Sunshinecjh

CHAPTER 10

PLOT TWIST

Hyunjin berkunjung ke rumah sakit tempat Seungmin di rawat. Ia pergi sendiri. Tentu saja, lagian dia mau ngajak siapa?

Hyunjin masuk setelah Seungmin memperbolehkannya masuk. Bisa dilihat, kepala Seungmin yang diperban.

“Bagaimana kepalamu?” tanya Hyunjin. “Sudah lebih baik. Dokter juga bilang tidak ada kerusakan saraf di otakku” kata Seungmin.

“Baguslah. Eh, bisa kamu ceritakan, bagaimana bisa kamu kelempar tutup panci itu?” tanya Hyunjin.

“Aku mau masak mie. Eric bilang dia laper. Terus, aku sama dia turun ke dapur. Waktu aku nyalain kompor, tutup panci itu tiba-tiba jatoh. Aku ga inget apa-apa lagi soalnya aku langsung pingsan” kata Seungmin.

“Siapa yang main ke dapurmu sebelum Eric?” tanya Hyunjin. “Han. Dia abis kerja kelompok di rumah temennya sekitar sini. Terus dia numpang masak Indomie di rumah aku” kata Seungmin.

Hyunjin bingung. Hyunjin sebenarnya tidak menuliskan nama Han sebagai tersangka utama. Hanya saja, mendengar penjelasan Seungmin, Hyunjin jadi meragukan Han.

“Jangan curiga sama Han. Lo kenal dia dari lama. Gue yakin, bukan dia pelakunya” kata Seungmin.

“Itu hal bagus ketika lo nyari pelaku itu karena lo pengen balas dendam atas kematian Felix, tapi tidak dengan ngorbanin kepercayaan lo sama temen-temen lo” kata Seungmin.

Jaemin kembali menghela nafasnya. Serius, kali ini dia benar-benar tidak tau siapa kawan dan lawannya.

“Aku mau ke tempat Felix. Gws ya min” kata Hyunjin sambil berjalan keluar dari ruangan Seungmin.

¤¤¤

Hyunjin membawa sebuket mawar putih. Kaki jenjangnya menyusuri ruang tempat penyimpanan abu itu. Matanya menyusuri huruf abjad F dan akhirnya menemukan tempat yang dicarinya.

Felix Lee

Hyunjin memperhatikan foto yang ada di dalam lemari kaca itu. Foto Hyunjin,Han, Felix dan Seungmin yang memegang crepes es krim di taman bermain.

Hyunjin tersenyum kecil. Dia merindukan Felix, sangat merindukannya. Ia merindukan saat-saat mereka bisa bermain bersama.

Hyunjin menyimpan buket mawar putih itu di dekat lemari kaca. Tangannya mengelus pelan lemari kaca bertuliskan Felix Lee itu.

“Hai Fel, maaf aku baru sempet kesini. Aku udah janji sama Chaewon buat nemuin pelakunya, jadi, aku bener-bener bakal ungkap pelakunya” kata Hyunjin.

“Kamu disana udah ketemu Jeno sama Renjun? Harusnya udah. Kamu ga nyangka ya bisa ketemu mereka lagi dalam wujud yang berbeda?

“Tenang aja, Chaewon sehat kok. Dia wanita yang kuat. Aku kagum, setelah kematianmu, dia menjadi sangat protektif sama Seungmin. Dia bilang Seungmin mirip kamu, tapi versi kalem”

“Bahagia ya disana. Aku bakal nemuin pelakunya. Aku ga bakal biarin dia hidup enak setelah bikin kamu ga ada” kata Hyunjin.

Hyunjin kemudian mengambil HPnya. Getaran di HPnya menunjukkan bahwa ada yang menghubunginya.

“Hyunjin kamu dimana?” Oh oke, ini suara Seungmin

“Aku di tempat Felix. Kenapa?”

“Kamu jangan bohong!!”

“Elah ngapain aku bohong sih min? Nih aku ganti vidcall”

Hyunjin mengganti mode telepon biasa menjadi vidcall. Membuktikan pada Seungmin. Di seberang sana, Seungmin hanya menunjukkan kegelapan.

“Aku ga bohong kan?”

“Iya iya.. Maaf aku sempet curiga sama kamu”

“Emangnya kenapa min??”

“Han Jisung udah ga ada Hyunjin. Dia ditemukan tewas terkena ledakan dapurnya anak Perhotelan”

Hyunjin terkejut. Dan mengingat apa warna ruangan yang pernah ia masuki untuk latihan praktek itu.

“Min, apa warna interior dapurnya?”

“Warna merah. Aku bukan korban yang dia incer. Tapi dari awal dia incer Jisung. Aku dijadiin umpan sama si pelaku” kata Seungmin.

Dan Hyunjin pun terduduk di ruangan itu. Han Jisung sudah tiada, bersama dapur merah yang menjadi TKP nya.

¤¤¤

“LEPASIN GUA!! ITU TEMEN GUA!! GUA HARUS LIAT DIA!!” teriak Jaemin. Tiga polisi kini sudah menahan tubuh Seungmin untuk memasuki TKP.

“Jaemin.. Udah please.. Lo mau liat apa lagi?? Mayatnya aja udah kebakar setengah Min” kata Haechan sambil menahan tangisannya.

“YA GUA GA PEDULI. GUA HARUS LIAT JISUNG” seru Jaemin. Hyunjin pun menarik bahu Jaemin. “Min, udah ya. Biar polisi yang nanganin. Lo tunggu sini” kata Hyunjin kalem.

