Sunshinecjh

Mingi terkejut melihat hotel tempatnya dan Jongho akan bermalam selama dua minggu ke depan. Hotel bintang lima ternama yang bahkan Mingi tidak berani untuk berharap menginap semalam disini. Dan kini, Mingi bisa merasakan kemewahan hotel ini selama 2 minggu.

“8017 kamarmu, dan 8018 adalah kamarku. I'm not sure if I can back early, so enjoy your holiday” kata Jongho sambil memberikan kartu akses kamar bernomor 8017 untuk Mingi. “Ini beneran aku liburan disini?” Tanya Mingi. Jongho pun tertawa kecil mendengar celutukan polos Mingi. “Iya Mingi. Aku ga bisa janji untuk nemenin kamu keliling NY. So enjoy yourself” kata Jongho.

“Maaf aku banyak ngerepotin ya ka” kata Mingi sambil membungkuk. “Engga kok Mingi. I've told you earlier, kalau aku seneng banget punya seseorang yang nungguin aku di rumah. Aku seneng banget ada kehadiran kamu” kata Jongho. “Makasih banyak ka” kata Mingi. “Terima kasih kembali. Istirahat sana, pasti kamu jet-lag” kata Jongho.

“Selamat istirahat ka Jongho” kata Mingi sambil masuk ke kamar. Setelah memastikan Mingi masuk ke kamarnya, Jongho langsung membuka ponselnya dan menghubungi Yeosang yang sedang menyelesaikan kasus korupsi di Seoul. “Ka Yeosang, gimana disana?” Tanya Jongho. “Clear, perusahaan sudah membayar kerugian perusahaan kita dan perusahaan itu terbukti melakukan korupsi terhadap banyak perusahaan sehingga akan dibubarkan” kata Yeosang.

Great. Comeback safely” kata Jongho. “Pasti” kata Yeosang. Jongho pun mematikan sambungan teleponnya. Jongho pun sengaja berdiam diri di depan kamarnya, karena ia tahu ada seseorang yang akan lewat di depan kamarnya.

“Ka Jongho?”

Jongho menengok dan mendapati Seonghwa, salah satu model pertama Aurora berjalan mendekatinya. “Halo Seonghwa. Glad to work with you again” kata Jongho. Seonghwa menjadi model yang akan mempromosikan pembukaan store pertama Aurora di US. Jongho memang sengaja menunggu Seonghwa untuk lewat, ia masih ingat bagaimana Seonghwa selalu mencari udara segar di malam hari.

“Aku senang bisa bekerja dengan kakak lagi” kata Seonghwa. “Begitu juga aku. Kamu kebetulan ada disini atau gimana?” Tanya Jongho. “Kamarku di 8021. Kebetulan sekali ka” kata Seonghwa. Jongho menyeringai diam, tentu saja dia tahu bahwa Seonghwa ada di lantai 8 makanya ia memesan kamar yang berdekatan dengan kamar Seonghwa.

“Kamu ada waktu ngobrol? Kayanya kita bisa minum teh hangat malam-malam gini” kata Jongho. “Boleh hehe” kata Seonghwa.


“Gimana Paris?” Tanya Jongho kepada Seonghwa sambil menunggu pesanan mereka datang. “Seru. Aku suka dengan kerjaanku di Paris. Aku jadi modelnya Chanel untuk Winter Fashion Week nanti” kata Seonghwa. “Senang mendengarnya. Aku sudah tahu kamu pasti akan jadi model papan atas sejak aku menerimamu” kata Jongho.

“Aku banyak berterima kasih sama kakak. Kakak ngajarin aku jadi model yang baik, gimana cara mempromosikan produk dan aku seneng aku bisa pamer ke orang-orang kalau produk Aurora itu produk yang bagus” kata Seonghwa dengan semangat. “Marketingnya makin jago ya kamu” kata Jongho sambil tertawa dan diikuti Seonghwa yang tertawa.

Setelah pesanan mereka datang, Jongho dan Seonghwa meminum teh pesanan mereka. “Dia apa kabar?” Tanya Jongho. “Dia siapa?” Tanya Seonghwa. “Your boyfriend” kata Jongho. “You mean, your step brother?” Tanya Seonghwa. Jongho merotasikan bola matanya dan Seonghwa hanya terkekeh.

“Dia sehat kok. Udah ngurangin minum alkohol juga. Sekarang kalo stress dia larinya ke dapur, masak gitu. Sempet ambil sertifikasi juga setauku. Perusahaannya lancar-lancar aja” kata Seonghwa. “Dia kemaren kena skandal kan? Gimana responnya?” Tanya Jongho. “Dia langsung telepon aku, dia jelasin kalo skandal itu bohong dan minta aku percaya sama dia” kata Seonghwa.

“Dan kamu percaya?” Tanya Jongho. “Aku percaya Wooyoung. Walaupun mamanya pernah selingkuh, aku yakin dia ga bakal main di belakang aku. Beside, he afraid to you. He knows that you gonna kill him if he break my heart” kata Seonghwa. “Bagus dong, soalnya itu bukan ancaman semata” kata Jongho.

“Hahaha iya dia tahu. Makanya dia langsung coba nyelesaiin skandal itu. Dan beruntung akhirnya dia nemuin pelakunya dan masuk ke persidangan” kata Seonghwa. “Glad to hear that” kata Jongho. “Kakak, ga mau ketemu Wooyoung? Setidaknya ketemu di luar rumah aja, jadi ga perlu ketemu mama kakak” kata Seonghwa.

She not my mom. I'm only have my dad” kata Jongho. “Iya, walaupun gitu, setidaknya ketemu sama Wooyoung. Dia tetep adek kakak, dan dia ga salah apa-apa” kata Seonghwa. Jongho pun menghabiskan tehnya dan meletakan kembali cangkir teh tersebut di atas piring. “Thank you Seonghwa. I'm appreciate it, but that's not your business. Maybe he's my brother, but we have our own life. Aku pulang ya, aku yang bayar” kata Jongho sambil meninggalkan meja dan membayar pesanan miliknya dan Seonghwa.


Jongho menyandarkan tubuhnya di depan pintu kamarnya. Ia merasakan bahwa tangan dan bahunya gemetar, nafas yang mulai tidak teratur, keringat yang mengucur di pelipisnya dan detak jantung yang tidak beraturan.

Selalu seperti ini. Ketika ia membicarakan masa lalunya, ia merasakan beban yang sangat berat. Jongho pun terduduk ketika ia merasa ada sesuatu yang mencekiknya dan ia mulai kesulitan bernafas. “Mi-Min.. Gi..” kata Jongho dengan lirih sebelum pandangannya menggelap dan ia terjatuh ke arah samping, tepat di depan kamar Mingi.

Di sisi lain, Mingi mulai merasa lapar. Tadinya Mingi mau memesan makan lewat layanan kamar, tapi tidak jadi melihat harganya yang mahal. Ia pun memutuskan untuk keluar mencari makan. “Eh tapi gue ga bisa bahasa Inggris. Gimana dong ya?” Kata Mingi panik. “Ah udahlah pake bahasa tubuh aja” kata Mingi.

Mingi mulai bersiap dengan menggunakan jaket, topi dan sepatunya. Dan tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Mingi mengerutkan dahinya ketika melihat Sky menghubunginya tengah malam. “Halo Ka Sky. Ada apa?” Kata Mingi. “Jongho dimana?” Tanya Sky. “Ya di kamarnya lah?” Kata Mingi dengan bingung. “Ponselnya ga bisa dihubungin. Tolong cari dia ya. Aku bantu cari dari sini sama Yeosang” kata Sky. “Oke” kata Mingi.

Mingi pun membuka pintunya dan terkejut melihat Jongho yang pingsan di depan pintu kamarnya. “Ka Jongho, Ka.. Bangun ka” kata Mingi. Mingi pun segera menggendong Jongho dan menidurkannya di tempat tidur. Mingi tidak pernah berpikir bahwa Jongho sangatlah ringan.

Mingi segera menghubungi Sky untuk mengabari bahwa Jongho bersamanya. “Ka Sky, Ka Jongho pingsan di depan kamarku. Ini udah aku tidurin di kasurku” kata Mingi. “Astaga anak itu bener-bener. Mingi, kamu ke kamar Jongho coba. Buka kopernya, terus ambil piyama. Sama kotak obat yang bening. Nanti kalau dia bangun, pesenin makan terus paksa dia minum obat” kata Sky dari seberang sana. “Itu obat apa ka? Ka Jongho udah biasa minum obat itu?” Tanya Mingi.

Itu obat penenang. Gapapa, dia jarang minum itu kok. Take note aja, kalau dia pingsan lain kali, langsung kasih obat penenang” kata Sky. “Oke ka” kata Mingi. Mingi pun segera merogoh kantung celana Jongho dan menemukan kartu akses kamarnya. Mingi menyelimuti Jongho dan bergegas menuju kamar sebelah untuk menemukan koper Jongho.

“Oke ini kopernya, untung kuncinya udah dilepas” kata Mingi. Mingi membuka koper Jongho dan menemukan kotak obat yang dimaksud Sky. Mingi juga mengambil satu set piyama milik Jongho dan kembali ke kamarnya sendiri.

“Eh ini gapapa kan ya kalo aku ganti baju ka Jongho?” Tanya Mingi. “Dahlah gas aja deh. Kasian ka Jongho pasti gerah” kata Mingi sambil membuka kemeja Jongho perlahan. Setelah baju Jongho terbuka, Mingi segera melepasnya dan menggantinya dengan piyama. “Aduh ga berani gantiin celana. Dahlah gausah deh” kata Mingi.

Mingi menaikan selimut hingga menutupi dada Jongho dan ia pun beranjak ke sofa untuk tidur disana.

“Haaa... Jam berapa coba ini..” kata Mingi. Mingi terbangun ketika mendengar suara alarm dari ponselnya. Mingi lupa mematikan alarm yang dipasangnya untuk menghadiri kelas, padahal dia udah libur :)

Mingi pun menengok ke meja nakas untuk melihat jam digital. Dan saat itu juga Mingi ingin mengumpat. Soalnya, masih jam 5 pagi :')))

“Hadeh, udah begini mah ga bisa tidur lagi” kata Mingi. Mingi pun keluar dari kamarnya dan melihat keadaan rumah yang masih gelap. “Oke berarti ka Jongho belum bangun” kata Mingi. Mingi pun turun dari lantai 2 menuju dapur. “Sarapan apa kita hari ini ya?” Kata Mingi. Mingi membuka kulkas dan mengambil sekotak susu cair yang ia dan Jongho beli kemarin.

Mingi menuangkan susunya ke dalam gelas dan meminumnya sambil melihat stok makanan yang ada di kitchen counter. “Bikin roti panggang enak nih” kata Mingi ketika ia melihat ada roti dan mentega disana. Mingi pun menghabiskan susunya dan mulai mengambil roti. Ia mengolesi kedua sisi roti dengan mentega, kemudian menyiapkan teflon dan mulai memanggang roti.

“Kamu ngapain Gi?” Mingi terkejut dengan Jongho yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Ia hampir saja menjatuhkan teflon yang sedang dipegangnya. “O-Oh, morning Ka hehe... Tidurnya nyenyak?” Tanya Mingi. “Ya lumayan.. Aku udah lama ga jalan-jalan, jadi nempel kasur langsung tidur” kata Jongho. “Bagus deh kalo kakak tidurnya nyenyak” kata Mingi. “Kamu bikin apa?” Tanya Jongho.

“Roti panggang. Kakak mau?” Tawar Mingi pada Jongho. Jongho pun mengerutkan dahinya ketika mendengar tawaran Mingi. “Toast maksudnya? Ngapain bikin pake teflon?” Tanya Jongho. “Lah, emang pake teflon kan?? Aku biasa di rumah pake teflon” kata Mingi dengan bingung. “Kan ada toaster. Ada oven juga tuh di sebelah kompor” kata Jongho sambil menunjuk mesin pemanggang roti tepat di sebelah air fryer dan menunjukan oven yang besar di bagian bawah.

Lah iya, Mingi lupa kalo Jongho tuh orang kaya :)

“Aku ga ngerti pake toaster ka hehe.. Terus, oven kakak ini terlalu banyak tombolnya, aku ga paham. Oven kakak di rumah cuma 2 tombol soalnya” kata Mingi. “Lagian lebih enak pake teflon ka, lebih garing” jelas Mingi selanjutnya. Jongho pun terkekeh mendengar pengakuan jujur Mingi. “Kalo gitu aku juga mau dong. Sama telur ya” kata Jongho. “Oke ka” kata Mingi.

Mingi pun segera membuatkan roti panggang dan menggoreng telur untuk Jongho. “Nih ka, selamat makan” kata Mingi sambil meletakan piring berisi 2 lembar roti panggang dan sebuah telur goreng di hadapan Jongho yang sedang bermain ponselnya. “Thanks. Oh iya kamu punya paspor ga?” Kata Jongho. Mingi yang sedang minum pun tersedak ketika Jongho bertanya seperti itu.

Ini beneran dia diajak ke US berdua doang? BERDUA?

“Engga ka. Lagian ga pernah mikir kalo bisa ke luar negeri” kata Mingi. “Yaudah, nanti kamu dijemput sama Ka Yeosang ya. Dia bakal anter kamu ke imigrasi dan ngurusin paspor kamu” kata Jongho. “Oke ka” kata Mingi. “Oh ya, minta nomor rekeningmu sama virtual account kampusmu” kata Jongho. Mingi pun mengambil ponselnya dan menyebutkan nomor rekening berserta nomor virtual account untuk pembayaran kuliahnya.

I've sent 7 million to your account ya. Aku dah janji bakal bayar kamu 15 juta per bulan kan? Jadi 500 ribu per hari. Karna bulan ini tinggal 2 minggu lagi, jadi aku bayar kamu untuk 2 minggu jadi 7 juta. Coba dicek mutasinya” kata Jongho. Mingi terpelatuk mendengar ucapan Jongho. Nih orang ngasih 7 juta, berasa cuma ngasih 7 ribu doang.

“Udah masuk ka” kata Mingi sambil menunjukan mutasi rekeningnya. “Oke good. Kalau ada butuh beli barang-barang buat kuliah bilang aja ya. Terus kamu sekarang semester 5 ya?” Kata Jongho. “Iya ka” kata Mingi. “Bayaran semester 5 udah lunas?” Tanya Jongho. “Udah ka. Bayaran kemarin jadi model bisa bantu buat lunasin semesteran” kata Mingi. “Hm kamu semesterannya 8 juta ya. Ini bisa bayar langsung sampe semester 8 ga ya?” Kata Jongho.

“Gimana ka?” Tanya Mingi. “Coba besok tanyain ke layanan mahasiswanya ya. Bisa ga kalo bayar sampe lulus. Kalo bisa nanti aku langsung tf” kata Jongho. “Kenapa ga per semester aja ka?” Tanya Mingi. “Ya gapapa? Cuma 24 juta ini. Santai” kata Jongho. Sekali lagi, Mingi terpelatuk mendengar ucapan Jongho. 24 juta bisa buat kehidupan dia setahun kayanya. “Oke ka, nanti aku tanyain” kata Mingi.

