu toilet dan membuat Yeosang jatuh tersungkur di lantai. “Be careful” kata Jongho ketika mendapati Yeosang yang jatuh tersungkur di hadapannya. Jongho pun melangkah keluar dari toilet dengan penuh percaya diri.

Yeosang pun mendudukan dirinya di depan toilet. “Wah gila. Jongho gila banget. He's amazing” kata Yeosang sambil tersenyum.

Selesai rapat, Yeosang segera mengantarkan Seonghwa ke rumah. Karena Seonghwa memutuskan untuk istirahat sebelum pergelaran Musim Dingin, Seonghwa tidak memiliki kegiatan apa-apa. “Ehm.. Ka Seonghwa” panggil Yeosang dari kursi kemudi. “Hm?? Kenapa??” Tanya Seonghwa dari kursi penumpang.

“Aku... Besok izin tidak masuk ya?” Tanya Yeosang hati-hati. “Kenapa?” Tanya Seonghwa. Seonghwa tidak melarang Yeosang tentu saja. Ia sudah menganggap pria yang lebih muda darinya itu sebagai adik. Ia hanya heran, karena tidak biasanya Yeosang izin untuk libur. “Aku.. mau bertemu Cyrille” kata Yeosang pelan.

Seonghwa pun tersenyum hangat, ternyata segelas kopi membawa kesempatan pada Yeosang untuk meminta maaf pada Cyrille. “Sure, Go ahead. Kalau ada kesempatan, manfaatkan baik-baik” kata Seonghwa. “Are you sure, Ka??” Tanya Yeosang. “Iya.. Lagian, aku juga punya janji besok” kata Seonghwa.

Ternyata beberapa menit yang lalu, ia mendapat ajakan dari Yunho untuk bercengkrama bersama. Seonghwa mengiyakan bahkan sebelum Yeosang meminta izin padanya.

Let's go to Le Marais. I know a good place to take a brunch. See you


Keesokan harinya, Yeosang datang pukul 8 pagi ke kediaman Mingi dan Jongho. Tangannya saling bertautan, rasa gugup itu tentu ada, mengingat sudah lama ia tidak bertemu Jongho.

Cintanya.

Yang pernah terluka olehnya.

“Oh kamu sudah datang Yeosang.” Yeosang menengok dan mendapati Mingi yang turun dari lantai dua apartemen mewah tersebut. “Iya tuan Song” kata Yeosang. “Tidak usah formal. Aku berusia sama denganmu” kata Mingi. “A-Ah.. Baiklah Mingi” kata Yeosang. “Kebetulan aku akan pergi ke luar kota hari ini. Hongjoong juga sepertinya akan sibuk di studionya hari ini. Jadi, tolong jaga Jongho ya” kata Mingi.

“Tentu saja. Aku akan menjaga Jongho” kata Yeosang. Tentu ketika pertama kali bertemu dengan Yeosang di Paris, Mingi rasanya ingin memukul wajah itu. Beraninya orang tersebut meninggalkan adiknya di tengah musim dingin dan mematahkan hatinya. Namun, Mingi mengenal adiknya. Mingi tahu adiknya selalu mencintai Yeosang, dan ia tidak mau menyakiti adiknya. Maka dari itu, ia membiarkan Yeosang bertemu adiknya. Lagian, adiknya sudah dewasa dan tahu jalan apa yang harus diambilnya.

“Kalau mau minum, ada sparkling water di kulkas. Ada juga champagne, wine ambil aja ya kalau mau minum” kata Mingi. “Okay” kata Yeosang. “Listen to me. This is your last opportunity. If you break his heart again, I'm gonna burying you alive” kata Mingi. Yeosang mengangguk dan Mingi pun beranjak pergi dari apartemennya.

Tidak berapa lama, terdengar suara pintu yang terbuka. Jongho pun turun dari lantai dua kamarnya sambil mengucek matanya. “Good morning, Cyrille” kata Yeosang. “Hng... Good morning, Ka Yeosang” kata Jongho. Jongho pun beranjak menuju meja makan. Ia menarik kursinya dan duduk di kursinya sambil menidurkan kepalanya di meja makan.

What do you eat for breakfast?” tanya Yeosang. “Choco low fat milk, please. Di kulkas kedua” kata Jongho. Yeosang membuka salah satu kulkas di dapur dan menemukan sekotak susu low fat rasa coklat. Yeosang menuangkannya ke gelas dan memberikannya pada Jongho. Jongho pun duduk dengan tegak dan mulai meminum susunya.

Hening pun melanda keduanya. Yeosang yang gugup untuk berbicara dengan Jongho dan Jongho yang belum ingin berbicara. “Ka Yeosang” panggil Jongho. “Iya??” Tanya Yeosang. “Why you called me with Cyrille? Not Jongho” tanya Jongho. “I thought you will hate me if I called your real name. I know that you already hate me, but.. Yah you know, aku ga mau kamu makin benci sama aku” kata Yeosang.

I hate you” kata Jongho. “I know. At the moment I'm arrived here, I'm really shock when I see too many male models here. Aku menyesal tentu saja padamu. Tapi, aku bisa apa? So, I'm tried to be a manager for male model. And then, I meet Ka Seonghwa. He's the best model ever” kata Yeosang.

“Aku ga akan ngelarang kamu untuk benci sama aku. Itu konsekuensi aku. Menyaksikan video-videomu berjalan di cat walk selalu membuatku terkagum. You indeed born to be a model” kata Yeosang lagi sambil tersenyum. “Can I say something?” tanya Jongho. “Sure” kata Yeosang.

I really hate you. I really really hate you” kata Jongho. Yeosang terdiam. Ia tau, kesalahannya sangat besar di masa lalu dan sudah sewajarnya Jongho membencinya. “But, I'm a fucking stupid person, because I'm still love you” kata Jongho.

Yeosang terkejut dengan pengakuan Jongho. “A-Are you serious?” tanya Yeosang. “Of course” kata Jongho dengan mantap. “Can I hug you?” tanya Yeosang. Jongho pun merentangkan tangannya dan Yeosang segera menghampirinya. Yeosang memeluk tubuh Jongho dengan erat, menghirup aroma yang sudah lama dirindukannya.

I'm sorry. For breaking your heart. For leaving you alone” kata Yeosang sambil mengecup kecil pipi Jongho. Begitu juga Jongho yang memeluk erat Yeosang. Tangannya meremas baju bagian belakang Yeosang. “I miss you” kata Jongho pelan. Tanpa sadar Jongho meneteskan air matanya ketika mendapati Yeosang dalam pelukannya.

Please don't cry, baby. I'm here and I miss you too” kata Yeosang sambil menghapus air mata Jongho. Jongho pun mengelap air matanya dan tersenyum pada Yeosang.


Di sisi lain, Seonghwa mengeratkan coatnya ketika berjalan mendekati Le Marais. Angin musim gugur berhembus dan ia kurang suka dengan cuaca yang dingin. Tangannya mengambil ponselnya dengan cepat ketika ia merasa adanya getaran dari sana.