Jaemin pun mendengus lalu bergabung dengan teman-temannya. Polisi tengah mengautopsi mayat Jisung yang setengahnya telah terbakar.

“Dapur mengalami kebocoran gas. Kemudian gas itu meledak. Ada kemungkinan, korban sedang berada tidak jauh dari ruangan, dan terkena dampaknya” kata salah satu polisi.

Entahlah, Hyunjin rasanya mau pingsan setelah mendengar pernyataan polisi. Ia lelah, satu persatu temannya pergi. Bahkan, hari ini, teman terbaiknya harus menghilang.

Hyunjin menolehkan kepalanya dan melihat Sunwoo disana. Hyunjin segera memukul Sunwoo saat itu aja. “Udah puas lo bunuh Jisung? Udah puas lo? Salah dia apa sih?! JAWAB GUA” kata Hyunjin.

“BUKAN GUA HWANG! Gua aja ada di rumah sakit nemenin Seungmin! Lo bisa tanya kalo ga percaya!” seru Sunwoo.

“Tapi lo bilang lo bakal bunuh Jisung” kata Hyunjin. “Gua bilang, kalo gua adalah pembunuhnya. Lo harusnya punya mata! Siapa yang paling mencurigakan! Bukan cuma nuduh” kata Sunwoo sambil pergi meninggalkan Hyunjin.

“ARGHHH SIAL!” teriak Hyunjin. “Aku akan menemukannya. Lihat saja” kata Hyunjin.

CHAPTER 9

START

Event besar di kampus telah diundur oleh pihak kampus. Karena kampus masih dalam kondisi berduka.

Tentu saja siapa yang tidak kaget kehilangan 3 mahasiswa yang cukup terkenal reputasinya?

Hari itu, dimana seharusnya event besar kampus diadakan, menjadi perkumpulan mahasiswa untuk mengenang mereka bertiga.

Mereka bertujuh saling merangkul satu sama lain. Berat untuk mereka ketika mereka hanya dapat melihat ketiga teman dan sahabat mereka hanya melalui foto.

“Kita harus kuat. Mereka udah tenang disana” kata Sunwoo. Hyunjin tersenyum. Pandangannya mengarah pada foto Felix yang tersenyum manis di depan sana.

Matanya kembali mengeluarkan air mata. Felix, sahabat sultannya, sahabat bobroknya, sahabat begadangnya. Dia akan merindukannya

Juga Jeno. Walaupun lebih menampilkan tampilan lempengnya, Jeno tetap banyak tersenyum. Apalagi jika Haechan dan Jaemin sudah melontarkan gurauan.

“Gua mau nemuin pelakunya. Dia ga layak buat hidup” kata Hyunjin. “Lo bakal nemuin. Gua yakin” kata Sunwoo.

“Lo punya tebakan ga siapa pelakunya?” tanya Hyunjin. “Hm.. Banyak banget kemungkinannya. Kita bisa nemuin dia dengan peluang 1/1000, soalnya mahasiswa disini kan banyak” kata Sunwoo.

“Kecuali kalo lo curiga sama temen lo sendiri” kata Sunwoo. Hyunjin memandang wajah Sunwoo yang datar. Dia kan bukan psikolog yang bisa mempelajari tingkah laku manusia :((

“Kalo lo ada di posisi gua, siapa yang bakal lo curigain?” tanya Hyunjin. “Semua orang. Bahkan yang dipercaya sama korban sekalipun” kata Sunwoo.

“Sebut aja coba namanya. Dan alasannya” kata Hyunjin. “Orang pertama yang bakal gua curigain itu Seungmin. Gua tau dia sodara lu, tapi tingkahnya terlalu tenang. Dan gua ga suka itu”

“Eric jadi inceran kedua gua. Karena dia sering banget ngilang di saat kita ada diskusi tertentu. Dan banyak banget alasannya”

“Terakhir, gua bakal curigain Jaemin. Secara, dia terlalu banyak ikut campur dalam mencari bukti. Seolah-olah dia berusaha nutupin bukti itu” kata Sunwoo.

“Kalo lo adalah pelaku, siapa target lo selanjutnya?” tanya Hyunjin. Sunwoo nampak berpikir. “Lo ga curiga sama gua kan?” tanya Sunwoo balik.

“Lo bilang gua ga boleh percaya sama orang lain. Bahkan orang yang dipercaya sama korban. So, gua boleh dong curiga sama lo?” kata Hyunjin.

Sunwoo menampilkan wajah datarnya. “Gua bakal bunuh Hanjis. Gua butuh scholarship, sedangkan dia dengan mudahnya nolak hal itu” kata Sunwoo.

“Lo bener-bener ga terduga” kata Hyunjin. “Itulah gua. Gua berpikir secara kritis dan rasional” kata Sunwoo.

¤¤¤

Hyunjin memperhatikan kartu pos tersebut. Tepat di samping gambar tas merah, ada gambar sebuah dapur yang didominasi warna merah.

Banyak spekulasi yang ada di kepala Hyunjin. Karena ucapan Sunwoo, membuatnya benar-benar tidak percaya pada siapapun, bahkan Jaemin ataupun Seungmin sekalipun.

“Aduh rasanya pengen ganti otak aja sama anak Kriminologi atau Psikologi” kata Hyunjin. Ya iyalah, anak Pariwisata disuruh mikir beginian. Mana nyampe otak Hyunjin tuh :')

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ketika ia membukanya, ada seorang wanita disana. “Baby plum, you should get your dinner” kata wanita dengan surai pirang itu. Hyunjin tersenyum kecil ketika wanita itu menghampirinya.