Mingi menghabiskan sarapannya dan memperhatikan Jongho masih memainkan ponselnya tanpa menyentuh makanan buatannya. “Ga biasa sarapan ya ka?” Tanya Mingi. “Hah? Oh engga kok biasa sarapan” kata Jongho tanpa mengalihkan matanya dari ponsel. “Terus kenapa ga dimakan ka?? Nanti sakit perut loh di kantor. Apa kakak ga suka roti? Nanti aku masakin nasi aja gimana?” kata Mingi.

“Bukan gitu Gi. Sabar ya, abis ini selesai aku jelasin” kata Jongho dengan cepat. Sekitar 5 menit berlalu, Jongho pun tersenyum lebar dan mengunci ponselnya. “Abis chat sama pacar ya ka?” Tanya Mingi. “Sembarangan, aku tuh single tau. Kamu kan tau aku bayar kamu karena aku trauma” kata Jongho. “Terus kenapa ka?” Tanya Mingi penasaran.

“Ini nih, Seungmin nyebelin banget. Pagi-pagi nyuruh orang mantengin saham. Dikata bursanya udah buka apa?” Kata Jongho. “Terus kenapa tadi senyum ka?” Tanya Mingi. “Nah itu, tadi pas udah jam buka bursanya, Seungmin nyuruh aku trading masa. Pake punya dia sih, alibinya dia sibuk. Bener-bener tuh orang. Untung match” kata Jongho. “Seungmin tuh siapa ka?” Tanya Mingi.

“Seungmin tuh namanya Sky. Sky itu sebenernya nama baptis dia. Nama asli dia tuh Kim Sky Seungmin. Tapi akhirnya dia ganti nama jadi pake Sky Kim” kata Jongho. “Kalau ganti nama gitu, orangtuanya ga marah?” Tanya Mingi. “Engga tuh. Malah orangtuanya yang nyuruh Seungmin cepet-cepet ganti nama. Mungkin karena nama baptis kali ya? Kan dikasih sama pendeta langsung” kata Jongho.

“Ohh bisa jadi sih ka” kata Mingi. Tiba-tiba pintu rumah Jongho pun terbuka. Ternyata yang datang adalah seorang wanita yang berusia sekitar 40 tahunan. “Loh, Tuan Jongho kedatangan teman?” Kata wanita tersebut. “Pagi Bibi Na!! Kenalin ini Mingi, dia kerja sama aku dan bakal tinggal disini. Nah Mingi, kenalin ini Bibi Na. Bibi Na ini yang ngurusin aku dari kecil” kata Jongho.

“Selamat pagi Bibi Na, perkenalkan saya Mingi” kata Mingi sambil membungkuk. “Selamat pagi juga Tuan Mingi” kata Bibi Na dengan ramah. “Bibi, aku minggu depan pergi ke US, nanti Bibi liburan aja ya? Gausah dateng ke rumah, soalnya mau ditutup plastik juga barang-barangnya” kata Jongho. “Baik Tuan Jongho. Nanti saya datangnya kalau Tuan sudah pulang berarti ya” kata Bibi Na.

“Oke Bibi Na. Nah Mingi, aku mandi dulu, terus aku ke kantor. Nanti jam 9an, kamu dijemput sama Ka Yeosang ya” kata Jongho. “Oke ka” kata Mingi pada Jongho. Ketika Jongho berlalu, Mingi segera merapikan piring bekas makannya dan Jongho untuk dicuci olehnya. “Tuan Mingi lebih baik siap-siap aja. Biar saya yang cuci nanti” kata Bibi Na. “Gapapa Bi, ga bakal telat kok. Dan panggil aku Mingi aja, aku orang biasa kok” kata Mingi.

“Tidak bisa Tuan, nanti Tuan Jongho akan marah pada saya” kata Bibi Na. “Kalo gitu, gimana Bibi panggil aku Mingi kalo ga ada Ka Jongho?” Tawar Mingi. “Baiklah kalau begitu” kata Bibi Na. Kemudian, Jongho pun turun dari lantai 2 dengan keadaan rapi, yaitu menggunakan jas dan membawa tas kerjanya. “Aku pergi kerja dulu” kata Jongho. “Hati-hati di jalan ka” kata Mingi. “Hati-hati Tuan” kata Bibi Na.

“Iyaa, terima kasih” kata Jongho sambil pergi dari rumahnya.

Mingi melihat Jongho yang duduk di bagian dalam café tersebut. Mingi memilih café ini karena kagum dengan bentuk bangunan dan interior café ini, lumayan unik dan sangat sesuai dengan tema natal. Walaupun, Mingi bingung sebenernya kenapa café ini menyajikan tema natal ketika hari natal masih jauh untuk dirayakan.

“Halo ka, maaf lama” kata Mingi pada Jongho. “Hai Gi. Santai aja, belum lama kok” kata Jongho. Di meja, tersaji dua coklat panas dan berbagai hidangan manis seperti pancake dan waffle. “Ternyata kamu pilih café ini. Fyi, yang punyanya temen saya” kata Jongho. Mingi cukup terkejut mendengarnya. Seorang Choi Jongho ternyata memiliki relasi yang cukup luas.

“Iya ka hehe.. Soalnya aku suka sama design gedung dan interiornya” kata Mingi. “Saya lumayan sering kesini. Soalnya masakan mereka ga terlalu manis. Saya kurang suka manis” kata Jongho sambil memotong wafflenya, menusuk potongannya dengan garpu dan memakannya. “Ahh seperti itu. Aku jadi seneng karena ternyata kakak udah terbiasa kesini” kata Mingi sambil tersenyum lebar.

Keduanya pun terdiam beberapa saat sambil mengudap kudapan di hadapan mereka. “Kamu tahu ga filosofi dibalik design gedung dan interior café ini?” Tanya Jongho pada Mingi. Mingi pun menggelengkan kepalanya, menandakan dirinya tidak tahu. “Filosofinya dia tuh, natal biasanya jadi ajang untuk berkumpul dengan keluarga. Walaupun jauh dari keluarga, kita tetap merindukan kehangatan natal. Jadi, dia ingin membuat orang yang tidak bisa merayakan natal bersama keluarga, berkumpul disini dan merasakan kehangatan natal” jelas Jongho panjang lebar.

“Wow, keren banget filosofinya” kata Mingi. Mingi benar-benar terharu ada arsitek yang memikirkan perasaan manusia secara mendalam dan Mingi berharap ia menjadi orang seperti itu. “Oh ya, sebelum tanda tangan kontrak, ada yang mau kamu tanyain dulu?” Tanya Jongho. “Oh betul. Aku mau nanya ka. Di poin nomor 4 ini katanya aku bertanggung jawab atas apartemen kakak. Maksudnya apa ya?” Tanya Mingi.

“Ohh maksudnya gini. Saya kan seharian ada di kantor, jadi saya kurang merhatiin tagihan listrik, air, wifi. Saya juga engga ngisi bahan makanan. Jadi kamu yang isi kulkas sama bahan makanan lain. Kamu mau masak, ya masak aja. Kalau ada tagihan yang harus dibayar, bilang aja ke saya” jelas Jongho. “Ahh seperti itu. Ga masalah sih ka” kata Mingi. “Ada lagi?” Tanya Jongho.

“Untuk transport, aku bisa pergi sendiri aja ga ya ka? Soalnya kakak kan orang terkenal, nanti bisa ada masalah kalau aku terlihat pergi bersama kakak” kata Mingi. “Oke ga masalah. Berarti nanti kamu catet pengeluaran transport kamu, biar bisa saya bayar” kata Jongho. “Oke ka kalo gitu. Oh sama satu lagi. Kakak bisa ga ngomongnya pake aku? Agak gimana gitu kalau saya” kata Mingi.

“Astaga iya juga hahaha.. Oke oke, aku usahain ya” kata Jongho. “Hehe makasih banyak ka Jongho udah nawarin kerjaan ini” kata Mingi. “Sure, wolfie” kata Jongho. “Wolfie?” Tanya Mingi. “You really like a wolf. Baby wolf” kata Jongho. “Kakak boleh panggil aku pake nama itu” kata Mingi. “Hahaha oke. Ayo kita tanda tangan” kata Jongho. Jongho mengeluarkan pulpen dari jasnya dan menandatangani kontrak tersebut. Begitu pula Mingi yang ikut menandatangani kontraknya.

“Abis ini kita ke mall. I want to give you a proper clothes” kata Jongho sambil mengedipkan sebelah matanya. Well, tampaknya hidup Mingi akan berubah mulai detik ini juga.


“Mingi, do you have suits?” Tanya Jongho. Saat ini, Mingi dan Jongho berjalan bersampingan di dalam mall yang terkenal akan premium outletnya. “Engga ka. Lagian anak kuliahan belum perlu jas” kata Mingi. “Oke, kita mulai dari jas. Kamu kerja sama aku, jadi kita akan sering pergi rapat atau pesta” kata Jongho.

Jongho kemudian masuk ke sebuah toko yang menjual jas berbagai ukuran dan warna. “Tolong carikan jas yang cocok untuknya” kata Jongho kepada salah satu pegawai yang mendatanginya. “Karena kakak ini punya kaki yang jenjang, bagaimana menggunakan celana bahan yang menutupi sampai mata kaki dan motif yang polos. Itu akan membuat kakinya semakin terlihat jenjang” kata pegawainya.

“Boleh. Jasnya tolong dua warna ya, hitam dan putih” kata Jongho. Pegawai tersebut segera pergi untuk mencari jas yang dimaksud oleh Jongho. Tidak lama kemudian, dua pasang jas dibawa ke hadapannya. “Nih kamu cobain dulu. Kalo kamu nyaman, kita langsung beli. Kalo engga, kita cari yang lain” kata Jongho. Mingi mengangguk dan segera pergi ke fitting room. Sedangkan Jongho, duduk di sofa depan fitting room.

Mingi membuka tirainya dan membiarkan Jongho melihat dirinya menggunakan jas berwarna hitam. “Ini bagus. Warna yang klasik emang selalu menawan” kata Jongho. “Eung, ka?” Panggil Mingi. “Kenapa, Gi?” Tanya Jongho. “Bisa tuker vest ga ya? Kayanya vest yang ini terlalu pendek” kata Mingi. “Tolong ganti vestnya ya” kata Jongho pada pegawai toko. “Baik kak, sebentar ya” kata pegawai toko tersebut sambil melepas vest yang dipakai Mingi dan menukarnya dengan vest yang lain.

“Gimana? Udah nyaman?” Tanya Jongho. “Udah ka” kata Mingi. “Samakan ukurannya. Saya beli dua pasang” kata Jongho. Mingi segera mengganti pakaiannya dan mengikuti Jongho ke meja kasir. Jongho mengeluarkan kartu berwarna hitam untuk membayar pakaiannya. Mingi sampai tertegun melihat kartu hitam untuk pertama kalinya.

“Terima kasih” kata Jongho sambil menerima kartunya kembali. “Ayo, kita ke toko yang lain” kata Jongho. “Eh ka barangnya gimana?” Tanya Mingi. “Nanti dikirim ke apartku. Santai” kata Jongho sambil keluar dari toko tersebut. “Kamu butuh apa lagi? Mumpung kita ada di luar nih” kata Jongho.

“Eum... Belum ada sih ka” kata Mingi. “Yaudah abis ini kita beli sepatu pantofel sama sneakers buat kamu. Terus nanti kita ke salon. Aku greget banget mau cat rambut kamu” kata Jongho sambil menunjuk rambut Mingi. “Ehhh??” Tanya Mingi dengan tidak percaya. “Kenapa? Arsitek ga boleh cat rambut ya?” Tanya Jongho. “Engga juga sih ka. Cuma kaget aja, soalnya aku ga pernah cat rambut” kata Mingi.

“Hahaha astaga saya pikir kenapa. Yaudah yuk kita pergi” kata Jongho. Mingi pun mengangguk dan mengikuti langkah Jongho.


Mingi memarkirkan mobil milik Jongho di parkiran khusus miliknya. Mingi menawarkan diri untuk mengendarai mobil untuk Jongho mengingat tadi ia membeli banyak barang untuk dirinya. “Rumahku paling atas. Itu lebih ke penthouse sih. Dua hari sekali ada orang yang bersih-bersih” jelas Jongho.

Mingi mengikuti langkah Jongho untuk masuk ke lift. Jongho menempelkan kartu aksesnya dan lift itu pun segera meluncur ke lantai teratas apartemen mewah tersebut. “Nanti kartu aksesnya aku kasih ya. Selalu naik lift yang ini, karena lift ini khusus punyaku” kata Jongho.

Tidak lama kemudian, lift itu pun terhenti dan terbuka. “Oh iya aku harus daftarin sidik jarimu dulu. Sini” kata Jongho. Mingi mendekatkan jarinya ke pintu rumah Jongho dan Jongho mendaftarkan sidik jarinya. “Sudah. Nah kamu jadi gampang kalo mau keluar masuk rumah” kata Jongho. “Makasih banyak ka” kata Mingi.

“Sama-sama” kata Jongho. Tiba-tiba terdengar bunyi lift berdenting dan beberapa orang mendorong troli berisikan paper bag. “Permisi Tuan Jongho. Ini belanjaan anda” kata salah satu orang tersebut. “Terima kasih ya sudah membawakan belanjaan saya” kata Jongho. “Sama-sama Tuan Jongho. Kami kembali ya” kata orang tersebut dan mereka pun kembali ke lift.

“Kan? Sudah ku bilang belanjaanmu akan dibawakan kesini” kata Jongho. Mingi hanya terkekeh dan segera membawa kantung belanja tersebut. Jongho dan Mingi pun masuk ke rumah milik Jongho. Mingi terperangah melihat interior mewah dan rapi di dalam rumah ini. “Ini penthouse dua lantai. Kamar ada di lantai dua. Ini ruang tamu, sisi ini untuk dapur dan di dalam sana ada ruang kerjaku” jelas Jongho. “Wahh bagus banget” kata Mingi. “Terima kasih atas pujiannya. Ayo kita ke atas” kata Jongho.

Mingi pun mengikuti langkah Jongho menuju lantai dua dan melihat ada dua kamar disana. “Ini kamarku. Dan kamu bisa pake kamar disana. Di setiap kamar ada kamar mandi dan closet walk-in, jadi kamu gantung aja suitnya biar rapi, terus bajunya dilipet juga” kata Jongho. “Oke ka” kata Mingi. “Oh iya, kamu udah libur kuliah belum ya?” Tanya Jongho.

“Udah sih ka. Baru selesai uas minggu lalu” kata Mingi. “Great, minggu depan ikut aku ke US ya” kata Jongho. “Gimana?” Tanya Mingi dengan bingung.

Yunho segera memarkirkan mobilnya ketika ia sampai di kost tempat Mingi tinggal selama kuliah. Tangannya segera mengambil ponsel di dalam kantung celananya. “Gi, gua udah di bawah” kata Yunho. “Oke, tunggu bentar ya” kata Mingi dari seberang sana.

Tujuan Yunho menghubungi Mingi adalah untuk membukakan pintu utama kos untuknya. Pintu utama kost tempat Mingi tinggal dapat dibuka dari luar menggunakan sidik jari penghuni. Karena Yunho bukan penghuni kost tersebut, dia tidak bisa membuka pintunya dari luar. Sehingga ia perlu menghubungi Mingi untuk membuka pintu utama kost dari dalam.

