The Answer is 'Yes'

Mingi melihat Jongho yang duduk di bagian dalam café tersebut. Mingi memilih café ini karena kagum dengan bentuk bangunan dan interior café ini, lumayan unik dan sangat sesuai dengan tema natal. Walaupun, Mingi bingung sebenernya kenapa café ini menyajikan tema natal ketika hari natal masih jauh untuk dirayakan.

“Halo ka, maaf lama” kata Mingi pada Jongho. “Hai Gi. Santai aja, belum lama kok” kata Jongho. Di meja, tersaji dua coklat panas dan berbagai hidangan manis seperti pancake dan waffle. “Ternyata kamu pilih café ini. Fyi, yang punyanya temen saya” kata Jongho. Mingi cukup terkejut mendengarnya. Seorang Choi Jongho ternyata memiliki relasi yang cukup luas.

“Iya ka hehe.. Soalnya aku suka sama design gedung dan interiornya” kata Mingi. “Saya lumayan sering kesini. Soalnya masakan mereka ga terlalu manis. Saya kurang suka manis” kata Jongho sambil memotong wafflenya, menusuk potongannya dengan garpu dan memakannya. “Ahh seperti itu. Aku jadi seneng karena ternyata kakak udah terbiasa kesini” kata Mingi sambil tersenyum lebar.

Keduanya pun terdiam beberapa saat sambil mengudap kudapan di hadapan mereka. “Kamu tahu ga filosofi dibalik design gedung dan interior café ini?” Tanya Jongho pada Mingi. Mingi pun menggelengkan kepalanya, menandakan dirinya tidak tahu. “Filosofinya dia tuh, natal biasanya jadi ajang untuk berkumpul dengan keluarga. Walaupun jauh dari keluarga, kita tetap merindukan kehangatan natal. Jadi, dia ingin membuat orang yang tidak bisa merayakan natal bersama keluarga, berkumpul disini dan merasakan kehangatan natal” jelas Jongho panjang lebar.

“Wow, keren banget filosofinya” kata Mingi. Mingi benar-benar terharu ada arsitek yang memikirkan perasaan manusia secara mendalam dan Mingi berharap ia menjadi orang seperti itu. “Oh ya, sebelum tanda tangan kontrak, ada yang mau kamu tanyain dulu?” Tanya Jongho. “Oh betul. Aku mau nanya ka. Di poin nomor 4 ini katanya aku bertanggung jawab atas apartemen kakak. Maksudnya apa ya?” Tanya Mingi.

“Ohh maksudnya gini. Saya kan seharian ada di kantor, jadi saya kurang merhatiin tagihan listrik, air, wifi. Saya juga engga ngisi bahan makanan. Jadi kamu yang isi kulkas sama bahan makanan lain. Kamu mau masak, ya masak aja. Kalau ada tagihan yang harus dibayar, bilang aja ke saya” jelas Jongho. “Ahh seperti itu. Ga masalah sih ka” kata Mingi. “Ada lagi?” Tanya Jongho.

“Untuk transport, aku bisa pergi sendiri aja ga ya ka? Soalnya kakak kan orang terkenal, nanti bisa ada masalah kalau aku terlihat pergi bersama kakak” kata Mingi. “Oke ga masalah. Berarti nanti kamu catet pengeluaran transport kamu, biar bisa saya bayar” kata Jongho. “Oke ka kalo gitu. Oh sama satu lagi. Kakak bisa ga ngomongnya pake aku? Agak gimana gitu kalau saya” kata Mingi.

“Astaga iya juga hahaha.. Oke oke, aku usahain ya” kata Jongho. “Hehe makasih banyak ka Jongho udah nawarin kerjaan ini” kata Mingi. “Sure, wolfie” kata Jongho. “Wolfie?” Tanya Mingi. “You really like a wolf. Baby wolf” kata Jongho. “Kakak boleh panggil aku pake nama itu” kata Mingi. “Hahaha oke. Ayo kita tanda tangan” kata Jongho. Jongho mengeluarkan pulpen dari jasnya dan menandatangani kontrak tersebut. Begitu pula Mingi yang ikut menandatangani kontraknya.

“Abis ini kita ke mall. I want to give you a proper clothes” kata Jongho sambil mengedipkan sebelah matanya. Well, tampaknya hidup Mingi akan berubah mulai detik ini juga.


“Mingi, do you have suits?” Tanya Jongho. Saat ini, Mingi dan Jongho berjalan bersampingan di dalam mall yang terkenal akan premium outletnya. “Engga ka. Lagian anak kuliahan belum perlu jas” kata Mingi. “Oke, kita mulai dari jas. Kamu kerja sama aku, jadi kita akan sering pergi rapat atau pesta” kata Jongho.

Jongho kemudian masuk ke sebuah toko yang menjual jas berbagai ukuran dan warna. “Tolong carikan jas yang cocok untuknya” kata Jongho kepada salah satu pegawai yang mendatanginya. “Karena kakak ini punya kaki yang jenjang, bagaimana menggunakan celana bahan yang menutupi sampai mata kaki dan motif yang polos. Itu akan membuat kakinya semakin terlihat jenjang” kata pegawainya.