“I will mom. Just give me five minutes to finishing my homework” kata Hyunjin. “You said that yesterday, and you not come out from your room. Now, close your book, and get your dinner now” kata wanita itu.

Hyunjin menghela nafasnya. Baiklah, dia tidak bisa membantah lagi kali ini. Hyunjin akhirnya menutup pintunya dan menguncinya. Lalu ia bersama wanita itu pergi ke ruang makan.

For your information, wanita itu bernama Theresia. Dia adalah ibu tiri dari Hyunjin, karena mama kandungnya yang telah tiada ketika ia masih sangat kecil.

Theresia adalah wanita berkebangsaan Inggris, dan ia merupakan sekretaris pribadi ayahnya.

“Hyunjin, akhirnya kamu keluar kamar juga” kata papanya. Bisa diliat, di meja makan, sudah ada papanya. Hyunjin menempati kursi di sisi kiri papanya, Theresia di sisi kanan papanya.

“Aku hanya sedang banyak tugas dan pikiran pa. Makanya aku jarang keluar kamar atau lebih sering keluar rumah” kata Hyunjin.

“Hyunjin, Theresia akan pergi ke Inggris untuk berkunjung ke rumah orangtuanya. Papa kemungkinan ga ikut karena ada acara bisnis di Jepang. Kamu mau ikut mereka atau tetap di Korea?” kata papanya di sela-sela makan.

Hyunjin berpikir dengan keras. Ia memang belum pernah bertemu dan bercengkrama dengan keluarga dari mama tirinya itu. Walaupun, ia bertemu dengan keluarga mamanya itu ketika keduanya menikah.

“You said that you want see London's night from London's eye” kata Theresia. Nah ini, bujukan yang paling manjur.

Ketika Hyunjin hampir mengatakan pendapatnya, ia mendapatkan telepon dari Eric.

“Seungmin kecelakaan di dapur rumahnya!! Mukanya tiba-tiba kelempar tutup panci” kata Eric di seberang sana.

Hal itu membuat Hyunjin refleks bangkit dari kursinya. “Aku izin pergi pa” kata Mogu.

“Kamu mau kemana?” tanya papanya setengah teriak kepada Hyunjin yang berlari mengambil kunci mobilnya.

“SEUNGMIN KECELAKAAN!!” teriak Hyunjin dan ia pun menyambar kunci mobilnya dan segera pergi dari rumahnya.

¤¤¤

Hyunjin akhirnya sampai di rumah sakit. Ketika sampai di depan UGD, ada Eric dan juga Jaemin disana.

“Gimana kronologisnya?” tanya Mogu. “Gue ga ada di lokasi. Eric yang kebetulan lagi main di rumah Seungmin” kata Jaemin.

“Gue ga tau gimana kronologisnya sumpah. Seungmin ngajakin gua main ke rumahnya, soalnya di rumah sepi katanya. Dia ga mau hubungin lu, atau Han, soalnya lu berdua lagi sibuk.

Jadi, gue pulang bareng Seungmin. Abis itu kita berdua ada di kamar. Seungmin izin turun ke dapur. Gue ikut dong. Terus tiba-tiba, ada tutup panci yang jatoh dari atas.

Tutup pancinya nimpa kepala Seungmin cukup keras. Dan pas diperhatiin, ternyata ada tali dong di tutup pancinya” kata Eric panjang lebar.

“Tapi Seungmin ga kenapa-kenapa kan?” tanya Hyunjin. “Kata dokter sih, secara pemeriksaan luar ga kenapa-kenapa. Tapi mau coba di MRI” kata Jaemin

“Lo pada tau ga sih gambar selanjutnya dari kartu post itu setelah tas merah?” tanya Hyunjin.

“Dapur merah kan? Gue langsung inget itu pas denger Seungmin kecelakaan” kata Jaemin.

“Dan entah kebetulan atau sengaja, dapurnya Seungmin tuh didominasi warna merah, walaupun ga semuanya” kata Eric.

Hyunjin kembali berpikir. Sepertinya, malam ini dia tidak akan tidur. Niatnya malam ini adalah menyusun semua potongan 'puzzle' yang ada.

“Menurut lo, apa kita berhasil? Maksud gue, ini dapur merah, dan Seungmin yang diincer sama pelaku itu bisa kita selamatin. Mungkin ga pelakunya bakal pindah ke gambar selanjutnya?” tanya Hyunjin.

“Bisa aja. Karna, si pelaku mungkin berpikir kalo rencananya harus tetap jalan, walaupun gagal satu” kata Eric.

“Gue bakal pikirin itu nanti. Gue ke rumah Seungmin dulu ya. Jagain Seungmin loh” seru Hyunjin sambil berjalan ke luar rumah sakit.

Ketika ia sampai di rumah Seungmin, ia mendapati rumah Seungmin masih terang benderang, dan ada satu mobil yang terparkir di halaman rumahnya.

Ketika Hyunjin mengetuk pintu rumah Seungmin, ada seseorang yang membukanya, dan ternyata itu adalah

“Oh hai kak Wonpil. Baru pulang dari studio ya kak?” sapa Hyunjin. Iya, itu adalah kakak Seungmin, namanya Wonpil.

Wonpil sebenarnya sudah lulus beberapa tahun lalu dari jurusan DKV. Tetapi, karena menurutnya kurang, ia kembali mengulang jenjang strata 1 di jurusan Arsitek.

“Oh iya nih Hyunjin. Kamu mau ketemu Seungmin? Tapi kayanya Seungmin dah tidur deh” kata Wonpil setengah mengantuk.

“Kak, Seungmin kecelakaan di dapur tadi. Sekarang ada di rumah sakit” kata Hyunjin.