“Woy pangeran, jadi masuk kaga” kata Mingi dari dalam kost. “Eh jadi dong” kata Yunho sambil mengikuti Mingi untuk masuk ke dalam. “Lu bawa makanan ga?” tanya Mingi. “Lu belum makan?” Tanya Yunho. “Ya udah lah. Buat ngemil maksudnya” kata Mingi. “Ada. Tau gue mah perut lo ngegilingnya cepet” kata Yunho. “Hehe pengertian deh” kata Mingi.

Mingi pun membuka kamarnya yang berada di lantai 2 dan membiarkan Yunho untuk masuk ke kamarnya kemudian menutup pintunya. “Eh jadi gimana?? Mana kontraknya coba gue liat” kata Yunho. “Tuh disana” kata Mingi sambil menunjuk amplop coklat di atas kasurnya.

Yunho pun membuka amplopnya dan membaca isi dari kontrak tersebut. “Eh ini dibiayainnya berapa?” Tanya Yunho. “He said 15 million every month” kata Mingi dengan jujur. “Wew, gaji lo nanti lebih banyak dari uang jajan gue dong ya” kata Yunho sambil tertawa. “Ntar gue traktir lo” kata Mingi sambil tertawa juga.

“Kalian berdua dilarang untuk berhubungan seksual dan non seksual juga dilarang jatuh cinta satu sama lain. Lo bisa Gi?” Tanya Yunho. “Hhh... Gua sih ga masalah ya, soalnya gua jomblo juga. Tapi gua bingung kalo kontrak ini selesai. Nanti gua terbiasa sama kehadiran dia, dan gue jadi bingung gimana nantinya” kata Mingi.

“Iya sih, apalagi lo orangnya gampang nyaman sama orang” kata Yunho. “Nah itu. Tapi duitnya lumayan Yun. Gue bisa bantuin papa sama kakak. Gua juga ga pusing lagi nyari uang tambahan buat kebutuhan kuliah” kata Mingi. “Lu kepengennya gimana gi? Lo harus yakin sama keputusan yang lo ambil. Lo harus tenang waktu mikirinnya” kata Yunho.

“Selama di perjalanan gua udah mikir sih Yun. 75 persen gua kepengen ambil kerjaan ini karena ya itu uangnya menjanjikan. Dan karena ka Jongho udah cerita juga kenapa dia minta gua” kata Mingi. “Yaudah kalau gitu ambil. Lo bilang udah 75 persen kan yakinnya? Yaudah jalanin aja. Lo belum liat ke depannya juga kan?” Kata Yunho. “Ya iya sih” kata Mingi. “Di kontraknya juga tertera kok, kalo lu diperbolehkan untuk mengakhiri kontrak kapan aja” kata Yunho.

“Huft... iya.. Ka Jongho emang sebaik itu ya ternyata” kata Mingi. “Yaudah, lo chat dia sekarang dan besok minta ketemu untuk tanda tangan kontrak ini” kata Yunho. “Oke deh. Makasih ya Yun” kata Mingi. “Selawww, gua kan anggep lo dah kaya sodara gua sendiri. Kapanpun lo butuh gua, gua pasti bantu” kata Yunho dengan mantap.

“Eh tapi, gua lupa gua ga punya nomor Ka Jongho” kata Mingi. “Asistennya pernah chat lo kan? Lo chat ke asistennya, nanti biar dia yang nyampein sendiri” kata Yunho. “Okee!! Pinter banget ya lu” kata Mingi. “Anjirr sembarangan!! Gua emang pinter ya” kata Yunho

Mingi memandang gedung tinggi dengan design gedung yang sangat modern. “Keren nih, pasti pake arsitek yang mahal. Apa gue coba gambar gedungnya Aurora kali ya buat tugas nanti?” Kata Mingi yang berbicara sendiri. “Hey Gi!!” Panggil Hongjoong. Hongjoong keluar dari gedung dengan kemeja dan celana jeans, benar-benar tipikal yang santai.

“Hai Ka Hongjoong!! Maaf banget kakak sampe harus nyamperin aku ke depan” kata Mingi dengan cepat. “Santaiii.. Ini perintah langsung dari atasan, ya kali aku biarin kamu masuk sendiri” kata Hongjoong sambil terkekeh. “Aku jujur kaget loh pas kakak chat kaya gitu” kata Mingi. “Oh ya? Maaf ya hehe.. Jongho tuh emang matanya hebat sih. Dia bisa liat model mana yang bakal bertahan di industri skincare gini” kata Hongjoong.

“Jadi sebelumnya pernah ada kejadian kaya gini juga ka?” Tanya Mingi. “Kaya gini, maksudnya request dari Jongho?” Tanya Hongjoong memastikan. “Iya” kata Mingi. “Ya ada dong. Salah satunya Seonghwa. Kamu tau Seonghwa?? Dia model terkenal itu” kata Hongjoong. “Tau tau!! Dia baru tanda tangan sama agensi di Paris kan ya?” Kata Mingi. “Betul. Dia tuh awalnya ya kerja disini, di Aurora. Terus akhirnya Jongho lepasin dia supaya bisa jadi model kelas atas” kata Hongjoong.

“Wih keren banget..” kata Mingi. “Eh kita sambil masuk yuk, ngapain coba kita panas-panasan di depan” kata Hongjoong. “Oh iya hehehe” kata Mingi sambil mengikuti langkah Hongjoong. “Selamat siang Bu, ini Song Mingi, Model Freelance yang hari ini ada pemotretan di studio 8. Dia juga dipanggil sama Big Boss hari ini” kata Hongjoong pada resepsionis di perusahaan tempatnya bekerja itu.

“Baik Tuan Hongjoong. Silahkan langsung masuk aja” kata resepsionis tersebut. “Terima kasih” kata Hongjoong. Mingi mengikuti langkah Hongjoong yang pergi menuju lift. Hongjoong masuk ke dalam lift, menempelkan kartu akses miliknya dan menekan tombol B1. “Studio 8 ada di basement. Studio 8 itu salah satu studio terbesar dan studio dengan peralatan tercanggih. Jadi hasil fotonya selalu bagus” kata Hongjoong.

“Hooo.. keren dong ka” kata Mingi. “Jongho investasi banyak sih untuk hasil foto model yang bagus. Dia tuh selain pengen ngembangin produknya, dia pengen model-model disini punya karir yang bagus” kata Hongjoong. “Ka Jongho berarti pemimpin yang baik ya” kata Mingi. “Hahaha, kalo Jongho denger dia pasti bakal bilang udah seharusnya ga sih, pemimpin tuh harus tegas tapi baik?” kata Hongjoong.

Pintu lift pun terbuka ketika mereka sampai di lantai basement. Hongjoong keluar dan pergi ke ruangan yang berada tepat di depan lift. “Selamat pagi semuanya!! Model freelance kita udah dateng hari ini!!” Sapa Hongjoong sambil membukakan pintu untuk Mingi. “Halo halo!! Tunggu sebentar ya, lagi foto produk nih” kata fotografer yang ada di studio tersebut. “Santai aja San” kata Hongjoong.

Tidak berselang lama, fotografer itu pun menyelesaikan pekerjaannya. “Tolong rapihin ya produknya, aku mau kasih arahan ke model dulu” kata fotografer yang dipanggil San itu. San pun mendatangi Hongjoong dan juga Mingi. “Halo, kenalin aku San. Umurku 25” kata San sambil mengulurkan tangannya kepada Mingi. “Halo Ka San. Namaku Mingi, umur 20 tahun” kata Mingi sambil membalas jabatan tangan San.

“Wah masih muda ya HAHA” kata San dengan tawa yang nyaring. “Ya begitulah ka” kata Mingi. “Oh ya, hari ini kita dua kali pemotretan ya. Pemotretan pertama kita mau memperkenalkan cushion barunya Aurora, dan yang kedua kita mau memperkenalkan eyeshadow baru” jelas San pada Mingi. “Oke ka” kata Mingi. “Tolong siapkan Mingi ya” kata San pada asistennya. “Baik” kata asistennya dan Mingi segera bersiap-siap.

Di sisi yang lain, Jongho tersenyum ketika ia menerima laporan dari resepsionis bahwa Mingi sudah ada di studio 8. “Jongho, besok jadi aku yang pergi ke store di Seoul kan?” Tanya Sky yang masuk ke ruangan Jongho tanpa mengetuk pintu. “Haish, ketok pintu dulu napa” kata Jongho. “Maaf hehe” kata Sky sambil tersenyum jahil.

“Iya, besok kamu ke store di Seoul. Minggu depan aku ke US, ada rapat buat pembangunan store pertama” kata Jongho. “Selama kamu ke US, ga ada rapat apa-apa kan?” Tanya Sky. “Harusnya ga ada. Paling cuma rapat kecil tentang desain produk atau bahan. Nanti kamu kirim via chat aja ke aku kalau mau nanya” kata Jongho. “Sip. Tenang aja. Kamu sekalian liburan gih ke US” kata Sky.

“Enak aja!! Lagi pusing nih, ga bisa liburan dulu nih” kata Jongho. “HAHAHA bercanda. Eh tapi, kayanya kamu ada maksud tertentu nih ngirim aku ke Seoul” kata Sky. Jongho pun tersenyun miring mendengar pendapat Sky. Ada alasan kenapa Jongho menjadikan Sky adalah asisten sekaligus sekretarisnya. Sky adalah orang yang sangat peka terhadap lingkungannya. Sky yang sudah berteman lama dengan Jongho, pasti tau maksud terselubung dari Jongho.

“Bingo. Selidiki perusahaan distribusi disana yang mendistribusikan produk kita. Aku curiga mereka melakukan korupsi. Manager store mengabarkan padaku bahwa banyak barang yang tidak sesuai dengan catatan milik kita” kata Jongho. “Untung kita selalu ngasih catatan stock barang ke manager Store ya” kata Sky. “Makanya, kamu pergi kesana sekalian selidiki. Kalau ada yang aneh, langsung kasih tau aku. Biar aku yang eksekusi” kata Jongho. “Oke deh kalo gitu” kata Sky.

Sky kemudian memperhatikan ada amplop coklat di meja tamu ruang kerja Jongho. “Itu kontrak siapa?” Tanya Sky pada Jongho. “Kontraknya Mingi” kata Jongho dengan enteng. “Dia mau dijadiin model tetap?” Tanya Sky. “Bukan. Dia kerja sama aku tapi bukan di Aurora” kata Jongho.

“Hah? Terus kerja dimana?” Tanya Sky. “Buka aja amplopnya. Aku engga lem kok” kata Jongho. Sky pun berjalan untuk mengambil amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Sky membaca setiap kata yang ada dalam kontrak tersebut.

“HAH????!!” seru Sky.


“Ka Hongjoong, kenapa ka Jongho mau ketemu sama aku?” Tanya Mingi. “Wah kurang tau deh ya. Dia bukan tipe yang terbuka soal rencananya. Hanya ada dua orang yang dipercaya sama Jongho, asistennya namanya Sky sama bodyguardnya namanya Yeosang. Sisanya dia ga percaya” kata Hongjoong.

“Termasuk kakak?” Tanya Mingi. Ingatan Hongjoong melayang kepada kejadian beberapa hari lalu ketika Jongho mengancamnya. Ia bergidik sebentar kemudian tersenyum pada Mingi. “Iya, termasuk aku” kata Hongjoong. “Wah.. Kok aku jadi mules ya ka?” Kata Mingi. “Kamu ga mules gi, kamu cuma deg-degan” kata Hongjoong sambil tertawa.

Ding!

Lift pun sampai di lantai dimana ruang kerja Jongho berada. “Halo Yeosang. Jongho ada di ruangannya?” Kata Hongjoong. “Ada kok. Kenapa??” Tanya Yeosang. “Ini tolong anterin Mingi ke ruangan Jongho ya. Jongho mau ketemu sama Mingi” kata Hongjoong. “Siap” kata Yeosang. “Aku tinggal ya Gi. Kamu nanti dianterin sama Yeosang” kata Hongjoong. “Oke ka Hongjoong. Terima kasih!! Hati-hati ya” kata Mingi.

“Ayo lewat sini, Tuan Mingi” kata Yeosang. “Gausah pake Tuan, boleh ga ya ka? Hehe.. Canggung banget..” kata Mingi. “Anda adalah tamu terhormat Jongho, jadi saya harus memastikan anda sampai di ruangannya dengan selamat” kata Yeosang. “Oke deh hehehe..” kata Mingi. Yeosang pun berjalan menuju satu ruangan dan mengetuknya. “Masuk” kata Jongho dari dalam ruangan.

“Selamat siang Jongho, Mingi sudah ada disini” kata Yeosang. “Hello Mingi. Nice to see you again. Please, take a seat” kata Jongho sambil menepuk bahu Mingi. “Errr oke?” Kata Mingi sambil masuk ke ruangan Jongho. “Want to drink something? Coffee, tea or anything else maybe? Just tell me” kata Jongho. “It's okay,Ka. Aku baru makan tadi, jadi baru banget minum hehe” kata Mingi.

“Oke kalo gitu. Ka Yeosang, kakak boleh pergi sekarang. Terima kasih” kata Jongho. “Sama-sama” kata Yeosang sambil menutup ruangan Jongho. “So, Mingi, gimana pemotretannya tadi?” Tanya Jongho. “It's nice!! Warna cushionnya bagus banget ka. Untuk kulit natural, cocok banget dan bisa blend dengan baik. Warna eyeshadownya juga cakep, jadi bisa bikin* smoky eyes* yang bagus” kata Mingi dengan jujur.

It's nice having a fans who knows and like makeup so much” kata Jongho. “Hehehe jangan gitu ka, jadi malu” kata Mingi sambil tersipu. “Oh ya, saya mau nawarin kerjaan sama kamu. Kamu kerja sama saya, tapi bukan di Aurora” kata Jongho. “Di perusahaan kakak yang lain?” Tanya Mingi. “Nope. Just open it. Coba kamu baca kontraknya dengan baik” kata Jongho sambil mendorong sebuah amplop coklat.

Mingi mengambil amplop tersebut dan mengeluarkan kertasnya. Mingi membaca setiap kata yang ada di dalam kontrak tersebut. “Wait, ini aku kerja jadi apa ya ka?” Tanya Mingi memastikan. “Kerjaan kamu itu cuma kasih saya afeksi. Dan membiarkan saya kasih kamu afeksi juga” kata Jongho. “Hah?” Tanya Mingi yang masih belum paham.

“Kasarnya adalah we do everything like a couple do, but there's no status. Kamu ga punya pacar kan?” Kata Jongho. “Ya.. ekhem.. Engga sih ka” kata Mingi. “I will pay you 15 million every month” kata Jongho. “HAH?” tanya Mingi. Mingi beneran mempertanyakan otaknya orang-orang kaya deh. Kok dengan gampangnya menggelontorkan uang segitu banyak sih?