Square Charles-Victor Langlois. I'm using black coat

Seonghwa tersenyum kemudian kakinya melangkah lebih cepat menuju lokasi taman yang disebutkan oleh Yunho. Ketika ia sampai di taman, ia dengan mudah melihat Yunho yang sedang memegang tablet di tangannya. “Yunho!!” Panggil Seonghwa.

Yunho yang mendengar namanya dipanggil pun segera menoleh dan mendapati Seonghwa dengan coat coklat dan beret merah menghampirinya. “Oh!! Ka Seonghwa!!” Balas Yunho. Seonghwa dengan cepat menghampiri Yunho dan Yunho pun memeluk Seonghwa sekilas.

“Sudah menunggu lama?” Tanya Seonghwa. “Tidak. Aku juga baru sampai” kata Yunho. “Kita mau kemana, Yunho?” Tanya Seonghwa. “Ke Yann Couvreur Pâtisserie. Harusnya jam segini mereka sudah buka. Aku dan Wooyoung terkadang makan disana jika ingin makan pastry. You know, he can't made a pastry” kata Yunho. “Iya juga ya. Dia bisanya bikin makanan savory gitu” kata Seonghwa.

Yunho pun mengulurkan tangannya pada Seonghwa. “Can I hold your hand? If you don't mind of course” kata Yunho. “Sure” kata Seonghwa sambil memegang tangan Yunho. Keduanya berjalan menikmati cuaca yang tidak begitu terik. Saat mendekati Yann Couvreur Pâtisserie, Seonghwa dapat menghirup aroma khas kue yang sedang dipanggang. “Silahkan masuk” kata Yunho sambil membuka pintu untuk Seonghwa. “Merci bien” kata Seonghwa sambil terkekeh.

Yunho membawa Seonghwa mendekati etalase kaca berisi kue-kue hangat. “Kamu mau apa? Pilih dulu aja baru kita ngantri. Biar ga ganggu orang lain” kata Yunho. “Oke. By the way, yang paling terkenal disini apa?” Tanya Seonghwa.

Paris Brest. Tapi tidak ada di etalase. Kita harus memesannya langsung. Baba Au Rum juga enak. Tapi aku biasanya pesan Tarte Citron Vert atau Tarte Pistache. Dan pastinya croissant” kata Yunho. “Aku mau Baba Au Rum deh. Mungkin aku juga akan pesan Paris Brest untuk Yeosang” kata Seonghwa.

“Oke” kata Yunho. Karena baru buka, belum banyak pelanggan yang datang, sehingga keduanya tidak perlu mengantri terlalu lama. Yunho memesan pesanan mereka dan pelayan segera menyiapkan pesanan keduanya. “Aku akan transfer untuk pesananku dan Yeosang” kata Seonghwa. “Tidak perlu. Aku yang mengajakmu, jadi, aku yang bayar” kata Yunho. “Terima kasih banyak Yunho” kata Seonghwa. “No problem” kata Yunho.

Seonghwa dan Yunho pun mengambil tempat duduk di dekat jendela. Seonghwa menyendok Baba Au Rum yang dipesannya dan memakannya. “Mmm!! So delicious!!” pekik Seonghwa. “Iya kan???” Kata Yunho. “Iya!! Makasih banyak Yunho udah bawa aku kesini” kata Seonghwa. “Your welcome” kata Yunho.

Seonghwa pun kembali memakannya dengan semangat. “Eum.. Ka Seonghwa, can I ask you something?” Tanya Yunho. “Sure. Just ask anything” kata Seonghwa. “Okay.. Heum.. Do you have a boyfriend?” tanya Yunho. “Boyfriend in friendship term or in love relationship?” tanya Seonghwa memastikan.

In love relationship” kata Yunho. “Engga. Aku hampir tidak pernah memiliki pasangan. Karena aku punya karir yang bagus dan banyak yang ragu untuk mendekatiku” kata Seonghwa. “Ah.. Eum.. Can I have a special relationship with you?” tanya Yunho. Seonghwa pun tersedak dengan minuman yang sedang diminumnya.

“Gimana?” Tanya Seonghwa. “I like you, model Park. I want to have special relationship with you, if you don't mind. Can I?” Kata Yunho.


Yeosang menjemput Seonghwa di restoran Wooyoung. Yeosang kurang paham kenapa Seonghwa berakhir di restoran milik Wooyoung. “Sampai jumpa Yunho, Wooyoung” kata Seonghwa sebelum masuk ke mobil. “Kita langsung pulang, Ka?” Tanya Yeosang. “Iya” kata Seonghwa.

How's your day?” Tanya Yeosang. “Yeosang, Yunho ask me to go out with him” kata Seonghwa. “What do you mean?” tanya Yeosang. “Yunho ask me to date with him” kata Seonghwa. “WHAT?? ARE YOU SERIOUS?” tanya Yeosang. “Iya??” Kata Seonghwa dengan bingung.

Wait wait. Kamu selalu mengabaikan orang yang ingin dekat denganmu. Kenapa tiba-tiba mau pacaran dengan Yunho?” Tanya Yeosang. “Not yet, Yeo. Baru tahap saling mengenal” kata Seonghwa. “Sama saja. Kenapa?” Kata Yeosang. “Just, I don't know. Aku merasa Yunho akan jadi orang yang mampu memahami aku” kata Seonghwa.

“Ya.. It's your choice, right? I hope the best for you, Ka” kata Yeosang. “Masih jauh dari pacaran. Kami baru saling mengenal. Aku akan coba menjalaninya” kata Seonghwa. “Oh ya, How about you?” Tanya Seonghwa lagi. “Aku dan Jongho sudah berbaikan. Dan kami setuju untuk mulai dari awal” kata Yeosang.

It's a good news!! Congratulations” kata Seonghwa. “Thank you” kata Yeosang. “Jangan lakukan kesalahan yang sama loh” kata Seonghwa. “Iyalah. I'm not a stupid person” kata Yeosang. “Good” kata Seonghwa.

Keheningan pun melanda keduanya. Sampai, ketika Yeosang menghentikan mobilnya karena lampu merah yang menyala. Ia memandang langit yang berwarna jingga karena matahari yang terbenam. “Ka Seonghwa, hari ini, hari yang indah, bukan?” Tanya Yeosang. “Iya, hari yang indah. Musim gugur terbaik dalam hidupku” kata Seonghwa.

TW// Bullying, Body Shamming, Physical Disability Cw// High School Au, Harsh words

Notes: Setiap percakapan yang di-italic menggunakan bahasa isyarat.


Halaman belakang.

Tempat tersebut selalu jadi tempat kesukaan Yeosang selama jam istirahat. Jam istirahat yang panjang membuat Yeosang memiliki waktu lebih setelah makan siang.

Halaman belakang sekolah memiliki beberapa kursi untuk dijadikan tempat beristirahat. Banyak siswa yang sedang butuh healing biasanya akan menuju tempat ini. Yeosang duduk di salah satu bangkunya dan mulai membuka novel Harry Potter di hadapannya.