Wonpil yang tadinya mengatuk segera membelakkan matanya. “KOK GA ADA YANG BILANG SAMA KAKAK??” seru Wonpil.

“Mending kakak ke rumah sakit sekarang. Aku mau semacam olah tkp” kata Hyunjin.

Setelah Wonpil pergi, Hyunjin pergi ke arah dapur. Ia melakukan sedikit penyelidikan. Dan ia menemukan tali yang dimaksud oleh Eric.

“Eric benar, ada tali disini. Tapi tali ini hampir ga keliatan warnanya. Tidak akan ada yang tau bahwa ada tali disini, kecuali si pelaku” kata Hyunjin.

Hyunjin kemudian memperhatikan kartu pos itu lagi. Gambar selanjutnya adalah mawar merah. “Apakah mawar merah jadi korban selanjutnya?” gumam Hyunjin.

CHAPTER 8

TEARS

Haechan menangis dengan keras. Renjun, teman masa kecilnya, teman sekolahnya, teman sekamarnya, harus pergi meninggalkan dunia terlebih dahulu.

Tidak jauh berbeda, Jaemin, juga sama dengan Haechan. Jaemin terdiam, dan duduk di kursi yang tidak jauh dari Haechan.

Hyunjin mendudukan dirinya di lantai. Ia sudah tidak sanggup kehilangan teman-temannya lagi. Ada 3 kematian, dan itu terjadi dalam kurun waktu seminggu.

“Hyunjin!! Berdiri!! Lihat, ada tulisan di tangan Renjun” kata Eric. Hyunjin berdiri dan memperhatikan tangan Renjun. Disana tertulis, '3/8' dengan tulisan yang tebal.

“Ini tato” kata Sunwoo. “Betul. Ini tidak hilang ketika disentuh atau disapu dengan tangan” kata Han. “3/8, Jeno Felix dan Renjun. Sudah ada 3 kematian” kata Haechan.

“Berapa total anggota kita Jin?” tanya Haechan. “Sepuluh” kata Hyunjin. “Apa artinya ini?” tanya Seungmin. “Apakah artinya hanya ada 2 orang yang selamat dari kematian?” tanya Haechan.

“Tidak. Menurutku malah, hanya ada satu orang yang selamat. Satunya adalah pembunuh itu sendiri” kata Han. “Kamu terlalu banyak nonton film Han” kata Sunwoo. “Tidak. Ini realistis. Pembunuhnya ada di antara kita” kata Han.

“Dia terobsesi dengan angka 8, dan warna merah. Ini adalah pembunuhan yang dilakukan sendiri, karna semua pembunuhannya bisa dilakukan sendiri, tanpa bantuan orang lain” kata Han.

¤¤¤

Hyunjin mengumpulkan semua data yang ia punya. “Aku sendiri yang akan menemukan pembunuhnya. Tidak peduli siapa dia, akan aku selesaikan sendiri” kata Hyunjin.

Hyunjin mengeluarkan post card yang ditemukan di kamar Jeno. Gambar selanjutnya, adalah gambar sebuah dapur berwarna merah.

“Ini aneh. Semua gambarnya adalah barang berwarna merah. Kecuali satu. Hanya dapur ini berwarna merah. Apa maksudnya?” kata Hyunjin.

“Yang sering pergi ke dapur itu, aku, selaku anak Hospitality dan Pariwisata. Tapi apakah benar, aku setelah ini yang akan menjadi targetnya?” tanya Hyunjin.

Hyunjin pun menghubungi Seungmin untuk membantunya berpikir.

“Jaem, selain gua, siapa yang suka ke dapur? Atau punya hobi masak” kata Hyunjin.

Jaemin terdiam di ujung sana. “Haechan seneng masak, Seungmin juga. Dua-duanya seneng masak. Pasti salah satu di antara mereka” kata Jaemin.

“Kamu yakin Jaem? Bukan, someone unexpected?” tanya Hyunjin.

“Itu yang aku tidak tau. Hanya Seungmin dan Haechan yang dipikiranku” kata Jaemin.

“Alright. Thanks Jaem” kata Hyunjin.

Hyunjin mematikan teleponnya dan kembali berpikir. “Aku tidak tau siapa yang akan menjadi korbannya. Tetapi, aku akan menemukanmu, apapun yang terjadi” kata Hyunjin.

CHAPTER 7

조사 (n. It means Investigation)

Hyunjin menghela nafasnya. Kepalanya sangat sakit ketika mendengar Seungmin yang mengatakan bahwa Felix sudah tiada.

Beberapa menit yang lalu, ia juga baru menghubungi Chaewon, kakak kembar Felix dan kedua orang tua Felix di negeri Kanguru. Han sedang berusaha menghubungi teman-teman yang lain, dan Seungmin yang masih belum mau beranjak dari sisi Felix.

“Hyunjin, kamu memanggilku lagi?” Hyunjin menengok ke arah suara yang memanggilnya dan mendapati omnya, Yugyeom disana. “Om, aku minta bantuanmu. Aku ingin om mengambil sepatu Felix. Bilang saja untuk keperluan autopsi. Kemeja merah yang dipakai Jeno juga ada di om kan?” kata Hyunjin.

“Kamu berpikir mereka orang yang sama?” tanya Yugyeom. “Ya, sepertinya. Aku masih menimbang-nimbang. Maka dari itu aku ingin om membantuku dengan mengumpulkan barang-barang mereka” kata Hyunjin.