“Oke mungkin kamu masih bingung. Jadi, saya ini kesepian. Saya butuh seseorang buat jadi temen, orang yang bisa saya peluk, yang bisa meluk saya juga. Bisa kasih perhatian ke saya dan saya bisa menunjukan kasih sayang aku ke dia. Tapi saya ga mau ada status karena ada trauma tentang itu” jelas Jongho. “Jadi semacem HTS?” Tanya Mingi.

“Oh kalian nyebutnya HTS ya? Ya kaya gitu, tapi saya bayar kamu” kata Jongho. Mingi berpikir, sepertinya ada satu istilah yang lebih cocok untuk kontrak ini, tapi apa ya....

OH!! MINGI INGET.

“TUNGGU!! MAKSUDNYA AKU JADI SUGAR BABY???” Tanya Mingi dengan histeris.

“Kurang lebih. Tapi saya ga mau nyari dari aplikasi. Kebanyakan orangnya ga jelas” kata Jongho. “Kenapa kakak pilih saya?” Tanya Mingi. “Saya udah lakuin background check tentang kamu. Anggap saja, saya mau bantu kamu. Win win solution, right?” kata Jongho. “Errr boleh saya pikirin dulu ga ya ka? Karena ini pekerjaan yang memang menjanjikan untuk kehidupan saya, tapi saya belum bisa memutuskannya” kata Mingi dengan jujur.

Of course. Just tell me apapun jawaban dari kamu. Saya pasti hormatin keputusan kamu” kata Jongho. “Terima kasih ka” kata Mingi. “Wait, supirku bakal nganterin kamu pulang” kata Jongho. “Gapapa ka, saya bisa pulang naik kendaraan umum” kata Mingi. “Dilarang menolak Mingi, saya yang minta bantuan ke kamu” kata Jongho sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Baiklah kalau begitu” kata Mingi. Jongho mengantarkan Mingi sampai bertemu dengan Yeosang. “Tolong anterin Mingi ke Pak Kim ya Ka. Terus minta tolong Pak Kim anterin Mingi pulang ke kosnya” kata Jongho. “Baik Jongho” kata Yeosang. “Terima kasih Ka Jongho” kata Mingi. “Terima kasih kembali Mingi” kata Jongho.

Tok tok tok!!

“Silahkan masuk” kata Jongho. Pintu ruangan Jongho pun terbuka dan mendapati Seungmin atau Sky Kim yang masuk ke ruangannya. “Hai Min. Udah makan?” Tanya Jongho. “Udahlah. Nih aku bawa makananmu. Kamu pasti belum makan” kata Seungmin sambil memberikan kotak makan kepada Jongho.

“Hehehehe tahu aja deh sahabatku tercinta ini” kata Jongho. “Kamu dari pagi sibuk rapat. Kamu harus makan, soalnya kalo ga makan, kamu bakal recokin kerjaanku” kata Seungmin. “Aaaa abisnya aku bosen Minnnn” kata Jongho sambil menggelayut di tangan Seungmin.

“Heh heh, udah umur 28 masih ngegelayut aja” kata Seungmin sambil memukul main-main tangan Jongho. “Gapapa dong. Kan aku lebih muda dari kamu” kata Jongho. “Jongho, kita cuma beda sebulan. Gausah lebay kamu” kata Seungmin sambil melepas tangan Jongho dari tangannya dan diikuti Jongho yang mengerucutkan bibirnya.

“Eh, aku kesini tuh sekalian mau nanya. Kita tuh lagi terima model freelance ya?” Tanya Seungmin. “Aurora tuh terbuka buat model freelance sih. Emangnya kenapa?” Tanya Jongho. “Itu, Song Mingi. Fansmu yang waktu itu ketemu di mall. Dia jadi model freelance Lip Color kita” kata Seungmin.

“Loh iya?? Aku belum buka ignya Aurora soalnya” kata Jongho. Jongho pun segera membuka ponselnya dan melihat instagram Aurora. “Eh iya dia jadi model freelance. Siapa yang masukin ya?” Kata Jongho. “Di luar itu, dia jago juga ya ekspresi mukanya. Mukanya juga cocok pake Lip Color No. 5” kata Seungmin.

Tok tok tok!!

Pintu ruangan Jongho kembali diketuk. “Masuk” kata Jongho. Pintu terbuka dan menampilkan Yeosang yang membawa sebuah berkas kepada Jongho. “Selamat siang Jongho. Saya membawakan informasi untuk anda” kata Yeosang. “Hm menarik. Silahkan lanjutkan” kata Jongho.

“Perusahaan pesaing kita terbukti membayar beberapa orang untuk membeberkan fakta bahwa Jung Wooyoung, direktur utama Perusahaan Pangan Aloha, adalah saudara tiri anda. Dan orang-orang tersebut juga yang menyebabkan saham Aloha turun cukup drastis karena menyebarkan fitnah bahwa Direktur Jung sering memanfaatkan orang untuk kepuasan seksualnya” kata Yeosang.

“Haishh orang itu. Sudah ku bilang jangan mengangguku” kata Jongho. “Tapi Jongho, anak buahku berhasil menemukan sebuah fakta. Direktur Jung tidak memanfaatkan orang. Direktur Jung memiliki seorang kekasih dan anda sangat mengenal kekasihnya tersebut” kata Yeosang.

“Siapa? Udah jangan bertele-tele. Jawab aja” kata Jongho. “Seonghwa. Park Seonghwa. Seorang model papan atas yang memulai karirnya dengen menjadi model untuk Aurora dan kemudian berkembang menjadi Brand Ambassador Aurora. Hingga saat ini, Seonghwa tidak pernah menjadi model skincare manapun dan hanya ingin menjadi model dari Aurora” kata Yeosang. “Oh Seonghwa. Model muda yang lugu sekali” kata Jongho.

“Apa yang harus saya lakukan, Jongho?” Tanya Yeosang. “Tidak perlu. Biarkan si keparat Wooyoung menyelesaikan masalahnya sendiri. Aku sudah bosan membantunya” kata Jongho. “Serius?? Kamu ga kasian sama saudaramu?” Tanya Seungmin. “Gak” kata Jongho dengan tegas. “Baiklah” kata Seungmin. Seungmin tidak bisa mengubah keputusan mutlak seorang Choi Jongho.

“Kemudian, anda meminta saya untuk menyelidiki Song Mingi. Mingi berusia 20 tahun dan merupakan mahasiswa Arsitek di salah satu kampus negeri di kota ini. Ia memiliki IPK 3.96 sampai semester 4 kemarin. Ia merupakan mahasiswa perantau. Ibunya meninggal setahun yang lalu karena pneumonia.

Di kota asalnya, Mingi tinggal bersama ayahnya. Ayahnya merupakan pekerja jasa, yaitu melakukan service AC. Namun saat ini, ayahnya sedang melakukan pemulihan dikarenakan beliau jatuh dari tangga. Mingi memiliki seorang kakak perempuan yang sudah menikah dan tinggal bersama suaminya” kata Yeosang panjang lebar.

“Bagaimana dengan kondisi ekonominya?” Tanya Jongho. “Buruk. Selama ini Mingi dibantu oleh keluarga temannya untuk sekolah sampai SMA dan seringkali temannya ini membawakan makanan untuknya” kata Yeosang. “Siapa nama temannya?” Tanya Jongho. “Maaf, saya tidak bisa menyebutkannya, Jongho. Karena nama dan nama keluarganya memiliki kemiripan dengan seseorang di masa lalu anda” kata Yeosang.

“Oh baiklah. Oh iya, Mingi kenapa bisa jadi model freelance di Aurora?” Tanya Jongho. “Kim Hongjoong yang menyarankannya. Hongjoong bersama Ka Minji memotret Mingi dan mereka juga yang meminta team Marketing untuk mengunggah foto Mingi bersama produk Aurora” kata Yeosang. “Baik Ka Yeosang. Terima kasih atas informasinya” kata Jongho.

“Anda butuh informasi lain, Jongho?” Tanya Yeosang. “Belum. Kakak bisa pergi” kata Jongho. “Baik, saya undur diri terlebih dahulu” kata Yeosang sambil menyerahkan berkas kepada Jongho dan keluar dari ruangan Jongho.

“Seungmin, atur pertemuan dengan Kim Hongjoong. Ada yang ingin ku bicarakan dengannya” kata Jongho. “Tentang Mingi?” Tebak Seungmin. “Iya, tentang Mingi” kata Jongho.


Hongjoong masuk ke ruangan VIP sebuah restoran setelah manager restoran yang sedang bertugas itu mempersilahkannya masuk. “Permisi Tuan Jongho, Tuan Hongjoong sudah ada disini” kata manager tersebut. “Oh ya silahkan masuk. Terima kasih sudah mengantarkannya” kata Jongho pada manager restoran tersebut.

“Sky, Ka Minji silahkan kalian keluar dan pesan apapun. Aku akan membayarnya” kata Jongho pada Sky dan Minji. “Baik Jongho” kata Sky. “E-Eh tapi Hongjoong?” Tanya Minji. “It's okay. I will not fired him” kata Jongho. “Ka Minji, ini adalah privasi mereka. Mari kita tinggalkan” kata Sky sambil menarik pelan tangan Minji.

Setelah Sky dan Minji keluar, Jongho pun membuka botol wine yang disediakan oleh restoran tersebut. Jongho menuangkannya ke gelas miliknya dan juga Hongjoong. “Jadi, ada apa? Kamu ga biasanya minta ketemuan di tempat yang private kaya gini” kata Hongjoong. “Hahaha jadi ketahuan ya niatku?” Tanya Jongho sambil terkekeh.

“Jongho, aku udah kenal kamu dari lama. So, tell me, kamu mau nanya apa?” Kata Hongjoong. “Kamu yang masukin model freelance yang namanya Mingi?” Tanya Jongho. “Iya. Aku ga bisa jadi model make up dulu karena aku masih ada kontrak sama produk lain sampai akhir bulan ini. Jadi aku cari model freelance” kata Hongjoong dengan jujur.

Lagian, mana bisa dia bohong. Jongho pasti lebih tahu mengingat dia memiliki mata-mata yang tersebar di seluruh negeri. “Bagaimana kamu kenal sama Mingi?” Tanya Jongho. “Dari temanku. Aku punya teman dekat yang ternyata berteman dengan Mingi. Jadi temanku itu membawa Mingi kepadaku. Dia model dengan nol pengalaman, tapi hasil pemotretannya bagus” kata Hongjoong.

“Kenapa tidak menginformasikan padaku dulu?” Tanya Jongho. Hongjoong pun terdiam ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan Jongho dengan nada yang sangat dingin. Hongjoong pun memaki dirinya yang terlalu hectic sampai melupakan hal-hal detail seperti menginformasikan mengenai model freelance.

“Maaf Jongho. Aku terlalu sibuk beberapa minggu kemarin sehingga aku tidak sempat menghubungimu” kata Hongjoong. “Lalu, apa gunanya aku memperbolehkanmu memilih Ka Minji sebagai managermu jika kamu masih sibuk?” Tanya Jongho. “Shit” kata Hongjoong dalam hati.

“Apa kakak merasa hebat setelah aku memperbolehkanmu memegang saham Aurora? Aku bisa mencabutnya dengan mudah. And I can ruin your career in one hour” kata Jongho sambil menyesap wine miliknya. Saat itu juga, rasanya nyawa Hongjoong melayang. Hongjoong yakin itu bukan hanya ancaman semata, karena dulu, Jongho pernah melakukannya pada model Aurora yang terbukti melakukan kekerasan seksual.

No.. No.. Please I'm sorry, Jongho. Please, I will do everything for you and please don't do it” kata Hongjoong dengan panik. “You gonna do everything for me, right?” tanya Jongho. “Iya. Aku lakuin apapun itu. Tolong jangan hancurin karirku” kata Hongjoong yang tanpa sadar mulai berlinang air mata. “Good. Jadikan Mingi model freelance lagi. Tapi kali ini, lakukan di studio perusahaan. Aku ingin bertemu dengannya” kata Jongho.

“Hah?” Tanya Hongjoong. “Harusnya kakak melakukan background check terlebih dahulu, Kim Hongjoong. Beruntung, Mingi melakukannya dengan tulus karena kebutuhan” kata Jongho sambil berdiri dan meninggalkan Hongjoong dalam ruangan. Hongjoong yang ditinggalkan Jongho pun hanya dapat termenung.

“Hey, Hongjoong. Kamu kenapa?” Tanya Minji. “Entah mungkin aku sedikit kaget aja tadi” kata Hongjoong. “Kaget kenapa?” Tanya Minji. “Bukan masalah besar. Oh iya, kakak punya nomor Mingi kan? Tolong kirim ke aku. Aku harus informasiin kerjaan buat Mingi” kata Hongjoong.

“Wahh studionya keren banget ini” kata Mingi saat Yunho mengajaknya masuk ke dalam studio. “Jelas, gebetan gue orang terkenal. Jadi setiap studio yang dikunjungi selalu dihias sebagus mungkin” jelas Yunho.

“Loh? Halo Yunho!!!” Seru seseorang. Yunho dan Mingi menengok ke arah suara tersebut dan mendapati seorang wanita yang sangat cantik berjalan ke arah mereka. “Ka Minji!!” Seru Yunho pada wanita tersebut. “Halo halo, udah lama ga ketemu kamu nih” kata wanita tersebut atau Minji. “Iya ka hehe, biasalah tugas kuliah” kata Yunho.

“Ini siapa Yun? Temenmu?” Tanya Minji. “Oh ya, kenalin ka, ini Mingi. Dia orang yang bakal jadi model freelance” kata Yunho. “Halo Ka Minji. Namaku Mingi” kata Mingi sambil membungkuk. “Wahh ini sih cakep banget, lebih cakep dari adekku” kata Minji. “Ka!! Astaga masa adeknya sendiri digituin??” Kata Yunho. “Ya gapapa, adekku ga marah ini” kata Minji.

“Yuk, adekku ada disitu” kata Minji. Minji membawa Mingi dan Yunho mendekati seseorang yang duduk di belakang kamera. “Kim Hongjoong!!” Panggil Minji. “Kenapa ka?” Tanya pria tersebut sambil menoleh ke belakang. “Loh Yunho? Kok ada disini?” Tanya pria tersebut. “Hai ka hehehe.. Ini aku nemenin temenku. Dia yang bakal jadi model freelance” kata Yunho.

“Oalah.. Kenalin aku Kim Hongjoong. Aku yang butuh model freelance” kata pria tersebut atau Hongjoong. “Halo ka, aku Mingi. Tapi maaf ka, kayanya wajah kakak ga asing deh” kata Mingi. “Oh ya? Aku kerja buat Aurora, mungkin kamu tahu Aurora? Produk skincare” kata Hongjoong. “HAH? KAKAK ITU HJ??” tanya Mingi dengan histeris.

“Iya hehehe.. Aku HJ” kata Hongjoong sambil terkekeh. “Jadi ini aku part time buat jadi model Aurora???” Tanya Mingi. “Pintar. Aurora baru aja ngeluarin produk makeup dan aku butuh model part time” kata Hongjoong. “Dia baru ketemu sama yang punya Aurora tuh” kata Yunho.