Oh iya, Yeosang ini merupakan siswa yang bisa dikatakan biasa-biasa saja. Wajahnya memang tampan, tetapi menurutnya lebih banyak orang tampan lain di sekolahnya. Dari sisi akademik sendiri pun, Yeosang terbilang cukup biasa. By the way, Yeosang sering remedial Fisika :(

Yeosang kembali membuka novel di tangannya. Ia mulai membaca dari halaman yang sebelumnya sudah ia batasi. Yeosang membaca novel tersebut dalam keadaan lingkungan yang tenang.

“Eh si gendut dateng. Mana dut makanan gua?”

Harapan Yeosang untuk dapat membaca buku dengan tenang sirna begitu saja ketika mendengar suara orang lain di halaman belakang. Yeosang mendengus dan berusaha cuek dengan hal itu. Itu bukan urusan dia juga kan??

“Dia ga bakal denger lo kali. Jelas-jelas dia tuh tuli Hahaha.. Udah tuli, hidup lagi. Buat apa bego...”

Yeosang mendelikkan matanya. Apa-apaan nih? Yeosang jadi ikut merasa tersinggung, soalnya dia juga punya sedikit masalah pendengaran di telinga kanannya. Ya walaupun, ga parah sih, tapi kalau ke sekolah, Yeosang pakai alat bantu dengar supaya materi di sekolah bisa ditangkap dengan baik olehnya.

Yeosang menutup novelnya dan mulai berjalan menuju sumber suara. Yeosang bersyukur dengan proporsi tubuhnya, ia mampu bersembunyi di balik pohon-pohon yang ada di halaman belakang. Ketika Yeosang menengok ke sumber suara, ada 4 orang siswa pria. Satu sedang berlutut di hadapan 3 siswa lainnya.

“Eh gendut, denger gua ga lu?? Kerjain tugas gua ya? Lo kan rank 3 paralel” kata salah satu siswa disana. “Dia ga bisa denger lo bego. Kan alatnya lo ambil” kata siswa lainnya. “Oh iya, tuli sih ya Hahaha” kata siswa pertama yang tadi menghina siswa yang berlutut tersebut.

Yeosang menghela nafasnya. Dia sebenernya ga mau terlibat dengan bullying seperti ini. Tapi, dia kasian juga anak yang dibully itu. Soalnya, sedikit banyak, Yeosang merasakan apa yang anak itu rasakan, apalagi ketika itu berhubungan dengan alat bantu dengar.

“Oy, ngapain lu pada” kata Yeosang sambil menghampiri 3 siswa tersebut. “Eh ada Yeosang. Lo ngapain kesini? Oh mau jadi pahlawan ye?” Kata salah satu siswa tersebut. “Pahlawan kesiangan kali” timpal siswa yang lain. “Pahlawan tuli, ege” kata siswa ketiga dan diikuti tawa yang lain.

“Lo pada udah kelas 12, mending mikirin mau sbm kemana, atau mikirin mau kuliah kemana daripada ngurusin anak orang” kata Yeosang. “Lah terus lu ngapain disini?” Tanya salah satu siswa. “Ya gua disini karena gua udah tau, gua mau kuliah dimana, ke depannya gimana. Jadi, gua mau ngebantu kalian buat cari hal itu” kata Yeosang.

“Cih, bilang aja lo mau jadi pahlawan. Dah lah tinggalin aja si gendut sama si Yeosang” kata siswa tersebut. “Dan tolong jangan ganggu dia lagi ya. Kasian.. Lagian lo harus mulai belajar buat sbm kan??” Kata Yeosang. Ketiga siswa tersebut pun meninggalkan Yeosang dan siswa yang berlutut itu.

Sebelum pergi, Yeosang melihat bahwa salah satu dari ketiganya menginjak alat bantu dengar milik siswa yang dibully tersebut hingga rusak. Yeosang menggelengkan kepalanya. Dia bingung, kok masih ada aja orang yang suka bully orang, apalagi orang yang memiliki kekurangan.

Yeosang berbalik menghadap siswa tersebut dan dengan reflek siswa tersebut mengangkat tangannya untuk menutupi kepalanya. Sepertinya itu adalah gerakan reflek untuk melindungi dirinya. “Tenang, aku ga bakal sakitin kamu” kata Yeosang.

Tapi siswa itu hanya termenung memperhatikan Yeosang. Yeosang menarik kesimpulan bahwa siswa ini benar-benar seorang tuna rungu. Yeosang berjongkok di hadapan siswa tersebut dan tangannya bergerak-gerak dengan lincah. Betul, bahasa isyarat.

Aku ga bakal sakitin kamu” kata Yeosang.

Siswa tersebut kemudian perlahan menurunkan lengannya dan tersenyum kepada Yeosang. “Terima kasih” katanya menggunakan bahasa isyarat. “Kamu lebih baik izin pulang. Alat bantu dengar kamu udah rusak, gimana belajarnya?” tanya Yeosang.

Aku bisa baca gerakan bibir orang kalau yang ngomong pelan” kata siswa tersebut. Yeosang terdiam sebentar, sebelum tangannya melepas alat bantu dengar di sebelah kanannya. Bunyi berdenging keras pun ia rasakan, namun setelahnya hilang dan diikuti oleh kehampaan pada telinga kanannya.

Pakai ini sementara. Setidaknya, lebih baik ada satu daripada tidak sama sekali” kata Yeosang. “Eh, gapapa. Nanti kamu gimana?” tanya siswa itu. “Gapapa, telinga kiriku berfungsi baik kok. Kamu pake aja. Besok bisa balikin ke aku” kata Yeosang.

Terima kasih banyak. Maaf merepotkan” kata siswa tersebut. “By the way, nama kamu siapa? Kayanya aku ga pernah liat kamu?” tanya Yeosang. “Kita teman sekelas, Yeosang” kata siswa tersebut.

Yeosang pun melebarkan matanya. “HAH SERIUS?” tanya Yeosang. Siswa tersebut terkekeh lalu mengangguk. “Aku Jongho. Biasanya aku duduk di bangku kedua dari depan” kata siswa tersebut atau Jongho. “Ah!! Kamu yang pinter matematika itu kan?? Wah gila keren sih” kata Yeosang dengan semangat.

Terima kasih atas pujiannya Yeosang” kata Jongho sambil tersenyum. “Terima kasih kembali. Aku duluan ya? Jangan lupa dipakai alatnya” kata Yeosang dan ia pun beranjak lebih dahulu meninggalkan Jongho. “Terima kasih” cicit Jongho pelan.


Keesokan harinya, Yeosang bingung mendapati tas asing di sebelah bangkunya. Karena kebetulan di kelas Yeosang siswanya ganjil, ia jarang mendapatkan teman sebangku. Dan Yeosang tidak pernah memusingkan hal tersebut sih, malah enak duduk sendirian.