¤¤¤

“CHAEWON MAU SAMA LIXIE MAMA!! HIKS!!” teriak Chaewon. Dia adalah kakak kembar Felix. Mereka sudah bersama sejak dalam kandungan, wajar jika Chaewon adalah orang paling kehilangan sosok berambut blonde itu.

“Sayang, udah ya.. Lixie udah tenang sayang” kata mama Lee. Chaewon melepaskan diri dari mamanya dan berlari mendekati peti berwarna putih itu sebelum Hyunjin menghadangnya.

“Chae cukup! Felix bakal sedih ngeliat lo begini. Gua ga terima kematian Felix, tapi, lo juga harus kuat. Lo harus inget, sekarang, lo adalah anak satu-satunya. Lo harus bikin Felix bangga” kata Hyunjin.

Chaewon terduduk dan menangis. Hyunjin merangkul gadis itu dan menepuk pelan kepalanya. “Seungmin juga kehilangan Felix, Han juga. Gue juga. Bahkan temen sekelompok kita kehilangan dia. Bukan cuma lo. Kita semua kehilangan sosok yang selalu tersenyum ini.

Tapi bukan berarti kita bisa berhenti gitu aja dalam menjalani hidup. Lo kuat Chae” kata Hyunjin.

Chaewon mengangguk dan menghapus air matanya. Ia berdiri dan mendekati peti putih tersebut. Ia mengelus rambut adik kembarnya itu. “Lixie sayang, sekarang udah ga ngerasain sakit lagi ya? Lixie harus dukung Chaechae sama Dad dan Mom juga. Lixie juga harus dukung temen-temen yang lain.

Nanti suatu saat, Chaechae mau ketemu sama Lixie lagi. Ayo lahir kembali sebagai anak kembar lagi. Chaechae sayang Lixie” kata Chaewon.

Chaewon meninggalkan peti tersebut, Hyunjin pun ikut pergi menghampiri Seungmin dan Han yang sedang dihibur oleh teman-teman sekelompok mereka.

“Gua ga nyangka Felix bisa secepet ini perginya” kata Sunwoo. “Padahal kemaren, gua masih liat dia di mall beli sepatu, sekarang..” kata Eric.

“Tapi lo curiga ga sih, kok kayanya cepet banget ya? Abis Jeno, terus Felix” kata Haechan. Jaemin meyenggol bahu temannya itu. “Gausah dibahas please. Jeno aja belum ada seminggu” kata Jaemin.

“Makasih ya kalian mau dateng” kata Seungmin. “No prob Min. Kita kan temen Felix juga” kata Eric. “Btw, Renjun mana?” tanya Eric.

“Oh iya ya. Tadi sih udah gua kabarin. Tapi status dia terakhir, lagi nugas sama Soobin kalo gasalah” kata Haechan.

“Coba hubungin Soobin” kata Jaemin. Haechan mengangguk dan menghubungi Soobin. “Hah? Renjun udah pergi dari 2 jam yang lalu?” tanya Haechan.

Hyunjin langsung berdiri. “Ayo cari. Ini semakin ga lucu sumpah” kata Hyunjin. Suara notifikasi hp berbunyi. Seungmin membukanya, ternyata itu dari hpnya.

“Guys....” panggil Seungmin. Semuanya langsung mengarahkan pandangan kepada Seungmin. “Renjun ditemukan tidak bernyawa di depan rs fk” kata Seungmin.

Dan saat itu juga, Haechan jatuh terduduk, Sunwoo menutup mulutnya dan Han yang menangis. Satu lagi anggota mereka tiada.

Korban ketiga, Huang Renjun, ditemukan tidak bernyawa di depan rs Fakultas Kedokteran dengan tas berwarna merah.

CHAPTER 6

RED SHOES

Seungmin segera mengangkat panggilan telepon dari Felix.

“Min, hng.. Maaf” kata Felix diujung sana.

“Fel, kamu dimana? Kamu kenapa?” tanya Seungmin panik.

“Seungmin, apa akibat jika seseorang tertabrak mobil?” tanya Felix.

“Dia akan.. FELIX! KAMU TABRAKAN?!!” seru Seungmin. Seungmin segera memakai sepatu dan jaketnya, kemudian keluar dari asrama.

“Hehe.. Iya Min. Tadi, lagi nyebrang mau ke tempat es krim, mau nyogok kamu biar ga marah. Tapi es krimnya ga jadi.. Maaf ya” kata Felix. Suara Felix semakin mengecil di ujung sana.

“Fel, kamu dimana? Hiks.. Fel, tolong bertahan” kata Seungmin. Seungmin terus berlari menuju salah satu mall terdekat dari asramanya. Ia tau, karena di mall tersebut ada store dari brand sepatu yang Felix beli.

“Tau ga min.. Kayanya aku kenal yang nabrak aku. Kayanya ga asing. Dia punya badan yang bagus” kata Felix.

“Terus apalagi Fel?” tanya Seungmin. Seungmin mendekat ke kerumunan orang di pinggir jalan. Ia tau, itu pasti Felix. Karena, rambut blonde miliknya yang sudah ternodai oleh warna merah.

“Dia, aku kenal dia. Memang ga kenal deket, tapi dia emang misterius. Ga terkenal di kampus” kata Felix.

Seungmin berjongkok di depan Felix, kemudian menautkan tangannya dengan tangan Felix yang berdarah. “Aku tidak bisa diselamatkan Min. Orang itu menutup jalan, supaya ambulan tidak bisa kesini” kata Felix.

Seungmin semakin menangis. “Tidak bisa Felix. Ayo ke rumah sakit. Ayo Fel” kata Seungmin.