Seriously?? Kapan??” Tanya Minji. “Waktu itu pas lagi ke mall. Kebetulan lagi diajak makan sama Yunho” kata Mingi. “Nah yaudah. Kapan lagi kamu jadi modelnya Aurora kan?” Kata Hongjoong. “Karena Aurora lagi mencari talent-talent baru. Anggep aja ini kamu lagi audisi” kata Minji. “Bener tuh. Ka Minji, kamu coba bantu Mingi ya” kata Hongjoong sambil mendorong Mingi. “Siapp. Yuk Mingi ikut kakak” kata Minji sambil menarik Mingi.

Kurang lebih satu jam kemudian, Minji kembali datang bersama dengan Mingi yang sudah rapi. “Wow, pertama kalinya gue ngeliat lo rapi gini, gi” kata Yunho. “Aduh malu banget takut ga bisa” kata Mingi. “Coba dulu aja Mingi. Lagian ini cuma part-time kan? Just try it” kata Hongjoong. “Oke deh” kata Mingi.

Mingi pun mulai berpose untuk produk Make up yang baru diluncurkan oleh Aurora. “Yun, temenmu beneran ga pernah jadi model?” Tanya Hongjoong. “Beneran ka. Aku kan udah sama dia dari kecil” kata Yunho dengan yakin. “Soalnya dia jago banget loh. Untuk orang yang ga pernah jadi model, dia udah bagus banget” kata Hongjoong.

“Ey ka, aku cemburu loh kakak muji temen aku dibanding aku” kata Yunho sambil pura-pura marah. “Gausah lebay kamu Jung Yunho. Kamu sendiri yang belum nembak aku” kata Hongjoong. “Yaa kan aku belum lulus ka. Aku mau kasih kakak makan apa coba kalau aku belum lulus?” Kata Yunho dengan jujur.

“Betul juga. Lagian, aku mau nunggu sampai Ka Minji menemukan kebahagiaannya” kata Hongjoong. Yunho pun mengenggam tangan Hongjoong dengan erat. “It's okay, Ka. Kita jalan pelan-pelan aja” kata Yunho. Ketika mereka merasakan Mingi dan Minji kembali, Yunho dan Hongjoong segera melepaskan genggaman tangan mereka.

“Foto kamu bagus-bagus deh Min. Ini mah langsung dikasih aja ke team Marketing, langsung upload” kata Hongjoong. “Beneran ka?” Tanya Mingi. “Beneran!! Kalau ga percaya tanya Ka Minji aja deh” kata Hongjoong. “Aku juga suka sama hasil fotonya. Kamu beneran ga pernah jadi model?” Tanya Minji.

“Beneran ka. Ini pertama kalinya” kata Mingi. “Kamu cocok jadi model, lain kali kalo aku butuh bantuan lagi, aku chat ya” kata Hongjoong. “Kalo gitu aku minta nomor kamu deh Mingi. Biar aku bisa infoin ke kamu kalo ada kerjaan lagi” kata Minji. “Eh oke ka” kata Mingi sambil memberikan nomor ponselnya. “Aku mau promosiin kamu sekalian. Minta akun instagram kamu dong” kata Hongjoong.

“Aku ga punya instagram ka” kata Mingi. “Seriously?? Kalo gitu buat sekarang. Nanti aku follow dan lebih gampang buat promosiin kamu” kata Hongjoong. “O-Oke deh ka” kata Mingi gugup. “Oke deh, kerjaan kita udah selesai. Kalian bisa langsung pulang” kata Hongjoong. “Eh kamu masih ada jadwal lain” kata Minji.

“Iya tau ka. Aku cuma bilang kerjaan buat Mingi udah selesai” kata Hongjoong. “Baik kalo gitu. Makasih banyak ka Hongjoong, Ka Minji. Sampai jumpa lagi” kata Mingi. “Sampai jumpa” kata Hongjoong dan Minji bersamaan. Diam-diam, Yunho dan Hongjoong pun saling melambaikan tangan satu sama lain, menandakan bahwa mereka akan bertemu lagi suatu hari nanti.

Mingi mengikuti langkah Yunho yang masuk ke salah satu restoran steak. “Eh, ini beneran kita makan steak?” Tanya Mingi. “Iya, santuy. Gua yang bayar” kata Yunho. “Tempat lain aja lah Yun. Ga enak gua sama lu. Utang gue makin numpuk nanti” kata Mingi.

“Song Mingi, diem. Gue lakuin ini karena keluarga lo udah banyak bantu keluarga gue di masa lalu. Jadi, gausah banyak cincong dan pesen aja” kata Yunho sambil narik Mingi masuk ke restoran tersebut. “Selamat malam, silahkan pesanannya ka” kata pelayan yang mendatangi meja keduanya. “Saya pesan wagyu medium-well. Lu apa gi?” Kata Yunho.

“Sirloin aja, medium-well juga” kata Mingi. “Baik, untuk minumnya ka?” tanya pelayannya lagi. “Air putih aja” kata Yunho. “Baik, ditunggu pesanannya ka” kata pelayan tersebut sambil pergi meninggalkan Yunho dan Mingi. “Lo beneran pilih Sirloin?” Tanya Yunho. “Iya Yun” kata Mingi. “Bukan karena paling murah kan?” Tanya Yunho. “Kaga. Santuy aja” kata Mingi.

Padahal Mingi memilih sirloin karena daging bagian itu adalah yang paling murah. Mingi tidak mau membebankan biaya yang besar untuk Yunho. Mingi tahu diri, ia tidak mau menyusahkan Yunho. “By the way, om apa kabar? Kakak lo sehat?” Tanya Yunho. “Papa gue sekarang buka jasa service ac, Yun. Tapi minggu lalu baru banget jatuh dari tangga” kata Mingi.

Yunho pun meringis mendengar cerita Mingi. “Tapi gapapa?” tanya Yunho. “Syukurnya ga ada tulang yang patah dan ga kenapa-kenapa. Tapi papa disuruh istirahat minimal 2 minggu” kata Mingi. “Aduh syukur deh. Kalo kakak lo gimana?” Tanya Yunho. Mingi pun terdiam ketika Yunho menanyakan keadaan kakaknya. “Hey, Gi?? Lo ga kerasukan kan?” Tanya Yunho.

Mingi pun menghela nafasnya. “Kakak gue sama suaminya baru aja ditipu Yun” kata Mingi. “KOK BISA?” Tanya Yunho. “Ya gitu. Jadi suaminya kakak gue ini kan buruh pabrik gitu ya, nah kakak gua buka warung makan gitu kan. Suami kakak gue mau resign dan kerja jadi sales gitu. Uang pesangonnya mau dipake buat renovasi warung makan kakak gua.

Suaminya kakak gue ini punya temen yang jualan bahan bangunan sama nyewain tukang gitu. Suami kakak gue pake jasa dia dong, sambil itung-itung promosi. Taunya dibawa kabur dong duit pesangonnya” kata Mingi panjang lebar.

“Anjir?? Jahat banget weh temennya” kata Yunho. “Makanya. Kakak gua lemes banget pas tahu mereka ditipu. Ditambah lagi papa gue lagi sakit, jadi ya gitu, gue lagi ga ada duit hehe” kata Mingi. “Dah lah, lo tinggal bareng sama gue aja sih. Papa mama gue udah nyuruh lo tinggal sama gue aja biar ga perlu keluar duit” kata Yunho.

“Ga enak lah Yun. Keluarga lo dah nolongin banyak. Gue bisa sekolah sampe SMA aja karena dibayarin. Masa sekarang dibayarin juga? Gapapa, gue bisa cari part time kok” kata Mingi. “Yaudah. Tapi kalau gue ajak makan jangan ngeyel ya? Ntar gue bantu cari kerjaan” kata Yunho.

“Makasih ya Yun” kata Mingi. “Santaii.. Gue cuma balas budi apa yang udah lo lakuin buat gue dan keluarga gue di masa lalu kok” kata Yunho.


Selepas makan, Yunho mengajak Mingi untuk pergi membeli perawatan kulit untuknya. “Eh, lu kan lebih tahu soal perawatan kulit, kasih saran dong” kata Yunho. “Lu nanya yang bagus, atau yang biasa gua pake?” Tanya Mingi. “Yang bagus” kata Yunho. “Nih lu pake merek Aurora ini aja. Sumpah ya ini bagus banget Yun. Duit gua cuma mampu beli moisturizernya aja soalnya ya ada harga ada kualitas lah” kata Mingi dengan semangat.

“Lu kayanya suka banget sama merek Aurora ini” kata Yunho. “Gua emang cocok sih sama Aurora. Komposisinya sebagus itu” kata Mingi. “Berarti lu cocok juga sama make upnya?” Tanya Yunho. “Cocok banget, apalagi lip tintnya” kata Mingi. Tiba-tiba ponsel Yunho pun berbunyi. “Eh sorry gi, gue angkat telepon dulu ya” kata Yunho. “Santuy, gih sana angkat dulu” kata Mingi. Yunho pun mengangguk dan menjauhi Mingi untuk mengangkat panggilan ponselnya.

Mingi pun kembali melihat-lihat produk Aurora, sampai seseorang mendekatinya. “Selamat malam” sapa seseorang. Mingi pun menoleh kepada orang yang menyapanya. Orang yang menyapanya adalah seseorang dengan kemeja biru tua, celana hitam dan kacamata bulat. Mingi sangat terkejut saat melihat orang yang menyapanya tersebut.

“ANDA CHOI JONGHO KAN???!!” Seru Mingi. “Hahahaha iya saya Choi Jongho. Tampaknya anda mengetahui saya” kata pria tersebut atau Jongho. “Saya adalah penggemar anda dan produk anda!! Setiap bulan saya menabung untuk dapat membeli produk anda” kata Mingi dengan semangat.

“Benarkah? Wah sepertinya anda tahu banyak tentang produk saya. Boleh saya tahu nama anda?” Kata Jongho. “Oh iya, perkenalkan saya Song Mingi. Umur saya 20 tahun” kata Mingi dengan sedikit kikuk. “Ah baru usia 20. Usia yang menyenangkan” kata Jongho sambil terkekeh. “Terima kasih” kata Mingi sambil membungkuk.

“Mingi, apakah anda memiliki waktu? Karena kebetulan saya ingin menanyakan pendapat anda mengenai Aurora” kata Jongho. “Tentu saja. Sebuah kehormatan bisa mengobrol bersama anda” kata Mingi dengan senang. “Saya akan membayar kopi untuk anda” kata Jongho. “Anda tidak perlu mengeluarkan uang untuk saya” kata Mingi. “Saya memaksa, Mingi” kata Jongho sambil tersenyum.

Mingi dan Jongho pun beranjak menuju sebuah gerai kopi terkenal yang ada di mall tersebut. “Anda suka kopi apa Mingi?” Tanya Jongho. “A-Ah, the classic one, Americano please” kata Mingi. “Wow. We have the same taste. 2 Americano with venti size” kata Jongho. “Anda bisa duduk terlebih dahulu, saya akan menunggu pesanan” kata Mingi. “Oh? Apa tidak masalah?” Tanya Jongho. “Tidak masalah” kata Mingi.

“Baiklah” kata Jongho. Jongho pun beranjak menuju bagian dalam gerai tersebut, sedangkan Mingi menunggu di bagian pengambilan minuman. Tidak berapa lama, minuman keduanya sudah selesai dibuat dan Mingi beranjak menuju tempat duduk Jongho. “Silahkan” kata Mingi. “Terima kasih Mingi” kata Jongho.

“Mingi, sepertinya anda cukup pendiam ya.. Saya tidak mendengar anda memanggil nama saya” kata Jongho. “Eum.. Maaf, saya bingung harus memanggil anda dengan sebutan apa. Maaf sekali lagi” kata Mingi dengan jujur. “Hahahaha ya ampun.. Anda sangat menggemaskan, Mingi. Anda bisa memanggil saya dengan kakak” kata Jongho.

“Baik Ka Jongho” kata Mingi. “So, you really adore my product. I saw you recommend it for your friend” kata Jongho. “Iya ka!! Saya suka banget sama produk Aurora. Sebagus itu dan cocok buat kulit saya” kata Mingi dengan semangat. “Yaampun saya sangat tersanjung mendengarnya. Kamu- eh saya boleh memanggil Mingi dengan sapaan yang lebih akrab?” Kata Jongho.

“Boleh ka, boleh banget” kata Mingi. “Oke oke.. Kamu pakai produk Aurora?” Tanya Jongho. “Hehehe.. Mengingat produk kakak itu ada harga ada kualitas ya ka, aku cuma bisa beli moisturizernya aja” kata Mingi. “Wow, jadi reviewnya berdasarkan pengalaman pribadi ya” kata Jongho. “Betul sekali ka” kata Mingi.

“Permisi, Ka Jongho. Kakak ada jadwal makan siang dengan HJ jam 12 siang. Kita harus pergi sekarang” kata asisten Jongho yang dari tadi duduk agak menjauh dari Jongho dan Mingi. “Oh benarkah? Astaga aku lupa kalau aku ada jadwal makan dengan model banyak omong itu. Yaudahlah kita pergi” kata Jongho. Jongho pun berdiri, begitu juga Mingi yang mengikuti Jongho.

“Mingi, terima kasih banyak sudah memberikan pendapat tentang Aurora” kata Jongho. “Sama-sama ka. Ini adalah sebuah kehormatan buat saya” kata Mingi. “Oh iya, kamu anak kuliah? Apa kamu ngekos?” Tanya Jongho. “Iya ka. Kenapa ya?” Tanya Mingi. “Kirim alamat kosmu ke asistenku ya nanti. Aku mau kirim satu set produk Aurora ke kosnya Mingi” kata Jongho.

“EHH??” tanya Mingi. “Oh baik ka Jongho. Boleh saya minta nomor anda Mingi? Saya akan menanyakan detailnya nanti” kata asisten Jongho tersebut. “Baik ka” kata Mingi sambil memberikan nomor ponselnya pada Asisten Jongho. “Terima kasih banyak” kata Mingi. “Sama-sama. Kami pergi ya Mingi” kata Jongho. “Selamat jalan ka” kata Mingi sambil membungkuk.

Jongho bersama asistennya pun keluar terlebih dahulu dari gerai kopi tersebut. “Ka Yeosang, tolong cari tahu segala hal tentang Song Mingi” kata Jongho pada salah satu bodyguardnya yang menunggu di depan gerai kopi. “Baik Jongho” kata Yeosang.

Wooyoung menatap hamparan ombak di sekelilingnya. Menurut Wooyoung, laut adalah tempat kelahirannya, rumahnya dan cintanya. Laut menyimpan sejuta kenangan untuknya, dan menjadi bajak laut adalah tujuan hidupnya.

Menjadi bagian dari kelompok bajak laut Teezer adalah mimpinya. Kelompok yang dipimpin oleh Hongjoong, seorang yang terlihat lembut, namun keras tersebut menjadikan Teezer sebagai bajak laut yang paling ditakuti oleh seluruh bajak laut, sekaligus pemerintah.

Peran Wooyoung disini adalah sebagai warrior. Hongjoong mengakui Wooyoung sebagai warrior terbaik yang pernah ia miliki. Namun karena itu juga, Hongjoong sangat keras terhadap Wooyoung dan tidak mentoleransi sedikit pun kesalahan dari Wooyoung.