Makanya ketika ia mendapati sebuah tas asing di samping kursinya membuat ia bertanya-tanya. “Hai Yeosang.” Yeosang menengok pada orang yang menyapanya dan mendapati Jongho disana sambil menenteng sebuah totebag berukuran sedang di tangannya. “Oh halo Jongho. Ada apa ya?” Tanya Yeosang.

“Maaf sebelumnya aku lancang, tapi, aku boleh duduk di samping Yeosang?” Tanya Jongho. “Oh ternyata ini tasmu ya? Yaudah sih duduk aja. Bebas ini kan kursinya” kata Yeosang. “Oke terima kasih” kata Jongho. Jongho pun duduk di bangku sebelah kiri dan Yeosang duduk di bangku sebelah kanan, dimana bangku tersebut bersebelahan dengan tembok kelasnya.

“Ini buat Yeosang” kata Jongho sambil memberikan beberapa roti dan cemilan. “Loh, apa ini? Dalam rangka apa kamu ngasih aku ini?” Tanya Yeosang. “Ucapan terima kasih. Soalnya kamu kemaren nolongin aku dan mereka ga bully aku lagi. Oh ya, ini juga alat kamu. Terima kasih” kata Jongho sambil memberikan alat bantu dengar milik Yeosang.

“Sama-sama” kata Yeosang sambil mengambil alat bantu dengarnya dari Jongho. “Kamu cukup jelas kalau ngomong” kata Yeosang. “Ah iya hehe.. Aku tuli karna kecelakaan ka. Jadi ya aku terbilang cukup normal untuk berbicara” kata Jongho.

Ketika jam istirahat berbunyi, Yeosang memutuskan untuk makan di depan kelasnya. Jongho sedari tadi sudah menghilang entah kemana. Yeosang juga ga terlalu peduli sihㅡ

“Aduh!!”

“JONGHO!!” teriak Yeosang. Sepertinya itu adalah kali pertama Yeosang berteriak di sekolah tersebut. Bagaimana tidak, Jongho terjatuh karena tersandung tali sepatunya yang tidak terikat. Jongho sedang membawa buku milik teman-teman sekelasnya, sehingga ia jatuh menimpa buku-buku tersebut.

“Kok bisa jatoh sih?!” Tanya Yeosang bingung. “Hehehe... Aku udahs sering jatoh kok, Yeo. Aku ga bisa ngiket tali sepatu soalnya” kata Jongho. Ini bukan modus atau apa, tapi Jongho memang tidak bisa mengikat tali sepatu. Selama ini, mamanya lah yang mengikat tali sepatunya sebelum berangkat sekolah.

“Kenapa gitu?” Tanya Yeosang. “Engga tau juga. Dari dulu ga bisa iket tali sepatu, tali atau pita-pita gitu. Kata dokter dulu motorik halusku agak kurang. Makanya kalo pegang barang kadang suka jatoh juga” kata Jongho. “Kalo aku suka tremor” kata Yeosang.

“Oh ya?? Kenapa gitu?” Tanya Jongho. “Gula darahku cepet ngedropnya dan rendah banget. Makanya harus sedia cola di rumah. Cola kan kandungan gulanya tinggi” kata Yeosang. “Ah..” kata Jongho. “Udah selesai” kata Yeosang.

Ternyata, Yeosang mengikat tali sepatu Jongho dan memastikan bahwa tali tersebut tidak akan lepas walaupun dipakai berlari. “Terima kasih banyak Yeosang” kata Jongho. “Sama-sama” kata Yeosang sambil tersenyum.


Beberapa hari kemudian, kelas Yeosang dan Jongho mengikuti kelas olahraga. Jongho tersenyum senang, karena ia tidak perlu takut lagi akan tersandung selama pelajaran olahraga, karena simpul tali yang dibuat Yeosang masih terikat rapi di sepatunya.

“Hari ini kita akan ambil nilai ya. Nilainya dari lari estafet ya. Satu kelompok 4 orang aja sesuai nomor absen” kata guru olahraga. Yeosang dan Jongho pun harus terpisah dikarenakan nomor absen mereka yang cukup berjauhan.

Kelompok Jongho maju duluan. Yeosang tanpa sadar tersenyum melihat Jongho yang berlari dengan mudah tanpa harus tersandung tali sepatu. “Selanjutnya, Kang Yeosang” panggil guru olahraga tersebut. Yeosang dan 3 temannya pun beranjak menuju lapangan. Yeosang mendapat tempat terakhir dan ia tidak masalah dengan hal itu.

PRIT!!

Peluit pun berbunyi. Teman pertamanya mulai berlari menuju teman keduanya sambil memberikan tongkat estafet. Teman keduanya pun mulai berlari kepada teman ketiganya. Yeosang pun bersiap menerima tongkat ketiga dari temannya itu.

Ketika tongkat estafet sudah berada di tangannya, Yeosang pun bersiap untuk berlari. Namun, pandangannya berubah menjadi gelap dan kesadarannya menghilang. “YEOSANG!!” Hal terakhir yang bisa didengarnya adalah suara Jongho yang berteriak memanggil namanya.


Yeosang terbangun dengan kepalanya yang masih sangat pusing. Matanya melirik keadaan sekitar dan Yeosang menyadari bahwa dirinya berada di uks. Jam sekolah pun menunjukkan pukul 4 sore. “Yeosang??”

Yeosang memandang ke arah sebelah kanannya dan mendapati Jongho disana. “Masih pusing ga?? Mau cola? Aku tadi minta mamaku. Colanya masih dingin kok” kata Jongho. “Mama?” Tanya Yeosang. “Hehehe.. Yang jualan minuman di kantin tuh mamaku” kata Jongho.

Yeosang menerima sekaleng cola dan meminumnya untuk memulihkan rasa pusing yang menderanya. “Kamu belum pulang?” Tanya Yeosang. “Belum. Kan masih ada yang ekskul basket. Mamaku biasanya nungguin sampai yang ekskul selesai baru pulang” kata Jongho.

“Ah..” kata Yeosang. “Kamu masih pusing ga?? Butuh yang lain?” Tanya Jongho. “Engga. Butuh kamu aja disini” kata Yeosang. Jongho pun terkejut tapi diam-diam matanya tersenyum pada Yeosang. Satu kata yang menggambarkan mata itu.

Indah.

Yeosang ingin melihatnya setiap hari. Yeosang ingin membuat mata itu terus tersenyum padanya dan menampilkan binar yang cerah. “Yeosang?? Kenapa??” Panggil Jongho.

“Engga hehe.. Oh ya, kamu pinter matematika kan ya? Bisa dong ajarin aku Fisika. Aku remed fisika terus nih” kata Yeosang. “Kok dari matematika jadi fisika?” Tanya Jongho. “Biasanya yang pinter matematika pasti bisa fisika” kata Yeosang. “Teori darimana itu?” Tanya Jongho.