“Jaga Hyunjin dan Han untukku ya.. Jaga dirimu juga. Terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik untukku. Terima kasih sudah mau menungguku, walaupun aku pulang larut malam.

Titip salam untuk Chaewon. Ah, manusia itu pasti sekarang lagi belanja. Jangan lupa kasih tau papa sama mama ya” kata Felix tersenyum. Tak lama setelah itu, Felix menutup matanya dan kemudian menghembuskan nafasnya.

“FELIX!!” teriak Seungmin. Seungmin terus menggerakkan tubuh Felix. Berusaha untuk mendapatkan respon Felix, walaupun hanya sedikit. Namun, itu semua percuma.

Felix, korban kedua, ditemukan dengan sepatu berwarna merah pada kakinya

CHAPTER 5

FORENSIC

Hyunjin akhirnya mengikuti perintah Haechan untuk melakukan autopsi pada jenazah Jeno. Ia meminta orang kepercayaan papanya, yang kebetulan seorang dokter forensik, untuk membantunya.

Hyunjin segera pulang ke asrama. Well, dia harus bertemu Han, karena sudah dipastikan anak itu akan panik jika dirinya tidak pulang.

Ketika Hyunjin sampai di kamarnya, ia melihat Han yang terduduk dengan tegak. “Han, Han, kenapa?” tanya Hyunjin. “Aku menemukan sesuatu yang aneh” kata Han.

Hyunjin menaikkan sebelah alisnya. “Maksudmu?” tanya Hyunjin. “Sprei kasur Jeno berwarna putih. Semua tau hal itu. Jeno tidak suka menggunakan sprei berwarna lain. Pasti berwarna putih atau warna dasarnya putih” kata Han.

“Tapi, kemarin, ada yang mengganti sprei milik Jeno. Spreinya jadi berwarna merah. Entah siapa yang menggantinya” kata Han.

Hyunjin menepuk bahu Han, menenangkannya teman kecilnya itu. “Tenang saja. Kamu tau kan, kalo om Yugyeom adalah dokter forensik paling terkenal. Besok, kita akan mendapatkan hasilnya” kata Hyunjin.

¤¤¤

Ketika Hyunjin bersiap untuk pergi ke kampusnya, ia dikejutkan dengan kehadiran Jaemin di depan kamarnya. “Kamu sudah tidur?” tanya Hyunjin.

Jaemin menggeleng kecil. “Gua mau ikut” kata Jaemin. “Gua belum dihubungin sama dokternya” kata Hyunjin sambil menghiraukan Jaemin. “Gua yakin itu bukan bunuh diri” kata Jaemin.

Hyunjin menghela nafasnya. Otaknya sudah cukup overload dengan pemikiran tentang Jeno. Dan Jaemin menambahkan pikirannya.

Suara deringan telepon membuat Hyunjin terkejut. Ia melihat bahwa teman ayahnya menghubunginya. “Halo om. Bagaimana?” kata Hyunjin. “Hyunjin-ah, aku menemukannya! Kamu harus ke rumah sakit sekarang” seru penelepon di seberang sana.

“Ne. Aku kesana sekarang” kata Hyunjin. Hyunjin mematikan sambungan teleponnya. “Ganti bajumu, kita pergi sekarang” kata Hyunjin.

Ketika Hyunjin masuk ke ruangan kerja teman ayahnya itu, terlihat ada jenazah Jeno yang dibekukan dan ada seorang dokter disana. “Oh, Hyunjin, sudah datang?” tanya dokter tersebut.

Hyunjin mengangguk. “Kenalkan, dia Jaemin. Teman sekamar Jeno dan sahabat Jeno sejak kecil. Jaem, kenalkan, dia adalah teman ayahku, om Yugyeom” kata Hyunjin.

“Oh, jadi kamu teman Jeno? Boleh aku bertanya padamu?” tanya Yugyeom. “Tentu” kata Jaemin. “Apa Jeno memiliki musuh?” tanya Yugyeom. Jaemin berpikir dan mulai mengabsen satu per satu teman Jeno.

“Setau saya tidak ada dok” kata Jaemin. Yugyeom mengangguk. “Hasil autopsi mengatakan bahwa Jeno tidak bunuh diri” kata Yugyeom.

Jantung Hyunjin mendadak terasa seperti berhenti. “Ada tusukan pada perut bagian kirinya. Tetapi, tidak menunjukkan bahwa adanya perlawanan dari korban.

Asumsiku adalah pelaku membius korban. Setelah memastikan korban pingsan, pelaku menusuk perut korban. Kemudian, karena pelaku tidak merasa yakin dengan tindakannya, ia mencekik korban hingga meninggal” jelas Yugyeom.

“Lihat pada lehernya. Ada lingkaran berwarna merah yang rapi. Ini berarti pelaku mencekik korban, dan tidak ada perlawanan dari korban” kata Yugyeom.

“Jadi, om bilang, Jeno tidak bunuh diri, melainkan dibunuh?” tanya Hyunjin memastikan. “Exactly. Orang ini pasti mengenal Jeno. Kebiasaan Jeno, dan sudah mempelajari tingkahnya” kata Yugyeom.

“Baik om, terima kasih” kata Hyunjin.

CHAPTER 4

CONVERSATION

Hyunjin berlari sekuat tenaga menuju kamar Jaemin. Dan ketika ia sampai, sudah ada garis polisi di depan kamar Jaemin.

Semua anggota kelompoknya sudah ada disana. Jaemin terlihat memeluk jaket Jeno dan memandang kamar dengan pandangan kosong.