“WOOYOUNG KEPARAT!! SUDAH KU BILANG JANGAN PERNAH MEMBAWA BANGKAI KE KAPALKU!!” seru Hongjoong sambil menampar Wooyoung. “Dia yang paling dekat dengan pimpinannya!!” Seru Wooyoung untuk membela dirinya. “Captain, kumohon. Dengarkan penjelasan dari orang yang ditangkap Wooyoung” kata Seonghwa, yang merupakan wakil dari Hongjoong.

“Capt, Wooyoung menangkap orang ini berdasarkan informasi dariku. Jadi seharusnya captain menyalahkanku, bukan Wooyoung” kata Yunho. Hongjoong mendengus kemudian menendang kaki Wooyoung hingga ia terjatuh. “Bawa orang itu ke hadapanku” kata Hongjoong sebelum beranjak ke kabin captain.

Seonghwa dengan sigap membantu Wooyoung untuk terbangun. “San, tolong bawa orang itu ke hadapan Captain ya. Aku akan merawat Wooyoung. Mingi, Yeosang, Yunho, kembali ke posisi kalian ya” kata Seonghwa. “Baik” kata yang lain. Seonghwa segera menuntun Wooyoung untuk turun ke kabin milik pria berambut hitam tersebut.

Setelah memastikan Wooyoung terduduk dengan nyaman di kasurnya, Seonghwa segera beranjak keluar kamar Wooyoung untuk mengambil peralatannya. “Buka bajumu” kata Seonghwa. “Aku tidak terluka” kata Wooyoung. “Jangan bodoh. Bajumu sudah basah dengan darah” kata Seonghwa.

Wooyoung berdecak, namun selanjutnya ia segera melepas kancing bajunya. Seonghwa dapat melihat garis yang cukup dalam di tubuh Wooyoung. “Lukanya cukup dalam” kata Seonghwa. “Aku tau” kata Wooyoung. “Dan kau bodoh. Jika tidak diobati, kau bisa mati” kata Seonghwa. “Biarlah. Biar tua bangka itu tau rasa” kata Wooyoung.

“Woo, kamu tau kan kalau Hongjoong itu sebenarnya baik?” Kata Seonghwa yang mengubah intonasinya. Wooyoung berdecih, tentu saja ia tau fakta itu. Dia tidak akan hidup saat ini jika dulu ia tidak diselamatkan Hongjoong. “Aku tau” kata Wooyoung. “Apakah kamu hanya bisa mengatakan dua kata itu?” Tanya Seonghwa. “Ya engga lah” kata Wooyoung.

Seonghwa menggelengkan kepalanya pelan dan menyeka luka Wooyoung dengan ramuan yang ia buat. “Akhh sakit” seru Wooyoung. “Rasakan. Salah sendiri tidak hati-hati” kata Seonghwa. Seonghwa segera menyelesaikan kegiatannya dalam mengobati Wooyoung dan menutup lukanya dengan perban. “Setiap hari ganti perban ya” kata Seonghwa. “Iya bawel” kata Wooyoung.

“Wooyoung, jawabanmu masih sama?” Tanya Seonghwa tiba-tiba. Wooyoung tahu kemana arah pembicaraan Seonghwa ini. “Iya. Jawabanku masih sama, Seonghwa” kata Wooyoung dengan lembut. “Kenapa? Bukankah kamu sudah lama tidak bertemu dengan dia? Kalau dia sudah tidak ada bagaimana?” Tanya Seonghwa. “Jaga mulutmu, Seonghwa. Selama ini aku masih menghargaimu sebagai wakil captain. Tapi sekali lagi kamu berkata seperti itu, aku tidak akan segan untuk melemparmu ke dalam laut” kata Wooyoung.

“Wooyoung...” kata Seonghwa dengan lirih. “Tolong keluar dari kamarku. Aku mau istirahat” kata Wooyoung sambil mendorong Seonghwa keluar dari kamarnya, kemudian membanting pintu kamarnya. Seonghwa pun terperanjat dengan sikap Wooyoung. “Ditolak lagi?” Tanya Yeosang. Seonghwa pun mengangguk menjawab pertanyaan Yeosang. “Udahlah nyerah aja sih. Tuh, captain masih sendiri” kata Yeosang. “Engga!!” Kata Seonghwa sambil menghentakan kakinya.


“Kita akan sampai di Pulau Mist besok. Aku akan turun menemui temanku bersama Seonghwa. Satu dari kalian harus menjaga kapal dan yang lain belanja lah untuk keperluan kapal” kata Hongjoong. “Aku saja. Aku akan berada di kapal” kata Wooyoung. “Baiklah. Dan jangan melakukan kesalahan lagi, Wooyoung” kata Hongjoong. “Tentu saja” kata Wooyoung.

Keesokan harinya, Teezer pun mendarat di Pulau Mist. “Sampai jumpa besok, Wooyoung” kata Yeosang. “Ya ya bersenang-senanglah kalian” kata Wooyoung sambil mengusir teman-temannya secara halus. Setelah kepergian temannya itu, Wooyoung segera bangkit untuk membersihkan kapal.

Ketika ia sedang mengelap geladak kapal, tiba-tiba kepalanya terhantam sesuatu yang cukup keras. “Aduh, siapa sih yang jahil?” Tanya Wooyoung. Kemudian, ada batu yang terlempar masuk ke kapalnya. “Hey hey, jangan lempar-lempar batu” kata Wooyoung sambil kepalanya dijulurkan ke arah bawah.

Dan betapa terkejutnya Wooyoung ketika menemukan seorang merman di dekat kapalnya. “Hai manusia” kata merman dengan rambut hitam tersebut. “Hai? Kau masih bisa menyapaku setelah melemparku dengan batu?” Tanya Wooyoung tanpa basa-basi. “Aku tidak bisa naik ke geladak dengan ekor ini kan? Dan aku hanya menemukan batu di lautan, karena aku dilarang keras merusak ekosistem karang” kata merman tersebut pada Wooyoung.

“Baiklah sesukamu. Silahkan pergi jika kau hanya ingin mengangguku” kata Wooyoung. “Kau anggota Teezer kan?” Tanya merman itu. “Tentu saja. Bisa kau lihat dari kapal ini. Aku adalah anggota Teezer” kata Wooyoung. “Berarti kau mengenal seseorang bernama Wooyoung?” Tanya merman itu.

Wooyoung pun terdiam ketika merman tersebut menyebut namanya. “Tentu saja aku mengenalnya. Kenapa?” Kata Wooyoung. “Jadi, temanku ditangkap oleh nelayan jahat. Nelayan tersebut terkenal karena menculik para mermaid dan merman kemudian menjualnya di pelelangan. Ketika ditangkap, temanku menyuruhku kabur dan mencari seseorang bernama Wooyoung dari Teezer. Katanya Wooyoung ini orang yang hebat dan hanya dia yang bisa menyelamatkan temanku itu” kata mermand tersebut panjang lebar.

“Dan siapa temanmu itu?” Tanya Wooyoung. “Jongho” kata merman tersebut. Seketika itu juga, Wooyoung merasa bahwa detak jantungnya terhenti. Wooyoung tahu, ada banyak orang yang menggunakan nama Jongho. Tapi hanya ada satu Jongho yang akan mencarinya. Hanya ada satu Jongho yang paling ia rindukan.

“Ku tebak, kau adalah Wooyoung” kata merman itu. Wooyoung pun mengangguk pelan. “Great. Tolong bawa pulang saudaraku ya Wooyoung. Dia adalah satu-satunya orang yang ingin ku lindungi, tapi ekor ini tidak memungkinkan” kata merman itu sambil berenang menjauhi kapal Teezer. “Tunggu!! Siapa namamu?” Tanya Wooyoung. “Chani!!” Kata merman tersebut dan berenang menjauhi kapal.


Wooyoung memperhatikan Hongjoong yang datang ke kapal sambil merangkul pinggang Seonghwa. Wooyoung menunggu sampai Hongjoong sampai di kapal dan menghampirinya. “Captain, ada yang ingin ku bicarakan” kata Wooyoung. “Hm? Silahkan” kata Hongjoong. “Hanya berdua” kata Wooyoung sambil melirik Seonghwa.

“Kembalilah ke kabinmu” kata Hongjoong kepada Seonghwa. “Baik captain” kata Seonghwa sambil berlalu dari hadapan Hongjoong dan Wooyoung. Setelah memastikan Seonghwa turun ke bawah, yaitu ke kabinnya, Wooyoung mengikuti Hongjoong memasuki kabinnya. “Ada apa?” tanya Hongjoong kepada Wooyoung setelah pintu kabinnya ditutup.

“Captain, ingatkah waktu captain menyelamatkanku dari laut?” Tanya Wooyoung. “Tentu saja. Aku ingat ketika ada merman yang mengantarkanmu kepadaku” kata Hongjoong. “Captain, aku butuh izinmu. Merman itu saat ini berada di pelelangan. Aku mau menyelamatkannya” kata Wooyoung. “Because he is your first love, right?” tanya Hongjoong.

He is my first and last, captain” kata Wooyoung. “Kalau gitu, pergilah. Tapi, aku tidak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu” kata Hongjoong. “Baik captain. Aku yang akan bertanggung jawab penuh” kata Wooyoung dengan mantap. “Pergilah” kata Hongjoong. Wooyoung segera berlari keluar dari kabin Hongjoong dan turun dari kapal.

“Aku tahu kamu disana, Seonghwa” kata Hongjoong. Seonghwa pun menggeser tubuhnya sampai Hongjoong dapat melihatnya. “Kenapa kamu izinkan dia pergi?” Tanya Seonghwa. “Kamu dengar sendiri alasannya” kata Hongjoong. “Kamu tahu kan aku menyukainya?” Tanya Seonghwa. “Tapi dia tidak menyukaimu, Seonghwa” kata Hongjoong.

Seonghwa pun terdiam, tidak menjawab kembali kata-kata Hongjoong karena hal itu benar. “Seonghwa, berhentilah berharap pada Wooyoung. Dia masih mencintai merman tersebut. Dan ada orang lain yang menyukaimu” kata Hongjoong. “Siapa?” Tanya Seonghwa dengan cepat. “Misalnya...”

Seonghwa bingung dengan perkataan Hongjoong. Kenapa Hongjoong menggantungkan ucapannya? “Misalnya siapa, Captain?” Tanya Seonghwa. “Tidak ada. Kembalilah ke kabinmu, kamu butuh istirahat” kata Hongjoong sambil tersenyum pada Seonghwa. Seonghwa pun mengangguk dan berbalik dari hadapan Hongjoong.

“Seonghwa” panggil Hongjoong. “Ya, capt?” Kata Seonghwa. “You never called my name” kata Hongjoong sambil menutup pintu kabinnya. Dan saat itu, Seonghwa bersumpah melihat getiran, rasa sakit dan putus asa dalam pandangan Hongjoong.


Wooyoung berjalan menuju salah satu kapal terbesar di daratan tersebut. Teezer dikenal sebagai kelompok yang selalu menyembunyikan kapal mereka, berbeda dengan kelompok nelayan yang senang melelang hasil tangkapan mereka. “Sial, dimana mereka menyembunyikan Jongho” kata Wooyoung pelan.

Wooyoung hendak beranjak menuju kapal tersebut, namun pergerakannya seketika terhenti ketika mulutnya dibekap. “Shut.. Ini aku” kata orang tersebut. Wooyoung pun menoleh dan mendapati bahwa ternyata orang yang membekapnya adalah Yeosang. “San sudah menemukan lokasi Jongho. Ayo kita pergi” kata Yeosang.

“Terima kasih” kata Wooyoung. “Captain yang mengirim kami” kata Yeosang. Wooyoung pun mengikuti Yeosang pergi menjauhi kapal. “Kok kita pergi kesini? Katanya ketemu Jongho” kata Wooyoung. “Gunakan otakmu, bodoh. Kita harus masuk dari sisi sebelah kiri kapal karena sisi sebelah kanan merupakan pintu orang masuk. Dan sisi sebelah kanan itu kan udah di laut, jadi kita harus berenang dulu” kata Yeosang.

“Hooo.. Baru tahu aku” kata Wooyoung. “Makanya waktu masih sekolah tuh dengerin omongan guru” kata Yeosang. “Yeosang, aku kan ga sekolah?” Kata Wooyoung. “Oh iya maaf, maksudnya omongan captain” kata Yeosang sambil terkekeh. Wooyoung dan Yeosang pun akhirnya menceburkan diri ke laut dan berenang mendekati kapal.

Ketika mereka sudah di dekat kapal, Wooyoung melihat San yang melemparkan tali dari atas kapal. Wooyoung memanjat duluan, dan diikuti oleh Yeosang. “San, terima kasih” kata Wooyoung sesampainya ia di geladak kapal. “Tidak masalah. Kamu juga sering membantuku. Anggap saja ini balasan dariku” kata San.

San, Wooyoung dan Yeosang pun berjalan turun ke bagian dalam kapal. Mereka berjalan sepelan mungkin agar para bajak laut tersebut tidak menyadari adanya kehadiran mereka. “Itu, di ruangan itu Jongho berada” kata San sambil menunjuk sebuah ruangan. “Darimana kamu tahu?” Tanya Wooyoung. “Aku kan punya banyak temen” kata San. “Kalian disini saja. Beri sinyal padaku jika kita ketahuan” kata Wooyoung.

San dan Yeosang pun mengangguk. Wooyoung segera beranjak menuju pintu tersebut dan mengeluarkan kawat kecil yang selalu ada di kantungnya. Wooyoung menggunakan kawat itu untuk membuka pintunya. “Berhasil” kata Wooyoung. Wooyoung segera membuka pintu tersebut dan mendapati Jongho yang sedang memegang sebuah mangkuk besar.

“Jongho” panggil Wooyoung. Jongho menoleh dan mendapati Wooyoung disana. “Wooyoung” kata Jongho dengan lirih. Wooyoung mendekati Jongho dan mendapati bahwa mangkuk besar tersebut berisi mutiara hitam, mutiara paling mahal yang ada di dunia. Mutiara berasal dari air mata mermaid dan merman. Namun mutiara hitam, hanya keluar dalam dua kondisi, yaitu ketika para duyung merasa sangat bahagia atau sangat kesakitan. Dan Wooyoung yakin, kondisi kedualah yang saat ini sedang dialami Jongho.

Wooyoung memperhatikan sekujur tubuh Jongho dan terdapat luka-luka yang cukup banyak. “Ayo bangun, aku akan menyelamatkanmu” kata Wooyoung. Wooyoung membantu Jongho untuk berdiri dan Jongho memegang bahu Wooyoung. “Aku merindukanmu” kata Jongho. “Aku juga. Tapi kita harus pergi sekarang. Aku akan menggendongmu” kata Wooyoung.

Wooyoung pun menempatkan Jongho di punggungnya dikarenakan Jongho yang saat ini sedang berada dalam bentuk manusianya. “Ayo kita pergi” kata Wooyoung sambil keluar dari ruangan tersebut. “Aku hendak menghampirimu. Sepertinya, kita ketahuan” kata Yeosang. “Ayo cepat” kata Wooyoung. San, Yeosang, Wooyoung dengan Jongho digendongannya, segera pergi ke tempat dimana mereka masuk sebelumnya.