“Teori dari aku” kata Yeosang. Jongho menggelengkan kepalanya dan dibalas Yeosang dengan cengiran semata. “Iya deh. Tapi kamu ajarin aku kimia ya? Otakku mumet banget setiap belajar kimia” kata Jongho. “Sipp. Bisa diatur itu mah” kata Yeosang.

Untuk saat ini, baik Yeosang dan Jongho belum memahami arti dari jantung mereka yang berdetak lebih cepat ketika merasakan eksistensi satu sama lain. Tetapi, biarlah. Saat ini, biarkan mereka menikmati waktu-waktu terakhir di SMA dengan belajar bersama. Siapa tau setelahnya mereka menyadari bahwa ada rasa kasih dan sayang untuk satu sama lain?

“HAI SEMUA SELAMAT PAGI!! PANGERAN MAHARDIKA DATANG UNTUK MENEMANI PAGI KALIAN SEMUA!!” Teriak seorang pemuda bertubuh tinggi sambil menenteng sebuah tas berisi gitar listrik kesayangannya, atau Mahardika (biasa dipanggil Dika sih).

“BERISIK TIANG BAMBU!!” Kata seorang yang lebih pendek dan membawa tas berisi stik drum sambil menempeleng kepala Dika. “Sandya bogel anjir” kata Dika sambil mengaduh. “Duhh berisik tau ga? Udah dateng telat, berisik pula” kata seorang dengan rambut pirang. Ia sedang menyetem bassnya omong-omong.

“Duh Yohan, bilang aja lo kangen sama gue kan?” Kata Sandya sambil merangkul pemuda berambut pirang tersebut atau Yohan. “Bacot. Minggir coba” kata Yohan sambil berusaha menyingkirkan tangan Sandya dari bahunya. “Udah udah. Napa sih lo berdua tuh ributtt mulu? Diliatin sama adek noh” kata pemuda yang berdiri di balik keyboard.

“Ihh bang Hasta adek aja ketawa-ketawa liat kita” kata Dika. “Kalian pada lucu bang soalnya” kata seseorang yang duduk di depan stand mic sambil tersenyum memamerkan giginya. “Udah, udah. Gua cuma nyewa 2 jam doang nih. Yuk kita latihan sekarang” kata Hasta, pemuda di balik keyboard.

“Ayoo!!!”

Mereka adalah Teenagers. Sekelompok orang yang merupakan teman dekat sejak menjadi mahasiswa baru itu memiliki persamaan, yaitu sama-sama menyukai musik. Dari awalnya iseng 'manggung' di event jurusan, mereka pun memutuskan untuk membuat band yang terdiri dari 5 orang.

Band tersebut diketuai Hasta yang merupakan seorang keyboardist. Kemudian ada Yohan si bassist, Sandya yang merupakan drummer, Dika yang merupakan pemain gitar dan terakhir Jovi, si bontot dengan kemampuan vocal yang keren.

Mereka baru saja membentuk band ini dan baru tampil hanya di event jurusan ataupun kafe-kafe kecil. Makanya, mereka belum mempunyai uang yang cukup untuk membeli studio untuk latihan. Mereka hanya bisa menyewa studio selama 1-2 jam, dan itu pun berpindah-pindah.

Tapi, bagi mereka, itu sudah cukup untuk saat ini.


“Eh, Jov, ini FISIP ngundang kita jadi performer??” Tanya Hasta pada Jovi ketika mereka menyelesaikan latihan mereka. “Iya bang. Ketua acaranya temenku. Mereka tadinya mau undang Enam Hari, tapi anggaran mereka ga cukup. Jadi aku bilang, kenapa ga undang bandku aja? Kita masih murah kok bayarannya. Trus sama temenku langsung diiyain deh” kata Jovi.

“Hah? Serius? FISIP aja ga kuat ngundang Enam Hari?” Tanya Sandya pada Jovi. Jovi pun mengangguk menjawab pertanyaan Sandya. “Gue denger rate mereka tuh 10 juta buat 3 lagu” kata Yohan. “Hm wajar sih, soalnya mereka terkenal juga kan? Gila sih alumni kampus kita ada yang jadi artis gede cuy” kata Dika.

“MALAM MASYARAKAT!!” Kelimanya mengalihkan pandangan ke arah pintu studio yang terbuka. Ternyata ada dua orang pemuda dengan tinggi yang berbeda masuk ke dalam studio. “Hai Tira, Hai Wira. Sini masuk” kata Hasta.

“Eh bang Hasta, kalian bakal tampil di FISIP. Tadi ketua acaranya dah ketemu sama gue” kata pemuda yang bertubuh lebih pendek, atau Wira. “Udah tau. Jovi dah bilang tadi” kata Hasta. “Yahh kok udah dispill sih dek?? Kan aku manager kalian” kata Wira sambil berpura-pura cemberut. “Ya lo datengnya telat. Napa juga mau ikut gua? Udah tau gua mah dosen-dosennya ajaib” kata pemua yang bertubuh tinggi atau Yudhistira.

“Ish gua males naik commuter. Jam segini pasti lagi rame-ramenya” kata Wira. “Iya dah serah lu” kata Yudhistira. “Eh bang, lo harus tau bayaran lo berapa” kata Wira dengan semangat. “Berapa? Rate kita tuh 1 juta buat dua lagu kan ya?” Kata Hasta.

“Iya. Tapi, mereka mau bayar kalian 1 juta untuk satu lagu. Dan mereka mau kalian bawa 3 lagu, which mean kalian bakal dapet 3 juta” kata Wira. “HAH??” seru kelimanya bersamaan. “SERIUS LO WIR??” tanya Yohan. “DUA RIUS” seru Wira pada Yohan. “Anjir, akhirnya gue bisa ganti senar si epen” kata Dika sambil pura-pura menangis.

“Epen siapa njir?” Tanya Yudhistira. “Nih gitar gua, namanya Epen. Diambil dari Fender, yaa walaupun second sih, gapapa lah” kata Dika sambil memamerkan gitar kesayangannya. “Malah makin keren ga sih kalo gitar lama gitu?” Kata Yohan. “Iya, Yo. Makin bagus suaranya anjir kalo gitar second tuh” kata Dika dengan semangat.

“Kalian pilih aja lagunya. Pake baju yang keren tapi santai ya. Nanti gua sama Yudhis bakal jemput kalian” kata Wira. “Lo ganti-ganti nama panggilan gua ya. Tadi Tira, sekarang Yudhis” kata Yudhistira. “Gapapa. Tandanya gue sayang sama lo” kata Wira. “EW PLIS MENJAUH AJA LO SANA” kata Yudhistira dengan wajah yang pura-pura jijik terhadap Wira.

Ya inilah mereka, Teenagers, band pendatang baru yang penuh 'keceriaan' hehehehe...

“Aku pulang” kata Seonghwa sambil melepas sepatu kerjanya. “UWAH!!” Teriakan dari dapur membuat Seonghwa panik dan segera berlari mendekati dapur. “HONGJOONG!! KENAPA??” tanya Seonghwa yang panik.