Haechan terlihat memeluk seseorang berperawakan tinggi dan berambut hitam. 'Itu ka Doyoung. Kakaknya Jeno. Tadi Haechan langsung telepon dia' kata Sunwoo.

Hyunjin mendekati Jaemin dan langsung memeluknya. Jaemin tersentak, lalu perlahan menangis di bahu Hyunjin.

“Jin, hiks.. Kenapa harus Jeno? Jeno ga pernah ada masalah kenapa dia harus bunuh diri hiks” tangis Jaemin. Hyunjin menepuk-nepuk bahu Jaemin pelan. “Na, ada hal-hal di dunia ini yang ga bisa kita kendalikan. Mungkin menurut Jeno, ini adalah satu-satunya jalan yang bisa diambil” kata Hyunjin.

Jaemin masih menangis pelan. Kemudian, polisi keluar dari kamar Jaemin dan Jeno tersebut. “Kami menemukan ini tadi di bawah bantal saudara Jeno. Mungkin ini sesuatu yang penting” kata Polisi tersebut sambil menyerahkan sebuah kartu pos.

Hyunjin menerimanya dan menyimpan itu di dalam seragam miliknya. Tak lama, polisi mengeluarkan jenazah Jeno dari kamar. Jaemin menangis kembali, ditambah Doyoung yang makin menangis dengan kencang.

Hyunjin menitikkan air matanya. 'Terima Kasih Jeno pernah hadir sebagai bagian dari kami' kata Hyunjin dalam hati.

CHAPTER 3

FIRST

Jaemin keluar dari lift ketika lift menunjukkan angka 5. Ia berjalan menuju kamarnya dan Jeno, 509.

Sebelumnya, ia berhenti di kamar Renjun dan Haechan terlebih dahulu. Jaemin membuka pintu kamar Renjun dan Haechan yang memang tidak pernah dikunci oleh keduanya.

Jaemin menggeleng melihat Haechan yang tertidur dengan guling yang sudah berada di bawah. Renjun yang sama sekali tidak mendengar pintu terbuka, karna Renjun menyumpal telinganya dengan headset.

Jaemin menggoyangkan tubuh Renjun. Renjun melihat Jaemin dan akhirnya melepas headset dari telinganya itu. “Kenapa?” tanya Renjun.

“Makan bareng yuk. Aku abis beli geprek.. Tadi di jalan ketemu ka Mark, ka Lucas, ka Hendery sama ka Xiaojun. Terus mereka kasih geprek buat kita” kata Jaemin.

Fyi, Haechan ini sepupunya Mark, Jaemin ini tetangganya Lucas. Makanya, saling kenal satu sama lain.

“Yaudah ke ruang makan duluan gih. Gua bangunin kebo satu ini” kata Renjun. Jaemin mengangguk dan pergi ke ruang makan.

¤¤¤

Jaemin menyimpan makanannya di salah satu meja di ruang makan. Setelah memastikan bahwa tidak akan ada orang yang menduduki kursi mereka, Jaemin pergi ke kamarnya dan Jeno.

Ketika Jaemin ingin membuka pintu, ia mendapati bahwa pintu tersebut terkunci. Jaemin berulang kali mendorong pintu untuk memastikan bahwa pintu itu benar-benar terkunci.

“Na, lo ga bawa kunci?” tanya Renjun. “Engga. Jeno kan kalo tidur, dan kalo ga ada gua, dia ga pernah kunci kamar. Makanya kok tumben dikunci” kata Jaemin.

“Coba aja minta kunci cadangan sama satpam Na” kata Haechan. “Duh males turun” kata Jaemin dengan wajah memelasnya. “Iya iya gua yang turun. Untung gua sayang sama lu Na” kata Haechan.

Haechan pun turun ke lantai 1 untuk memanggil satpam. Sementara, Jaemin dan Renjun duduk di lantai, di depan kamar Jaemin dan Jeno.

Tak lama, Haechan datang bersama dengan seorang Security. “Kamarnya kekunci dek?” tanya security tersebut. “Iya pak. Saya lupa bawa kunci” kata Jaemin.

Security tersebut membuka pintu kamar Jaemin dengan kunci cadangan. “Lain kali jangan lupa bawa kunci ya dek” kata Security. “Iya pak. Makasih ya pak” kata Jaemin.

Jaemin mendorong pintu kamarnya. Dan pemandangan di kamarnya membuatnya histeris.

“AAAAA!!!!” teriak Jaemin. Renjun dan Haechan langsung mendatangi Jaemin yang terduduk di lantai. Dan mereka sama terkejutnya.

Di dalam kamar, mereka menemukan Jeno tergantung di atap kamar, dengan mengenakan kemeja berwarna merah.

CHAPTER 2

FIRST MEETING

Hyunjin menghitung anggotanya. Hanya ada 8, termasuk dirinya. “Renjun izin telat Jin, dia ada ukm” kata Jeno.

“Ikut ukm apa dia?” tanya Sunwoo. “Itu astaga gue gatau kepanjangannya apa. Prodcine” kata Jaemin. “Oh prodcine. Anak kelas gua ada yang anak prodcine” kata Haechan.

“Yaudah kita mulai aja ya rapatnya” kata Hyunjin.

¤¤¤

Jeno menidurkan dirinya di kasur miliknya. Jaemin sedang membeli makanan entah dimana. Lagian, anak itu sudah ada janji untuk kerja kelompok.

Jeno yang tidak mengerjakan apa-apa itu, hanya melakukan scroll pada Instagram miliknya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan ketukan pintu kamarnya.

Jeno berdiri dan membuka pintu kamarnya. Namun, ia mendapati sebuah kartu pos. Kartu pos itu terdapat 10 gambar yang didominasi warna merah.

