Sunshinecjh

San memarkirkan motornya di depan rumah Wooyoung. Rumah dua tingkat yang didominasi warna coklat itu terlihat nyaman ditinggali. Entah apa yang membuat kekasihnya itu memutuskan untuk sering menginap di kosannya dibanding di rumahnya.

“Eh San udah dateng. Mau jemput Wooyoung??” San turun dari motornya, dan tidak lupa melepas helmnya. Setelah itu menyalami ibu dari kekasihnya itu. “Iya nih tante. San izin bawa Wooyoung jalan-jalan ya” kata San.

“Bawa aja San. Biar tuh anak ga gila belajar. Hadeh dari kecil sampe SMA dia tuh belajar mulu, tante aja bosen liat dia belajar. Untung kenal kamu, dia jadi sering main keluar. Tante ga masalah mau dia pulang jam berapa juga, yang penting anak tante ga belajar terus” kata mama dari Wooyoung.

San hanya bisa menganga mendengar ucapan dari mamanya Wooyoung. Lah, orang tua lain mah pengen anaknya rajin belajar, ini disuruh keluyuran mulu. Emang ya, kadang San ga ngerti sama keluarga pacarnya itu :')

“MAA!! WOOYOUNG PERGI YA” seru Wooyoung dari dalam rumah. “IYA MAMA DENGER, GAUSAH TERIAK” kata mamanya Wooyoung. “YA MAMA JUGA TERIAK” kata Wooyoung. Wooyoung ke depan pintu dan mencium tangan mamanya. “Dadah mamaku sayang. Aku pacaran dulu ya” kata Wooyoung.

“Gausah pulang deh kamu. Biar ga ada polusi udara. Mama mau pacaran juga sama papa” kata mamanya Wooyoung. Kali ini, San beneran tambah kaget. Buset ini anaknya malah disuruh jangan pulang :')

“Ya emang mau nginep di kosannya San” kata Wooyoung dengan entengnya. “San, kalo dia berisik, kekep aja pake selimut, oke?” Kata mamanya Wooyoung. “Siap tante ehehe” kata San. “Yaudah aku pergi ya mam” kata Wooyoung sambil naik ke motor San. Dan mereka pun pergi menuju warkop langganan mereka.

Sesampainya di warkop, Wooyoung masuk ke dalam untuk memesan. Sedangkan San langsung duduk di tempat biasa mereka duduk. Tangannya mengeluarkan sekotak rokok dan mulai menyalakan rokoknya tersebut.

“Nih kopi lo. Gue pesenin mie sama roti bakar tadi” kata Wooyoung yang langsung duduk di hadapan San. Sama seperti San, Wooyoung pun mengeluarkan sekotak rokok dari kantong celananya dan menyalakan rokok tersebut.

“Mama lo tau lo nyebat?” Tanya San. “Tau. Papa juga tau. Mereka bilang gapapa, asal gue tau batasan. Malah kemaren papa beliin vape, katanya lebih aman. Tapi ga enak banget, enakan rokok biasa” kata Wooyoung sambil terkekeh. “Enak banget. Gue diocehin mama gue terus” kata San.

Wooyoung duduk di samping San dan mengambil foto keduanya. “Mau ngapain?” Tanya San. “Pamer lah. Punya pacar cakep, sayang kalo ga dipamerin” kata Wooyoung sambil terkekeh. Wooyoung pun mengupload foto mereka di sosial media.

“Liat, Mingi ngambek ga diajak” kata Wooyoung. “Lah ngambek. Kenapa ga ngajak gebetannya dah” kata San. “Siapa gebetan Mingi? Kok dia ga cerita?” Tanya Wooyoung. “Yunho lah, siapa lagi” kata San. “Friendzone?” Tanya Wooyoung. “Yunhonya cuma anggep temen, Minginya cupu” kata San.

“ANJIR NGAKAK HAHAHA.. Mingi cupu banget anjir. Kaya Yeosang dong langsung nembak Jongho di depan papa mamanya” kata Wooyoung. “Yeosang mah menantang maut njir. Udah tau ortunya Jongho galak” kata San.

Kemudian keduanya terdiam sementara karena makanan yang sudah datang. Mereka makan dalam diam. Setelah makan, San terkejut dengan tingkah Wooyoung yang terlihat lebih manja padanya. “Kenapa?” Tanya San sambil mengelus rambut Wooyoung.

San baru menyadari bahwa kekasihnya mengganti warna rambutnya. Beberapa hari lalu, San ingat bahwa Wooyoung mau mencoba warna rambut baru, yaitu blonde di dalam dan hitam di luarnya. Sangat cocok dan terlihat manis untuk kekasihnya.