Ketika Seonghwa melihat kondisi dapur, dia tertegun melihat dapur yang, ekhem, sangat berantakan. “Welcome home, honey. Maaf berantakan. I'm trying to make Strawberry Shortcake for you. Tapi, tadi telurnya jatuh satu. Terus ketumpahan tepung juga. Aku janji bakal beresin ini” kata Hongjoong panjang lebar.

Seonghwa pun tersenyum hangat. Hongjoong ingat makanan kesukaannya. “Thank you” kata Seonghwa. “No need to say thank you, babe. Kamu udah cape kerja di luar rumah, jadi harus aku treat dengan baik kan?” Kata Hongjoong. Seonghwa mengangguk gemas dan Hongjoong pun ikut tersenyum melihat senyuman Seonghwa.

Sebagai seorang produser musik, Hongjoong memang bekerja dari rumah. Berbanding terbalik dengan Seonghwa yang merupakan seorang interior designer di management hotel international dan mengharuskannya untuk pergi ke kantor.

“Kamu mandi gih. Tadi bayanganku abis bikin kue, aku mau masak. Tapi kayanya ga bisa deh jadi aku delivery” kata Hongjoong. “Gapapa, sesekali boleh makan fast food kok!!” Kata Seonghwa. “Hahaha, oke gemes. Abis makan, kita nonton ya” kata Hongjoong. “Beresin dapur dulu ya jangan lupa” kata Seonghwa. “Siap!!” Kata Hongjoong.


Setelah makan dan membersihkan dapur, Hongjoong dan Seonghwa duduk pada sofa bed di ruang tamu mereka untuk menonton tayangan netflix. “Mau nonton apa?” Tanya Hongjoong. “Minion dong” kata Seonghwa.

“Seriously?” Tanya Hongjoong. “Serius ihh!! Aku mau liat Kevin, Stuart, Dave dan yang lain” kata Seonghwa dengan mata berbinarnya. “Aku aja ga bisa bedain mereka yang mana” kata Hongjoong. “Ihh udah ayo nonton Minion” kata Seonghwa. “Iya iya” kata Hongjoong sambil mengambil remote tv dan menyalakan tayangan Minion.

Seonghwa menyandarkan kepalanya di bahu Hongjoong sambil memeluk lengan pria kesayangannya itu. Sedangkan Hongjoong memperbaiki selimut yang mereka gunakan. “Joong” panggil Seonghwa lembut. “Kenapa sayang?” Tanya Hongjoong.

“Aku...” Seonghwa menghentikan ucapannya sementara. Hongjoong paham bahwa Seonghwa pasti gugup untuk menceritakan apa yang sedang dipikirkannya. Berhubungan lebih dari 3 tahun dan tinggal bersama selama setahun membuat Hongjoong paham, bahwa terkadang, Seonghwa tidak mampu mengungkapkan kata-kata di dalam pikirannya.

“Aku banyak denger dari orang. Katanya I don't deserve this title. As an Interior Designer. Kata temen-temenku, aku ga jago design. Aku harusnya ga ambil kuliah ini” kata Seonghwa pelan. “Oh baby, come here” kata Hongjoong yang langsung memeluk Seonghwa sesaat setelah Seonghwa menyelesaikan ceritanya.

“Kamu deserve sayang. Kamu yang terbaik. Temen-temen kamu gatau apa yang harus kamu lewatin untuk dapet title sebagai interior designer. Berapa uang yang kamu keluarkan, jam tidur yang kamu korbanin, air mata yang kamu keluarkan” kata Hongjoong.

“Bener??” Tanya Seonghwa. “Iya sayang. Kamu itu hebat banget. Kalo kamu ga hebat, ga mungkin kamu bisa kerja di hotel international, Hwa” kata Hongjoong sambil merapikan poni Seonghwa dan mencubit pelan pipi tembam kekasihnya.

“Makasih ya buat segalanya. Makasih udah bertahan sama aku, padahal ada jutaan orang baik di luar sana” kata Seonghwa. “Sayang, dengerin aku deh. Kamu salah satu dari jutaan orang baik itu. Ditambah lagi kamu itu bikin aku nyaman. Kamu ngertiin kerjaan aku dan juga perasaan aku” kata Hongjoong dengan lembut.

“Aku juga makasih loh sama kamu. Kamu itu walaupun sibuk, selalu inget hal-hal kecil yang kadang aku lewatin” kata Hongjoong sambil mengusak rambut Seonghwa dengan lembut. Seonghwa tersenyum dan merapatkan tubuhnya pada pelukan Hongjoong.

“Aku beruntung banget punya kamu, Hwa” kata Hongjoong. “Aku juga. Terima kasih, untuk segalanya. Untuk hadir di hidupku” kata Seonghwa. Hongjoong tersenyum dan mengecup punggung tangan Seonghwa. Hongjoong biasanya akan melakukan hal tersebut jika ia ingin mengungkapkan perasaan terdalam yang dirasakannya.

Terima kasih juga. Aku sayang kamu” itu ungkapan yang ingin dikatakan Hongjoong pada Seonghwa.

Keduanya pun melanjutkan menonton tayangan animasi Minion, sampai Seonghwa merasakan Hongjoong bersandar di bahunya dan terlelap dengan nyaman. “Yaampun lucu banget pacarku” kata Seonghwa sambil terkekeh.

Seonghwa pun memindahkan kepala Hongjoong pelan-pelan ke atas bantal yang sebelumnya mereka ambil dari kamar. Setelah itu, Seonghwa mematikan tv dan ikut menidurkan dirinya di samping Hongjoong.

Namun tiba-tiba, tangan Hongjoong berada di pinggangnya dan menariknya pelan. Seonghwa tersenyum kemudian mulai merapatkan dirinya di dalam dekapan Hongjoong, dan tentunya menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya.

Selamat beristirahat Hongjoong dan Seonghwa!! Tidur yang nyenyak dan semoga mimpi indah!!

Yung!!” Wooyoung yang sedang tertidur pun langsung membuka matanya. Ia menolehkan kepalanya ke arah kanan dan mendapati member termuda dalam grupnya, Jongho bersimpuh dengan mata berbinar. “Jjongie?” Panggil Wooyoung memastikan.

Nee??” Kata Jongho dengan gemas. “Aduh gemes banget. Come here baby” kata Wooyoung sambil menggendong Jongho dan memangkunya. Jongho yang dipangku Wooyoung pun terlihat senang dan mengeluarkan coletahan yang tidak dipahami Wooyoung atau bubbling.

Wooyoung mengelus rambut Jongho. Memikirkan seribu alasan kenapa Jongho slip kembali. Padahal sudah cukup lama setelah terakhir kali anak itu slip. Menurut Wooyoung juga tidak ada hal yang membuat Jongho tertekan atau stress. “Yungg??” Panggil Jongho.