“Boleh. Jasnya tolong dua warna ya, hitam dan putih” kata Jongho. Pegawai tersebut segera pergi untuk mencari jas yang dimaksud oleh Jongho. Tidak lama kemudian, dua pasang jas dibawa ke hadapannya. “Nih kamu cobain dulu. Kalo kamu nyaman, kita langsung beli. Kalo engga, kita cari yang lain” kata Jongho. Mingi mengangguk dan segera pergi ke fitting room. Sedangkan Jongho, duduk di sofa depan fitting room.

Mingi membuka tirainya dan membiarkan Jongho melihat dirinya menggunakan jas berwarna hitam. “Ini bagus. Warna yang klasik emang selalu menawan” kata Jongho. “Eung, ka?” Panggil Mingi. “Kenapa, Gi?” Tanya Jongho. “Bisa tuker vest ga ya? Kayanya vest yang ini terlalu pendek” kata Mingi. “Tolong ganti vestnya ya” kata Jongho pada pegawai toko. “Baik kak, sebentar ya” kata pegawai toko tersebut sambil melepas vest yang dipakai Mingi dan menukarnya dengan vest yang lain.

“Gimana? Udah nyaman?” Tanya Jongho. “Udah ka” kata Mingi. “Samakan ukurannya. Saya beli dua pasang” kata Jongho. Mingi segera mengganti pakaiannya dan mengikuti Jongho ke meja kasir. Jongho mengeluarkan kartu berwarna hitam untuk membayar pakaiannya. Mingi sampai tertegun melihat kartu hitam untuk pertama kalinya.

“Terima kasih” kata Jongho sambil menerima kartunya kembali. “Ayo, kita ke toko yang lain” kata Jongho. “Eh ka barangnya gimana?” Tanya Mingi. “Nanti dikirim ke apartku. Santai” kata Jongho sambil keluar dari toko tersebut. “Kamu butuh apa lagi? Mumpung kita ada di luar nih” kata Jongho.

“Eum... Belum ada sih ka” kata Mingi. “Yaudah abis ini kita beli sepatu pantofel sama sneakers buat kamu. Terus nanti kita ke salon. Aku greget banget mau cat rambut kamu” kata Jongho sambil menunjuk rambut Mingi. “Ehhh??” Tanya Mingi dengan tidak percaya. “Kenapa? Arsitek ga boleh cat rambut ya?” Tanya Jongho. “Engga juga sih ka. Cuma kaget aja, soalnya aku ga pernah cat rambut” kata Mingi.

“Hahaha astaga saya pikir kenapa. Yaudah yuk kita pergi” kata Jongho. Mingi pun mengangguk dan mengikuti langkah Jongho.


Mingi memarkirkan mobil milik Jongho di parkiran khusus miliknya. Mingi menawarkan diri untuk mengendarai mobil untuk Jongho mengingat tadi ia membeli banyak barang untuk dirinya. “Rumahku paling atas. Itu lebih ke penthouse sih. Dua hari sekali ada orang yang bersih-bersih” jelas Jongho.

Mingi mengikuti langkah Jongho untuk masuk ke lift. Jongho menempelkan kartu aksesnya dan lift itu pun segera meluncur ke lantai teratas apartemen mewah tersebut. “Nanti kartu aksesnya aku kasih ya. Selalu naik lift yang ini, karena lift ini khusus punyaku” kata Jongho.

Tidak lama kemudian, lift itu pun terhenti dan terbuka. “Oh iya aku harus daftarin sidik jarimu dulu. Sini” kata Jongho. Mingi mendekatkan jarinya ke pintu rumah Jongho dan Jongho mendaftarkan sidik jarinya. “Sudah. Nah kamu jadi gampang kalo mau keluar masuk rumah” kata Jongho. “Makasih banyak ka” kata Mingi.

“Sama-sama” kata Jongho. Tiba-tiba terdengar bunyi lift berdenting dan beberapa orang mendorong troli berisikan paper bag. “Permisi Tuan Jongho. Ini belanjaan anda” kata salah satu orang tersebut. “Terima kasih ya sudah membawakan belanjaan saya” kata Jongho. “Sama-sama Tuan Jongho. Kami kembali ya” kata orang tersebut dan mereka pun kembali ke lift.

“Kan? Sudah ku bilang belanjaanmu akan dibawakan kesini” kata Jongho. Mingi hanya terkekeh dan segera membawa kantung belanja tersebut. Jongho dan Mingi pun masuk ke rumah milik Jongho. Mingi terperangah melihat interior mewah dan rapi di dalam rumah ini. “Ini penthouse dua lantai. Kamar ada di lantai dua. Ini ruang tamu, sisi ini untuk dapur dan di dalam sana ada ruang kerjaku” jelas Jongho. “Wahh bagus banget” kata Mingi. “Terima kasih atas pujiannya. Ayo kita ke atas” kata Jongho.

Mingi pun mengikuti langkah Jongho menuju lantai dua dan melihat ada dua kamar disana. “Ini kamarku. Dan kamu bisa pake kamar disana. Di setiap kamar ada kamar mandi dan closet walk-in, jadi kamu gantung aja suitnya biar rapi, terus bajunya dilipet juga” kata Jongho. “Oke ka” kata Mingi. “Oh iya, kamu udah libur kuliah belum ya?” Tanya Jongho.

“Udah sih ka. Baru selesai uas minggu lalu” kata Mingi. “Great, minggu depan ikut aku ke US ya” kata Jongho. “Gimana?” Tanya Mingi dengan bingung.