“Gue stress banget. Mungkin karna ga biasa main kaya sekarang. Jadi berasa gue kok ga belajar, ngapain main terus” kata Wooyoung sambil menghela nafasnya. San merangkul tubuh yang lebih kecil itu dan memeluknya. “Jung Wooyoung hebat. You did a great job, Sayang.. Gausah banyak pikiran ya.. Badan lo nanti cape” kata San.

“Lo udah terlalu banyak belajar. Sekarang, nikmatin masa muda lo. Nikmatin masa-masa lo bisa jalan sama gue, jalan sama temen yang lain. Oke?” Kata San sambil menangkup pipi tembam kekasihnya itu. “Hnggg okee.. Makasihh” kata Wooyoung sambil tersenyum manis.

“Dah yuk, bayar. Kita jalan-jalan keliling sini” kata San sambil berdiri. “YEY!!!” Kata Wooyoung dengan semangat.

Sesuai janjinya pada Jongho, Seonghwa beneran nemenin Jongho ke suatu tempat. Seonghwa gatau sih kemana adik kelas gemesnya ini bawa dia, tapi yaudahlah Seonghwa ikut aja. Itung-itung terima kasih karena sudah menyelamatkannya dari tawuran :(

“Jjong? Ini dimana?” Tanya Seonghwa ketika Jongho mengemudikan motornya sampai di sebuah jalan raya yang sepi pengendara, tetapi ramai oleh orang-orang. “Hehe, baru pertama kali kesini ya ka?” Tanya Jongho dengan senyuman.

Seonghwa mengangguk cepat. Lagian, buat apa dia ke tempat kaya gini malem-malem? Mending dia makan sambil nonton netflix. “Udah gapapa ka. Lo ikut gue aja, dijamin aman” kata Jongho. Jongho memarkirkan motornya di depan kedai kopi kekinian. Jongho melepas helmnya dan menyimpannya di stang motornya.

“Yuk kak. Kita masuk” kata Jongho. Seonghwa berjalan mengikuti Jongho masuk ke dalam kedai kopi itu. Matanya terkejut ketika mendapati beberapa figur yang sudah tidak asing di dalam kedai kopi tersebut. “Wih, Jjong, selingkuh dari Yeosang?” Tanya seseorang dengan rambut hitam dan highlight blonde. Itu Wooyoung. Seonghwa dengar, dia itu orang yang suka bolos kelas.

“Mana ada!! Ini ka Hwa!! Ketua BEM Fakultas Psikologi~ Tadi gue nyelamatin ka Hwa, nah ka Hwa bilang mau bales budi, jadi yaudah gue minta ka Hwa temenin gue hari ini. Biar ga dimarahin mama” kata Jongho. “Waw, halo ketua BEM. Baru pertama kali kenal dunia malam?” Sapa Wooyoung.

“Kalian ngapain disini?” Tanya Seonghwa. “Hm? Ngapain? Ya balapan. Duitnya lumayan” kata figur di samping Wooyoung yang Seonghwa kenal sebagai San. San sendiri kekasih dari Wooyoung, dan sama seperti Wooyoung, San sangat sering bolos kelas.

“Se-Serius? Emang ga bahaya?” Tanya Seonghwa. “Yaampun ka, beneran ya ternyata lo polos banget” kata Wooyoung sambil terkekeh. “Weits ada siapa nih bro? Wah ada Park Seonghwa.” Keempatnya menengok, dan mendapati Yunho, Mingi, Yeosang dan satu figur yang sangat ingin Seonghwa hindari, Hongjoong.

“Jjong, kamu ga bilang kalo ada Hongjoong” bisik Seonghwa pada Jongho. “E-Eh? Ada ka Joong? Tumben” kata Jongho. “Kamu hari ini yang turun kan, babe? Udah cek kondisi motor?” Tanya Yeosang sambil memeluk leher Jongho dan menciumi kepala Jongho.

Seonghwa terkejut lagi. Ini lagi, ternyata Jongho yang merupakan anggota HIMA jurusannya (Jongho kuliah jurusan Ilmu Komunikasi btw), telah berpacaran dengan Yeosang, pangerannya anak teknik (dan anak rektor kampus mereka).

“Ka, muka lo kaget banget kayanya” kata Yunho. “Iyalah, baru pertama kali kesini” kata Wooyoung. “Oh iya, karena aku yang ajak kakak kesini, mau beli minum apa ka? Aku bayarin, tapi kakak harus nonton aku balapan nanti ya” kata Jongho dengan mata berbinar. Dan siapa Seonghwa bisa menolak? Kepalanya pun mengangguk.