Pemikiran Wooyoung pun terpecah ketika Jongho memanggilnya kembali. “Kenapa, bayi?” Tanya Wooyoung. “Mau teddy. Teddy yang besal” kata Jongho. “Yaudah kita ambil di kamar Mingi ya?” Kata Wooyoung. “Eung!! Gendong~~” kata Jongho sambil mengulurkan tangannya kepada Wooyoung. Wooyoung pun tersenyum dan menggendong Jongho keluar dari kamar mereka.

Wooyoung masuk ke kamar Mingi dan mengambil boneka beruang besar milik Jongho. Boneka itu bahkan lebih besar dari tubuhnya, tapi Jongho sangat senang ketika Mingi kembali dari hiatusnya dan membelikan boneka itu untuknya.

Wooyoung menurunkan Jongho di sofa ruang tamu bersama bonekanya. Ia pun membereskan meja ruang tamu, memasang karpet juga pagar di sekeliling karpet agar Jongho yang sedang slip itu, tidak mengacak-acak dorm.

“Yuk masuk kesini, sayang” kata Wooyoung. Jongho mengangguk dan masuk ke dalam pagar sambil memeluk boneka tersebut. “Pake diaper dulu yuk?” Tanya Wooyoung. “Nda mau” kata Jongho sambil mengerucutkan bibirnya. “Yaudah, tapi kalo mau pipis, panggil hyung ya? Hyung masak sarapan dulu okay?” Kata Wooyoung. “Kayy!!” Kata Jongho. Wooyoung pun tersenyum dan beranjak pergi ke dapur.


“Selamat pagi Wooyoung.” Wooyoung yang sedang memasak sup rumput laut itu hampir menjatuhkan sendok supnya ketika mendengar suara Hongjoong. “Astaga hyung!! Bikin kaget tau ga?” Kata Wooyoung. “Hehehe maaf maaf” kata Hongjoong. “Mau sarapan hyung?” Tanya Wooyoung. “Hm boleh deh. Aku bikin teh anget dulu” kata Hongjoong.

Yungggg!!! Mau pipisss” seru Jongho dari ruang tengah. “Kamu ga pakein diaper?” Tanya Hongjoong. “Anaknya ga mau. Sana hyung, urus dulu bayi gedenya” kata Wooyoung. Hongjoong pun beranjak meninggalkan ruang makan untuk mengurus Jongho. Dan tidak lama kemudian, Hongjoong sudah kembali.

“Hyung katanya mau bikin teh anget” kata Wooyoung. “Oh iya” kata Hongjoong sambil mengambil gelas untuk menyeduh teh. “Good morning” kata San yang sudah bangun dan mengecup pipi Wooyoung. “Morning.. Mau makan?” Tanya Wooyoung. “Boleh” kata San. “Aku bangunin yang lain dulu” kata Wooyoung.

“Jangan. Mending kamu makan dulu. Yang lain bisa bangun sendiri” kata San sambil menahan tangan Wooyoung. “Mending kamu suapin Jongho daripada bangunin yang lain” kata Hongjoong. “Jongho slip?” Tanya San. “Iya. Gatau kenapa bisa slip. Mau bangunin Yeosang tapi ga tega” kata Wooyoung. “Bubbling terus tuh” kata Hongjoong sambil tersenyum.

“Yaudah aku aja yang gendong si bayi” kata San sambil beranjak ke ruang tamu. “Aku bawa supnya kesini ya” kata Wooyoung. Setelah Wooyoung menempatkan sup buatannya di meja makan, San pun kembali sambil menggendong Jongho. “Hongjoong hyungg~~~ Liat nih ada yang ga mau mam” kata San.

SIAPA BILANG???” Kata Jongho dengan wajah sok garangnya. “Tadi ga mau mam” kata San dengan wajah pura-pura cemberut. “Tapi tapi, Jjongie masih mau main” kata Jongho sambil mengerucutkan bibirnya.

“Mam dulu ya? Abis itu kita main bareng” bujuk Wooyoung. “Plomise?” Tanya Jongho sambil mengulurkan jari kelingkingnya pada Wooyoung. “Pinky promise” kata Wooyoung sambil menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Jongho.

“Yuk makan. Hyung suapin” kata Wooyoung. “Jjongie mau mam sendili” kata Jongho. “San, tolong ambilin bib dong” kata Wooyoung. San pun mengangguk dan mengambil bib khusus orang dewasa dan memasangkannya di leher Jongho.

Hongjoong mengambil peralatan makan berbahan kayu untuk Jongho, sedangkan Wooyoung menyiapkan makanan untuk Jongho. “Nah, jangan berantakan ya mamnya” kata Wooyoung. “Neee!!!” Kata Jongho sambil tersenyum dan mulai memakan makanannya.

“Pagi~~~ Eh udah ada makanan aja” kata Seonghwa yang baru bangun. “Hwa yunggg!!!” Seru Jongho sambil merentangkan tangannya ke arah Seonghwa, meminta sebuah pelukan. “Halo sayang.. Lagi makan ya?? Duh pinternya mam sendiri” kata Seonghwa sambil mengelus rambut Jongho.

“Kamu kok langsung sadar kalo Jongho slip?” Tanya Hongjoong. “Dia pake bib. Terus, makannya juga berantakan” kata Seonghwa. “Wah... Emang ya Seonghwa hyung cocok punya keluarga sendiri. Hyung ga mau cepet-cepet nikahin Seonghwa hyung?” Kata San pada Hongjoong.

NDA BOLEH!! Aku mau sama Hwa yung, sama Joong hyung” kata Jongho sambil memeluk perut Seonghwa. “Tuh ga dibolehin San Hahaha” kata Hongjoong. “Ayo mamnya yang pinter” kata Seonghwa sambil mengelus rambut Jongho dan Jongho kembali memakan makanannya.


Yeosang termenung di ruang tamu. Setelah dirinya bangun dan menemukan Jongho yang slip, ia memikirkan alasan dibalik kekasihnya yang kembali slip. “Ga ada yang bikin dia tertekan deh asaan” kata Yeosang.

Yung??” Lamunan Yeosang sontak buyar ketika mendapati Jongho yang merangkak ke arahnya dan memandangnya dengan mata bulat jernih itu. “Hai sayang. Sini” kata Yeosang sambil memangku Jongho.

Jongho yang sedang merasa kecil itu pun menyandarkan kepalanya ke dada Yeosang dan Yeosang memangku tubuh Jongho. Yeosang menciumi rambut hitam lembut milik kekasihnya itu. Jongho sendiri hanya diam sambil memainkan jari-jari Yeosang.

Yunggg” panggil Jongho. “Kenapa sayang?” Tanya Yeosang. “Jjongie cape.. Jjongie mau main, mau pelukan sama yung” kata Jongho sambil menatap binar Yeosang. Yeosang tersenyum melihat mata yang berbinar itu memandangnya. Jadi itu alasannya. Jongho kelelahan dengan jadwal yang ada, dan ia hanya butuh istirahat. Beruntung, besok mereka sedang tidak ada jadwal.