Jeno membalik kartu pos tersebut, dan tidak ada tulisan apapun di belakangnya. Benar-benar tidak ada tulisan apapun.

“Orang sekarang iseng-iseng. Tapi nih orang kok kaya fanatik banget sama warna merah? Yaudahlah, paling kerjaannya si Nana ini mah” kata Jeno.

Jeno menyimpan kartu pos itu di bawah bantalnya, dan Jeno pun pergi ke alam mimpi.

CHAPTER 1

MEET THE FRIENDS

Hyunjin berjalan menuju kamar asramanya. Ketika ia berjalan menuju kamarnya, tak jarang banyak orang yang berbisik-bisik.

Well, bukannya Hyunjin mau sombong, tapi dia adalah salah satu selebgram terkenal di kampusnya! Tidak akan ada satu orang pun yang tidak mengenal Hwang Hyunjin, jurusan Hospitality dan Pariwisata angkatan 2018 itu!!

Ketika Hyunjin membuka pintu kamarnya, ia malah disuguhkan dengan gelas-gelas yang berserakan di lantai. Hyunjin menghela nafasnya kemudian memungut beberapa gelas tersebut.

“Untung temen, kalo engga, udah gua usir dari hari pertama. Kenapa coba harus gue yang sekamar sama bocah jelmaan tupai ini?” kata Hyunjin.

Tak lama, pintu kamar Hyunjin terbuka dan masuk lah seseorang dengan topi berwarna putih dan bando berkarakter tupai. “Oh, hai Jin. Dah balik?” kata orang tersebut.

Perkenalkan, ini adalah Jisung, atau biasanya dipanggil Han. Salah satu sahabat Hyunjin dari masih pake popok, sampai saat ini. Hyunjin melempar jas yang merupakan seragam jurusannya kepada Han.

“Sudah ku bilang, pakai botol yang besar bodoh. Jangan mengeluarkan gelas banyak-banyak” kata Hyunjin. Han menangkap seragam Hyunjin kemudian menggantungkan seragam itu di balik pintu kamar mereka.

“Iya iya bawel banget sih jadi manusia. Gue yang selama ini masakin lo nasi, cuciin seragam lo, setrika seragam lo ga pernah ngomel anjer” kata Han.

Hyunjin mengelus dadanya. Ini nih, Han pasti bakal bawa-bawa kerjaannya dia. Jadi, Hyunjin itu kan sibuk, dia ga sempet tuh buat cuci seragamnya. Kebetulan, asrama mereka ga ada namanya jasa laundry, karna pihak asrama mau, anak-anak yang tinggal disini mandiri, salah satunya cuci baju sendiri.

Nah, karna Hyunjin sibuk, Han yang kelewat pinter dan gabut, akhirnya yang cuciin seragam dia dan bahkan sampe disetrika. Sedangkan Hyunjin, kebagian cuci peralatan makan aja.

“Iya iya bawel. Maaf dong. Abisnya, lo ngeluarin gelas mulu. Gua pusing harus cuci yang mana dulu. Nanti kalo salah cuci, gue lagi diomelin” kata Hyunjin. Han cuma nyengir dan akhirnya membereskan gelas-gelas yang sudah kotor.

“Entar ke ruang makan ya jin. Felix mau beli pizza sama chicken” kata Han. “Diet gua” kata Hyunjin. “Sok diet anjir. Gas aja sih, tuan muda lagi baik noh” kata Han. “Yaudahlah, diet bisa besok” kata Hyunjin.

¤¤¤

Di ruang makan, Hyunjin duduk bersama Han, Felix dan Seungmin. Yups, sama seperti Han, Felix dan Seungmin adalah sahabat kecilnya. Felix dan Seungmin juga menempati kamar di lantai yang sama dengan mereka.

“Weits, pak dokter tumben ga sibuk” kata Hyunjin sambil menepuk bahu Seungmin. Seungmin yang sedang menyuap sepotong pizza jadi terbatuk dan Felix segera memberikan air kepada Seungmin.

“Kasian anak orang weh” kata Felix sambil tertawa kecil. “Sibuknya minggu depan. Ada ujian blok hadehh” kata Seungmin. “Otak lo terlalu encer sih Min, jadi disuruh masuk kedokteran kan lo” kata Han.

“Lo udah buka portal?” kata Felix. “Emang ada apa Lix?” tanya Hyunjin. “Katanya angkatan 18 bakal ada acara kemah gitu. Wajib. Terus, kelompoknya langsung dibagiin sama kampus” kata Felix.

Hyunjin, Han dan Seungmin langsung membuka portal mahasiswa mereka. “Lah anjir iya dong.. Duh gue males sosialisasi nih” kata Han. “Introvert life” kata Felix. Han pun melempar tisu bekas ke Felix. “Haduh bule ini minta digampar ya” kata Han.

“Kita disatuin kok. Dan satu kelompok ada 10 orang” kata Seungmin. “Sama siapa aja?” tanya Felix. “Ga tau. Ga kenal siapa-siapa. Eh ini ada anak Sastra Inggris juga dong” kata Han.

“Beda kelas kali. Temen lo kan cuma anak kelasan lo doang” kata Hyunjin. “Jin, lu jadi leader nya nih” kata Seungmin. Hyunjin menyemburkan colanya, tepat di hadapan Felix.

“EW! Jorok banget lo! Anjer Hwang Hyunjin” kata Felix. “Lo harus bikin grup. Tuh nomornya ada disitu semua” kata Han.

Dan selamat tinggal waktu istirahat Hyunjin...