“San, kamu dulu. Lalu Yeosang, dan terakhir aku dan Jongho” kata Wooyoung. “Siap” kata Yeosang. San mengikat tali yang tadi ia gunakan untuk turun ke laut. “Aku sudah di bawah, ayo Yeosang” kata San. Yeosang pun turun dari kapal dengan perlahan.

“Itu boss!! Itu orang yang mencuri merman kita!!”

“Sial” kata Wooyoung ketika ia mendapati para kru kapal tersebut menemukannya. “WOOYOUNG!!” seru Yeosang dari bawah. “Pergilah!! Aku akan menyusul!!” Seru Wooyoung. Beberapa kru kapal mulai mendekati Wooyoung dan berakhir Wooyoung memukuli mereka. “Jongho, aku akan menceburkanmu ke laut. Aku tahu kakimu mungkin tidak bisa berubah menjadi ekor karena terluka, tapi setidaknya kamu bisa berenang menemui teman-temanku” kata Wooyoung pada Jongho.

“Tidak tidak” kata Jongho. “Lompat sekarang Jongho!!!” Teriak Wooyoung. “TIDAK!!” Seru Jongho. Jongho pun menarik Wooyoung dan keduanya terjun bersama ke dalam laut. “TEMBAK MEREKA!!” seru salah satu kru kapal. Kru kapal tersebut pun melepaskan panah ke arah Wooyoung. Tubuh Wooyoung pun dihempas oleh Jongho dan panah tersebut mengenai pinggangnya.

Wooyoung yang panik pun segera berenang menjauhi kapal tersebut. Beruntung, San dan Yeosang kembali berenang ke laut dan membantunya membawa Jongho. “Jongho, Jongho..” panggil Wooyoung sambil menepuk-nepuk pipi Jongho. Jongho membuka matanya sedikit dan tersenyum melihat Wooyoung.

“Terima kasih” kata Jongho. “Tunggu. Jongho!!” Seru Wooyoung. Wooyoung merasakan tubuh Jongho yang semakin lemah. “Kita bawa dia kepada Seonghwa” kata San pada Wooyoung.


Malam itu, Hongjoong memutuskan untuk pergi kembali ke lautan. Wooyoung hanya berdiri di tepi kapal, tanpa melakukan apapun. “Dia sudah makan?” Tanya Yunho pada Mingi. Mingi menggelengkan kepalanya. “Aku sudah mengajaknya makan, tapi dia tidak mau” kata Mingi.

“Dimana Wooyoung?” Tanya Seonghwa yang baru muncul dari dalam kapal. “Disana” kata Mingi sambil menunjuk Wooyoung. “Dia belum makan?” Tanya Seonghwa. “Dia tidak mau makan” kata Yunho. “Baiklah aku akan membujuknya makan” kata Seonghwa. Seonghwa pun mendekati Wooyoung dan menepuk bahunya.

“Jongho, bagaimana?” Tanya Wooyoung. “He's fine. Dia pria yang kuat, kau tahu” kata Seonghwa. “Terima kasih” kata Wooyoung. “Tidak masalah. Dan dia menggemaskan. Aku jadi paham kenapa kamu sangat mencintainya” kata Seonghwa. “Dia adalah cinta pertama dan terakhirku” kata Wooyoung.

Seonghwa tersenyum, kali ini bukan senyuman yang pahit. Tetapi, senyuman yang menandakan bahwa ia merelakan Wooyoung. “Maaf, karena tidak bisa membalas perasaanmu” kata Wooyoung. “Tidak masalah. Dia lebih membutuhkanmu. Dan, ada seseorang yang menungguku” kata Seonghwa. Seonghwa pun menatap Hongjoong sekilas sebelum kembali menatap lautan.

“Seonghwa??” Panggilan itu membuat Seonghwa dan Wooyoung berbalik. “Jongho!! Aku sudah bilang istirahat saja di kabin Wooyoung. Lukamu cukup dalam” kata Seonghwa. “Tidak apa-apa, aku masih bisa menahannya” kata Jongho. “Kalau begitu aku pergi ya. Silahkan mengobrol” kata Seonghwa sambil beranjak pergi dari sisi Wooyoung.

“Hey” kata Wooyoung. “Terima kasih” kata Jongho. “Kalau Chani tidak bertemu denganku, mungkin saat ini aku tidak dapat melihatmu lagi” kata Wooyoung. “Ah, aku harus memberikan ikan terbaik buat Chani” kata Jongho sambil terkekeh. Wooyoung tersenyum kemudian ia menatap Jongho. “Aku senang bisa melihatmu lagi” kata Wooyoung sambil mengenggam tangan Jongho.

“Syukurlah saat itu, bukanlah waktu terakhir kita” kata Jongho. “Aku mencintaimu” kata Wooyoung sambil meletakan tangannya di pipi Jongho. “Aku juga. Aku selalu mencintaimu, dulu dan sampai selamanya” kata Jongho. Jongho pun berinisiatif mendekatkan wajahnya dengan Wooyoung dan mengecup bibir Wooyoung.

Hal itu membuat Wooyoung tersenyum dan memutuskan untuk mencium Jongho lebih dalam. Setelah sesi ciuman yang singkat itu, Wooyoung pun melepaskannya dan memeluk Jongho dengan erat.

“Baru pertama kali aku melihat Wooyoung begitu bahagia” kata Hongjoong dari tempat kemudi kapal. “Aku juga. Aku senang dia telah menemukan kebahagiaannya” kata Seonghwa. “Kamu bisa menemukan kebahagiaanmu juga” kata Hongjoong. “Aku tahu. Aku berharap pada seseorang, padahal ada orang yang sedang menungguku” kata Seonghwa sambil mengenggam tangan Hongjoong.

“Pelan-pelan saja, Seonghwa. Jangan terlalu dipaksa” kata Hongjoong. “Aku akan membalas semua rasa cintamu padaku, Captain. Tunggu aku” kata Seonghwa dengan manis.

Ib. Hospital Playlist Korean Drama

“Aaaaa Jongho!!” Wooyoung segera berlari menghampiri anak kecil yang digendong oleh Hongjoong yang baru saja sampai di rumah Yunho. “Uncle Woo!!” Seru Jongho sambil tersenyum dengan manis pada Wooyoung.

“Tumben dibawa Joong?” Tanya Seonghwa. “Iya, Yeosang lagi ga bisa nemenin, jadi aku bawa aja kesini” kata Hongjoong. “Uncle Hwa, Uncle Hwa. Jongho makannya udah pake sumpit kaya daddy loh!!” Kata Jongho pada Seonghwa. “Beneran?? Wahh Jongho pinter ya” seru Seonghwa sambil mengelus rambut Jongho.

“Coba sini uncle Woo liat dulu bekas jaitannya” kata Wooyoung. “Yang dimana uncle?” Tanya Jongho. “Yang di kepala dong. Nanti bagian dada kan diliatnya sama Uncle San” kata Wooyoung. Jongho pun menundukan kepalanya, memperlihatkan bagian kepalanya yang kini sudah ditumbuhi rambut yang cukup lebat. “Hyung, ini udah ga keliatan ya.. Soalnya rambut Jongho juga udah tebel, jadi ga terlalu ketara bekas jahitannya” kata Wooyoung.

“Iya, anaknya semangat banget kalo keramas. Dia juga udah ga ngeluh perih lagi kalo keramas” kata Hongjoong. “Bagus deh” kata Wooyoung. “Nah sekarang giliran uncle San yang periksa Jongho. Coba angkat bajunya” kata San sambil berjongkok di hadapan Jongho. Jongho pun mengangkat pakaiannya dan terdapat garis lurus di sepanjang dada Jongho.

“Minggu depan ketemu uncle ya? Kita lepas jahitan yang bawah” kata San. “Wah, aku ga bisa San. Minggu depan jadwal operasiku penuh” kata Hongjoong. “Sama aku aja kalo gitu. Minggu depan aku kosong” kata Seonghwa. “Beneran gapapa nih?” Tanya Hongjoong. “Heh, emang selama ini siapa yang nemenin Jongho ke sekolah kalo kamu ga pulang?” Tanya Seonghwa. “Kamu sih hehe” kata Hongjoong.

“Uncle Hwa, di sekolah seru loh. Jongho diajarin menggambar sama ibu gurunya. Terus makanannya enak-enak!! Terus ada jam bobo siangnya juga” kata Jongho. “Oh iya? Jadi Jongho bobo siangnya di sekolah ya?” Tanya Seonghwa. “Iya!! Ibu guru kasih Jongho selimut warna biru terus ada gambar beruangnya. Jongho mau bawa pulang tapi ga boleh” kata Jongho.

“Yaudah, nanti uncle beliin pas Jongho ulang tahun ya?” Kata Seonghwa. “Call!!” Seru Jongho. “Apa nih anak kecil bisa ngomong call??” Seru Yunho yang turun ke basemant rumahnya sambil membawa cemilan. “Uncle Yuyu!!!” Seru Jongho. “Jongho mau apel?” Tanya Yunho. “Mau!! Eh Jongho boleh makan apel ga daddy?” Tanya Jongho. “Boleh. Justru Jongho harus banyak makan apel supaya cepet sehat” kata Hongjoong.

“Yeyy!!” Kata Jongho sambil memakan apel yang dibawakan oleh Yunho. “Syukurlah Jongho sekarang sudah sehat dari sebelumnya ya” kata Seonghwa. “Keadaan dia parah banget waktu pertama kali dibawa sama Yeosang. Pembengkakan pembuluh darah di otak, jantung. Mana dia kurus banget” kata San. “Sekarang dia udah gembul, gemes banget” kata Seonghwa.

“Yuk kita latihan sekarang aja. Nanti kalo kemaleman, Jongho sakit” kata Hongjoong. Keempat sahabatnya mengangguk dan mengikuti Hongjoong untuk mengambil alat musik mereka. “Nonton daddy sama uncle dari sana ya, sayang” kata Hongjoong. “Oke daddy!!” Kata Jongho sambil mengacungkan jempolnya.

Hongjoong, Seonghwa, Yunho, San dan Wooyoung adalah 5 orang dokter yang sudah bersahabat dekat sejak mereka pre-klinik. Hongjoong adalah dokter Bedah Umum, Seonghwa adalah dokter Bedah Saraf, Yunho adalah dokter Obstetri dan Ginekologi (Kandungan), San adalah dokter Torakoplastik dan Wooyoung adalah dokter Bedah Anak.

Persahabatan mereka masih berjalan sampai saat ini, ketika mereka sudah berusia 40 tahun. Sahabat-sahabatnya adalah salah satu alasan Hongjoong bertahan sampai saat ini. Keempatnya bahkan membantu Hongjoong menyelamatkan Jongho. Jongho adalah anak yang mengalami kekerasan.

Adiknya Hongjoong, yaitu Yeosang, adalah interpol yang menyelamatkan Jongho. Hongjoong tidak tega membiarkan Jongho melewati semua operasi itu sendirian, makanya ia memutuskan untuk mengadopsi Jongho dan membantunya melewati serangkaian operasi besar yang harus Jongho lalui.

“Eh lucu banget dia tidur” kata Seonghwa sambil menunjuk Jongho yang tidur di sofa menggunakan jaket Hongjoong sebagai selimut. “Malem ini, udah dulu kali ya? Kasian Jongho ngantuk” kata San. “Iya deh” kata Hongjoong. Hongjoong melepaskan strap gitar listriknya dan menyimpan gitarnya. Kemudian ia sedikit berlari untuk menghampiri Jongho.

“Shhh.. Daddy is here” kata Hongjoong sambil menggendong Jongho. Jongho yang sempat terbangun pun kembali tertidur sambil memeluk leher Hongjoong. “Seonghwa, ayo pulang” kata Hongjoong. “Eh? Kamu kok tau aku ga bawa mobil?” Kata Seonghwa. “Semua orang juga tau mobil kamu yang nyentrik itu, Hwa” kata Yunho. “Diem deh, dasar orang tua” kata Seonghwa.

“Udah udah. Kita duluan pulang ya?” Kata Hongjoong. “Bye semua!!” Kata Seonghwa yang mengikuti Hongjoong untuk pulang dari rumah Yunho. “Kamu bisa nganterin Seonghwa kan sebenernya?” Kata Wooyoung pada Yunho. “Semua orang juga tahu Woo, kemana hati Seonghwa berlabuh” kata Yunho.

“Kamu ga iri, Yun? Kamu pernah suka juga sama Seonghwa kan?” Tanya San. Yunho tersenyum penuh arti dan kemudian mengangguk. “Tapi kalian tau, kenapa Hongjoong tidak menyatakan perasaannya ke Seonghwa, padahal ia sudah mencintainya sejak pre-klinik? Itu karena aku. Dia tidak mau merusak pertemanan yang sudah terjalin antara kita” kata Yunho.

“Dan, kali ini kamu benar-benar merelakan?” Tanya Wooyoung. “Aku menganggap Seonghwa seperti kakakku sendiri. Hongjoong dan Seonghwa butuh keberanian untuk mengganti hubungan pertemanan mereka menjadi sebuah hubungan yang lebih serius” kata Yunho. “Kamu beneran ga sedih?” Tanya Wooyoung. “Engga astaga Jung Wooyoung... Lagian, aku sudah punya tambatan hatiku sendiri” kata Yunho.

“Siapa?” Tanya Wooyoung. Yunho pun memandang Wooyoung dengan pandangan yang sulit diartikan. “Ayo berkencan, Jung Wooyoung” kata Yunho.


Sementara itu, keadaan di mobil Hongjoong sangatlah hening. Baik Hongjoong dan Seonghwa, tidak ada satu orang pun yang memulai pembicaraan. “Kamu minggu depan beneran ga ada jadwal operasi?” Tanya Hongjoong. “Ga ada Joong. Tenang aja, anakmu aman sama aku” kata Seonghwa.

“Yaa aku sih percaya aja sama kamu. Tapi agak gimana gitu kalo ga nemenin Jongho. Jongho kecewa ga ya aku ga bisa nemenin dia?” Kata Hongjoong. “Kamu inget ga sih, waktu itu kamu pernah cerita ke aku. Jongho pernah bilang kaya gini, aku emang kesayangannya daddy. Tapi, daddy harus jadi superhero di rumah sakit. Jadi, daddy pergi aja, aku gapapa disini sama Uncle Yeosang” kata Seonghwa.

“Ah iya hahaha.. Lucu banget dia tuh. Omongannya kaya udah gede aja” kata Hongjoong. “Nah makanya. Aku yakin, Jongho pasti ngerti kenapa kamu ga bisa nemenin dia” kata Seonghwa. “Oke deh kalo gitu. Maaf ya aku ngerepotin kamu lagi” kata Hongjoong. “Tenang aja. Aku ga keberatan kok” kata Seonghwa.

Kemudian, keduanya pun hening kembali. “Mau kopi? Kita ngobrol dulu bentar” kata Hongjoong. “Boleh. Aku hot latte ya” kata Seonghwa. Hongjoong mengangguk dan mereka pergi ke café 24 jam. “Saya pesan 2 hot latte ya” kata Hongjoong melalui jalur drive thru. Setelah memesan kopi, Hongjoong melajukan mobilnya keluar dari kota.