Jjongie tidak mau menganggu hyung dan hyung lain” kata Jongho. “Iya sayang.. Hari ini, kita main bareng ya” kata Yeosang. Jongho pun tersenyum lalu menyenderkan kepalanya ke dada Yeosang dan terus berceloteh senang.

Yeosang memperhatikan sekelilingnya dan menemukan kertas origami. Tangannya mengambil kertas origami tersebut dan membentuknya menjadi bentuk burung. “Jjongie, ini bentuk apa coba?” Tanya Yeosang. Jongho mengalihkan pandangannya kepada origami tersebut kemudian memekik senang.

BUWUNGG!!” seru Jongho sambil berusaha mengambil origami berbentuk burung tersebut dari tangan Yeosang. “Ini hadiah buat Jjongie karena Jjongie udah jadi anak yang pinter” kata Yeosang sambil memberikan origami tersebut.

“Jjongiee~~~” Jongho mendongakkan kepalanya dan tersenyum sambil memamerkan giginya karena mendapati Yunho dan Mingi, dua kakak tiangnya yang sedari tadi tidak bisa dia temukan. “Liat nih, hyung punya apa buat Jjongie” kata Yunho sambil memberikan balon berbentuk beruang pada Jongho.

Ni apa??” Tanya Jongho pada Yunho. “Be-ru-ang namanya” kata Yunho. “Aya Teddy? (Kaya Teddy?)” Tanya Jongho. “Iya, kaya Teddy” kata Mingi. “Kalau dikasih hadiah bilang apa, Jjongie?” Tanya Yeosang. “Makasih!!” kata Jongho dengan senyuman. “Aduh lucu banget sih” kata Yunho sambil mencubiti pipi tembam Jongho.


Jongho membuka matanya dan ia mendapati dirinya tertidur di kasur lipat yang diletakkan di dalam pagar. Di sampingnya terdapat Yeosang yang tertidur sambil duduk dan kepalanya berada di sofa. Jongho memperhatikan sekelilingnya dan mendapati origami serta balon disana.

“Haish.. aku pasti slip lagi” kata Jongho. Jongho menggeser sedikit kasurnya, bermaksud duduk di sebelah Yeosang. Jongho pelan-pelan menggeser kepala Yeosang agar meletakkan kepalanya di bahu miliknya. “Selamat istirahat hyung. Terima kasih sudah menerimaku dan menemaniku” kata Jongho sambil tersenyum.

Hongjoong membuka pintu dorm dan mendapati Seonghwa yang sedang menenangkan Jongho di ruang tamu. “Aduh jangan nangis dong.. katanya mau jalan sama Hongjoong. Udah yaa.. adek kakak yang pinter jangan nangis lagi” kata Seonghwa sambil mengelap air mata Jongho yang ada di pipinya.

“Aku.. aku.. hueeee...” Tangis Jongho kembali pecah dan membuat Seonghwa kebingungan. “Hai? Jadi, pacarku kenapa Hwa?” Tanya Hongjoong. “Hueeee kakakkk” kata Jongho sambil berlari memeluk Hongjoong dan menangis di bahu leader kesayangannya itu.

“Gatau Joong sumpah ya. Aku udah abis 10 lembar tissue kali buat hapusin air matanya. Udah dibujukin sama Yunho mau dibeliin es krim, tapi tetep nangis” kata Seonghwa sambil memijat keningnya. Hongjoong hanya menggeleng kemudian menepuk punggung kekasih manisnya itu.

“Udah dong jangan nangis. Pacar kakak anak baik kan?? Jangan nangis ya.. Yuk kita ngedate. Masa mau ngedate tapi matanya bengkak??” Kata Hongjoong. “Tapi.. Tapi.. Kakak cape..” kata Jongho dengan lirih.

“Cape kakak ilang kalo ketemu kamu sayang” kata Hongjoong. Seonghwa pura-pura mau muntah mendengar gombalan Hongjoong dan dibalas dengan delikan oleh Hongjoong. “Beneran??” Tanya Jongho sambil mengelap air matanya. “Iya sayang. Yuk kita pergi sekarang?” Tanya Hongjoong. “Ayoo!!!” Kata Jongho dengan senyuman.

“Ka Hwa, Jongho pergi yaa” kata Jongho. “Iya adek. Hati-hati ya. Joong, adek jaga bener-bener loh ya” kata Seonghwa. “Iya ih, masa aku nyelakain pacar sendiri” kata Hongjoong sebelum keluar dan menutup pintu dorm.


Hongjoong memutuskan untuk membawa Jongho ke Namsan. Sulit pergi ke Namsan saat musim dingin, jadi disaat musim gugur ini, Hongjoong ingin membawa kekasihnya itu pergi. Tapi tentunya dengan pakaian yang lebih tebal untuk menutupi tubuh kekasihnya itu.

Tiba-tiba, Jongho menarik tangan Hongjoong dan berlari. Hongjoong yang kaget pun ikut berlari. “ADEK! Mau kemana??” Teriak Hongjoong. “Kakak, mau beli kopi” kata Jongho yang langsung berhenti dari larinya. “Americano ke berapa hari ini?” Tanya Hongjoong. “Dua kok. Aku baru minum tadi pagi” kata Jongho. “Yaudah tunggu sini ya, kakak beliin dulu” kata Hongjoong.

Jongho mengangguk dengan lucu dan membiarkan Hongjoong pergi untuk membeli kopi hangat pesanan Jongho. “Ini” kata Hongjoong sambil memberikan kopi tersebut pada Jongho setelah kopinya jadi. “Yeyyy timaaci kakak” kata Jongho.

Hongjoong pun mendudukkan dirinya di samping Jongho. Jongho pun menyandarkan kepalanya ke bahu Hongjoong dan Hongjoong mengelus rambut kecoklatan itu. “Kakak, makasih banyak.. Padahal kakak sibuk, kakak cape, tapi kakak masih sempetin waktu buat aku” kata Jongho.

“Apa sih yang engga buat pacar kakak?? Kamu kan pacar kakak, udah jadi kewajiban kakak untuk bikin kamu seneng terus” kata Hongjoong. “Pokoknya makasih banyak ya ka.. Nanti kalo kakak cape, telepon adek aja. Adek pasti samperin kakak” kata Jongho.

“Iya deh.. Btw, mana nih yang tadi banjir katanya? Kakak mau cium dulu” goda Hongjoong. “Aaaaa jangan cium-cium kaa” kata Jongho sambil pura-pura menghindar. Tapi Hongjoong segera menarik pelan tengkuk Jongho dan mendaratkan kecupan di bibir Jongho.

“Pacar kakak paling lucu, paling gemes, paling kakak sayang” kata Hongjoong. “Hihi aku sayang kakak juga” kata Jongho sambil memeluk Hongjoong. Keduanya pun menikmati eksistensi satu sama lain.

“Kakak, fotoin aku disitu dong” kata Jongho. Dan sebelum Hongjoong mengiyakan, Jongho sudah berlari menuju spot fotonya. “Aduh lari lagi” kekeh Hongjoong sebelum berlari mendekati Jongho.