“Kita mau kemana?” Tanya Seonghwa bingung. “Ke bukit bentar. Kapan lagi night drive coba? Mumpung kita besok sama-sama ga ada jadwal” kata Hongjoong. “Dih sadar umur pak. Udah tua, sok-sokan night drive” kata Seonghwa sambil tertawa. “Aku awet muda, kan punya anak” kata Hongjoong sambil tertawa.

Sesampainya di bukit, Hongjoong menghentikan mobilnya, dan membuka semua jendela mobilnya. Hongjoong memgalihkan pandangannya ke kursi belakang, dan mendapati Jongho yang tertidur dengan nyaman di 'kasur'nya. Yunho membelikan kasur anak kecil untuk disimpan di mobil Hongjoong.

Pasalnya, Hongjoong sering berpergian ke luar kota dengan Jongho. Yunho hanya ingin keponakannya itu merasa nyaman selama di perjalanan. Seonghwa juga ikut membelikan bantal, guling dan selimut untuk Jongho gunakan selama di mobil. Sedangkan San yang membelikan boneka, serta Wooyoung yang selalu membuatkan makanan untuk Jongho. Catat ya, makanan untuk Jongho, bukan daddy nya :(

Setelah memastikan Jongho masih tertidur, Hongjoong menurunkan kursinya ke belakang. Begitu pula dengan Seonghwa yang mengikutinya. “Dingin ga?” Tanya Hongjoong. “Engga terlalu kok” kata Seonghwa. Jam di mobil Hongjoong menunjukan pukul satu dini hari, tapi nampaknya ia enggan untuk pulang.

“Seonghwa” panggil Hongjoong. “Hm?” Jawab Seonghwa. “Yunho kayanya suka sama Wooyoung deh” kata Hongjoong. “Iya hahaha.. Lucu deh kayanya mereka. Wooyoung ga peka banget, padahal Yunho sering beliin hadiah buat dia” kata Seonghwa. “Yaa begitu deh ya. Maklum Jung Wooyoung emang pekanya sama anak kecil aja” kata Hongjoong.

“Seonghwa.. Aku mau nanya” kata Hongjoong. “Hm? Go on” kata Seonghwa. “Apakah masih ada perasaanmu untukku?” Tanya Hongjoong. Seonghwa pun terdiam ketika ia mendengar pertanyaan Hongjoong untuknya. “Aku masih ingat, ketika kita masih pre-klinik, kamu mendatangiku di hari ulangtahunku. Kamu ingin menyatakan perasaanmu padaku. Tapi aku menolaknya. Karena aku tau, Yunho menyukaimu. Aku tidak ingin membuat persahabatan yang sudah kita bangun menjadi berantakan.

Kemudian, tahun lalu ketika pertama kali aku mengadopsi Jongho dan Jongho sakit demam, padahal dia baru dioperasi oleh Wooyoung. Kamu datang dan membantuku merawat Jongho. Aku menyatakan perasaan yang ku pendam selama 20 tahun kepadamu. Tapi kamu menolak dengan alasan kamu belum siap membangun hubungan lagi karena pernikahanmu sebelumnya gagal.

Seonghwa, I really love you. Aku tau kita udah ga muda lagi, tapi aku mau mengembalikan rasa sayang yang udah kamu curahkan ke aku, ke Jongho. Kamu berhak bahagia Seonghwa. Aku ga mau kamu bersanding dengan orang yang salah lagi” kata Hongjoong panjang lebar.

“Hongjoong...” kata Seonghwa dengan lirih. “Please. Stop being harsh to yourself. I know that maybe you think that you don't deserve me. Tapi engga Seonghwa. Cuma kamu yang pantas bersanding denganku. Please... Bolehkan aku jadi pelarian terakhir kamu? Jadi rumah yang nyaman buat kamu?” Kata Hongjoong sambil mengenggam tangan Seonghwa.


San menekan botol hand sanitizer yang ada di mejanya. “Pasien terakhir kan ya ini, perawat Kim?” Tanya San. “Betul Dokter San” kata perawat Kim pada San. “Oke, anda bisa beristirahat perawat Kim. Dan anda, Park Jisung, persiapkan presentasi kasus anda” kata San pada perawat Kim dan salah satu mahasiswa kedokteran yang saat ini membantunya.

“Ba-Baik Dokter San” kata Jisung. “Siapa pasiennya Perawat Kim?” Tanya San. “Kim Jongho, Dokter” kata Perawat Kim. “Ah iya, suruh masuk saja” kata Dokter San. Perawat Kim pun memanggil nama tersebut dari dalam ruangan menggunakan interkom. Pintu ruangan pun terbuka dengan Jongho yang langsung masuk ke ruangan San.

“Uncle San!!!” Seru Jongho. “Aaaaaa sayangnya Uncle San!!” Kata San sambil berjongkok dan memeluk Jongho dengan erat. “Perawat Kim, kok Dokter San ga serem kalo lagi gini?” Tanya Jisung diam-diam pada Perawat Kim. “Oh, itu anaknya Dokter Kim Hongjoong dari Bedah Umum. Dokter Hongjoong dan Dokter San kan bersahabat dekat” kata Perawat Kim.

“Aduh Jongho jangan lari-lari” kata Seonghwa yang masuk ke dalam ruang rawat San dan menutup pintunya. “Hehehe Jongho mau cepet-cepet selesai uncle!! Soalnya Jongho mau pergi ke rumah kakek sama nenek bareng uncle Yeosang!!” Seru Jongho. “Om tante ada disini?” Tanya San pada Yeosang.

“Iya. Katanya kangen cucu. Mau diajak main tuh sama Yeosang juga” kata Seonghwa. “Jongho jangan kecapean ya?? Kalo cape langsung ngapain??” Tanya San pada Jongho. “Bilang uncle Yeosang terus istirahat!!” Kata Jongho. “Anak pintar. Ayo tiduran, sayang. Uncle bantu lepas jahitannya ya” kata San.

“Ayo sini, uncle bantuin naik ke kasur” kata Seonghwa. “Sebentar ya ganteng. Uncle bantuin lepas jahitan. Abis ini, Jongho bisa main deh” kata San. San melepas jahitan di dada Jongho pelan-pelan. Jongho sesekali meringis, namun Seonghwa dengan cepat menenangkannya.

“Udah.. Ih Jongho pinter ya” kata San sambil mengusak rambut Jongho. “Sakit ga??” Tanya Seonghwa. “Engga!! Jongho kan pinter” kata Jongho dengan semangat. “Kalo demam lagi jangan lupa telepon uncle ya?” Kata San. “Eung!!” Kata Jongho. Tiba-tiba, pintu ruang praktek San diketuk. “Masuk” kata San.

Ternyata, itu adalah Hongjoong yang masih menggunakan pakaian biru khas operasi. “Anakku udah selesai?” Tanya Hongjoong. “DADDY!!” seru Jongho sambil berlari mendekati Hongjoong dan memeluknya. “Udah Joong. Kalau demam lagi, telepon aku aja. Nanti aku cek lagi” kata San. “Oke, makasih San. Nah sekarang, Jongho siap pergi sama Uncle Yeosang sama Kakek Nenek?” Tanya Hongjoong.

“Siapp!!” Seru Jongho. “Bilang dulu sama Uncle San, Uncle Hwa, Perawat Kim sama kakak yang disana” kata Hongjoong. “Makasih uncle San, uncle Hwa!! Makasih juga Perawat Kim dan Kakak!!” Seru Jongho sambil melambaikan tangannya. “Makasih ya semuanya. Oh ya, kamu jangan lupa makan” kata Hongjoong pada Seonghwa. “Iya tenang” kata Seonghwa.

Hongjoong pun menggandeng tangan Jongho dan mereka keluar dari ruangan San. “Kalian bisa pergi lebih dulu. Aku akan pergi bersama Dokter Seonghwa” kata San. “Baik Dokter” kata Perawat Kim dan Jisung bersamaan.

Setelah pintu ruangan tertutup, San memfokuskan pandangannya kepada Seonghwa. “Aku rasa ada yang berbeda denganmu” kata San. “Apa?” Tanya Seonghwa. “Hubunganmu dengan Hongjoong” kata San. “Ga ada tuh. Dia kan emang selalu ingetin makan” kata Seonghwa. “Tatapan kalian berbeda” kata San.

“Aku emang ga bisa bohong ya sama kamu” kata Seonghwa. “Iya, soalnya kita dari kecil udah bareng. Jadi, plis, jawab pertanyaanku” kata San. “We decided to make it. Maksudku, iya, kami memutuskan untuk menjadi lebih serius satu sama lain” kata Seonghwa. “That's a good news. What's the different than before?” tanya San.

Nothing. He still nice as before. The different just he tell me that he love me. And I can say, I love him with all my life” kata Seonghwa. “Good. I'm glad to hear that” kata San. “Thanks” kata Seonghwa pada San.


“Hey, kalian ga ada yang berniat membantuku membawakan barang?” Tanya Hongjoong pada Seonghwa dan Jongho yang berjalan di depannya. “Ga jauh Joong. Cuma di depan situ aja tempat kita bikin tenda” kata Seonghwa. “10 menit yang lalu kamu bilang gitu Seonghwa, dan kita masih belum sampe” kata Hongjoong.

“Semangat daddy!! Ayo papa, tunjukin jalannya lagi!!” Kata Jongho. Rasa lelah Hongjoong tiba-tiba menguap begitu saja ketika ia mendapatkan semangat dari Jongho, sekaligus ia terkejut mendengar Jongho memanggil Seonghwa dengan sebutan papa.

Begitu pula dengan Seonghwa. Baik Seonghwa maupun Hongjoong sudah menjelaskan pada Jongho bagaimana hubungan mereka, namun saat itu, Jongho masih memanggil Seonghwa dengan sebutan uncle. Entah mengapa hari ini Jongho memanggilnya dengan papa.

“Siapa yang suruh kamu panggil Uncle Hwa jadi papa, sayang?” Tanya Hongjoong. “Eh Jongho salah ya?” Tanya Jongho dengan panik. “Engga sayang. Papa cuma mau tau” kata Seonghwa dengan senyuman. “Uncle Yeo!! Uncle Yeo bilang mulai sekarang Jongho harus panggil uncle Hwa pake papa” kata Jongho.

“Kadang punya adek kaya Yeosang ada gunanya” kata Hongjoong. “Heh, adek sendiri kok digituin??” Kata Seonghwa. “Ayo papaa.. Jongho laperrr” rengek Jongho sambil menggoyangkan tangan Seonghwa. “Iya sayang. ayo kita jalan lagi” kata Seonghwa sambil menuntun Jongho. Hongjoong terkekeh dan kembali berjalan mengikuti keduanya dari belakang.

“Tadaaa!! Ini tempatnya” kata Seonghwa. “Wahh bagus ya” kata Hongjoong. Tempat berkemah mereka memiliki pemandangan langsung ke kota. Pasti akan sangat cantik melihat pemandangan kota pada malam hari. “Kamu bisa pasang tenda kan Joong? Aku mau masak buat Jongho” kata Seonghwa. “Bisa kok, santai” kata Hongjoong yang langsung membangun tenda untuk mereka tidur.

Seonghwa sendiri segera mengeluarkan kompor portable dan mulai memasak nasi goreng agar Jongho segera makan. “Tada!! Tendanya udah jadi!!” Seru Hongjoong. “Yeyy!!” Seru Jongho sambil bertepuk tangan. “Nih, daddy bawa kasur yang di mobil, sama teddynya. Jadi, Jongho bisa bobo nyaman deh” kata Hongjoong sambil menyimpan kasur Jongho dan bonekanya.

Seonghwa yang melihatnya ikut tersenyum. Beruntung sekali Hongjoong sedang libur, jadi bisa menemani Jongho yang merengek ingin pergi berkemah seperti teman-temannya. Seonghwa sendiri langsung ditarik untuk ikut berkemah bersama selepas ia melakukan operasi. Alasannya sih karena Seonghwa sudah biasa pergi berkemah.

“Ayo sayang, duduk dulu sini. Kita makan” kata Seonghwa. Jongho pun duduk di samping Seonghwa sembari menunggu mangkuk makanannya dipenuhi oleh Seonghwa. “Selamat makan anak ganteng” kata Seonghwa. “Selamat makan papa, selamat makan ayah” kata Jongho yang langsung memakan makanannya dengan semangat. Seonghwa dan Hongjoong pun ikut memakan makanan mereka.

Setelah makan, Jongho mengeluh bahwa ia mengantuk. Sehingga Hongjoong menemani Jongho tertidur sedangkan Seonghwa membereskan peralatan bekas makan mereka. “Jongho udah tidur?” Tanya Seonghwa pada Hongjoong yang keluar dari tenda perlahan. “Iya udah” kata Hongjoong.

Hongjoong mengambil dua kaleng bir dan memberikan yang satu pada Seonghwa. “Masih siang udah minum aja” kata Seonghwa. “Kapan lagi minum siang-siang coba?” Kata Hongjoong sambil membuka kalengnya dan mulai menenggaknya. Begitu pula Seonghwa yang mengikuti Hongjoong untuk meminum bir miliknya.

“Aku mencintaimu dari dulu, tahu kan?” Tanya Hongjoong. Seonghwa mengangguk, menanggapi perkataaan Hongjoong. “Aku menyembunyikan rasa cintaku padamu karena Yunho. Aku tau Yunho menyukaimu juga, makanya aku berkata aku tidak menyukaimu” kata Hongjoong. “Kamu menolakku, Hongjoong. Padahal aku sudah membuatkan kue yang enak untuk ulang tahunmu. Aku mau bilang juga ke kamu kalo aku suka sama kamu, tapi kamu nolak aku” kata Seonghwa.

“Maaf. Aku ga mau merusak pertemanan kita” kata Hongjoong. “Kita mempertahankan status pertemanan kita selama 20 tahun. Lucu juga kenapa aku bertahan selama ini sama kamu” kata Seonghwa. “Maaf, Hwa. Maaf membuat kamu menunggu terlalu lama” kata Hongjoong sambil mengenggam tangan Seonghwa. “Kamu tau betapa menyakitkannya bertahan dengan orang yang tidak aku cintai. Walaupun aku berusaha mencintainya” kata Seonghwa.

“Iya Seonghwa.. Maaf ya. Aku disini sekarang. Aku milikmu sekarang” kata Hongjoong sambil mengelus genggaman tangan Seonghwa. Hongjoong tetap mengelus tangan Seonghwa sampai ia merasa tenang. “Aku sayang kamu Hongjoong” kata Seonghwa. “Aku juga. Terima kasih sudah berjuang dan menungguku, Seonghwa” kata Hongjoong.

Hari itu, Hongjoong dan Seonghwa memutuskan untuk meruntuhkan tembok pertemanan yang mereka bangun selama 20 tahun. Dan kali ini, Seonghwa tidak berjalan sendirian, tapi ia berjalan bersama Hongjoong dan Seonghwa. “Besok anakku bagi rapot. Akhirnya Jongho masuk SD” kata Hongjoong. “Heh dia anakku juga” seru Seonghwa. “Iya iya, anak kita” kata Hongjoong sambil tertawa kecil.