“Yey!!” Kata Jongho. “Sini Jjong, gue periksa motor lo” kata Hongjoong. “Oke bang” kata Jongho sambil menyerahkan kunci motornya pada Hongjoong. “Ayo ka, gue traktir” kata Jongho sambil menarik tangan Seonghwa ke arah kasir.

“Kamu temenan sama mereka?” Tanya Seonghwa. “Iya ka. Soalnya, walaupun begitu, mereka temen yang loyal. Ga akan nusuk lo dari belakang. Mereka yang paling ngertiin gua juga” kata Jongho. Setelah membayar dua kopi, mereka pun kembali ke kursi yang diduduki teman-temannya.

“Ayo Jjong. Lawan lu dah nunggu tuh” kata Hongjoong sambil menyerahkan kunci motor ke pemiliknya. “Yah cepet amat sih ka Yeonjun datengnya. Gue belom minum kopinya” kata Jongho dengan sedih. “Yaelah, ntar gue bayarin kopi kalo lu menang, cil. Sini kopinya gue minum dulu” kata Mingi sambil menarik kopi di tangan Jongho. “Bang Mingi ga ada akhlak” kata Jongho.

“Dah sana siap-siap. Ntar kita nonton” kata Yeosang sambil mendorong kekasihnya keluar dari kedai kopi tersebut. “Nah, ayo ka Hwa. Jongho pengen lu nonton dia” kata Wooyoung sambil merangkul Seonghwa.


Wooyoung membawanya ke pinggiran jalan yang Seonghwa anggap sebagai jalur balapan. Ia melihat sekelilingnya. Ia melihat Mingi, Yunho dan Yeosang yang mengapit rokok di mulut mereka. San dan Wooyoung yang sibuk menyorakkan nama Jongho. Dan Hongjoong yang entah kenapa hanya jongkok di depan.

“3!! 2!! 1!! GO!!” Kedua motor itu pun melaju dengan kecepatan tinggi. “Ini berapa puteran?” Tanya Seonghwa pada Wooyoung. “Hm, karena dia termasuk pemula, cuma 3 puteran aja” kata Wooyoung. Kemudian, terdengar lajuan motor dengan cepat. “Jongho mimpin. Anjir, keren juga pacar gue” kata Yeosang.

Hongjoong tiba-tiba berdiri. “Lu bawa p3k ga?” Tanya Hongjoong tiba-tiba pada Seonghwa. “E-Eh, e-engga lah. Buat apa bawa?” Tanya Seonghwa. “Ah elah. Kalian ada yang bawa P3K?” Tanya Hongjoong kepada adik-adiknya yang lain. “Gue paling banter bawa plester doang bang” kata Wooyoung sambil menunjukkan serenceng plester.

“Lo ngapain bawa plester, yang?” Tanya San. “Sebagai anak perhotelan, ya gue harus bawa plester kemana-mana. Takut ada yang berdarah tiba-tiba kan pas di dapur” kata Wooyoung. “Gi, ke indoapril gih. Ada yang 24 jam kan deket sini. Beliin betadine” kata Hongjoong. “Napa bang? Tumben?” Tanya Mingi. “Udah nurut aja sih lo anakan jerapah” kata Hongjoong.

“Dih. Udah nyuruh, ngomel lagi” kata Mingi. Tapi Mingi tetap menuruti perintah Hongjoong sambil menarik Yunho untuk ikut dengannya. Kemudian, tidak lama, terdengar suara motor yang berhenti dan diikuti sorak-sorai penonton yang lain. “Siapa menang?” Tanya Hongjoong.

“Jongho!! Wah gila ya Jongho. Belom pernah kalah loh dia” kata salah seorang penonton. Hongjoong terdiam, kemudian menerobos lautan manusia itu. “Bang!! Elah napa sih tuh orang” kata Yeosang sambil mengikuti Hongjoong. “Ayo ka, ntar lo kesasar lagi” kata Wooyoung sambil menarik Seonghwa dan mengikuti Yeosang serta Hongjoong.

“JONGHO!!” Seru Yeosang. Dan ketika Seonghwa sampai, ia menutup mulutnya karena terkejut. Disana ada Jongho yang merebahkan dirinya di badan Yeosang sambil meringis menahan sakit. Tangan kirinya mengeluarkan darah, dan terdapat luka juga di wajahnya. “Gila lu Jongho. Udah tau motor lagi ga bener, jangan maksa balapan” kata Yeonjun, lawan Jongho tadi.

“Dia jatoh dimana?” Tanya Yeosang. “Puteran terakhir. Untung motor lu ga ringsek anjir abis jatoh” kata Yeonjun. “Nih duitnya kasih ke siapa?” Tanya wasit balapan itu. “San, pegang dulu. Ini anaknya mau gue bawa dulu sebentar” kata Yeosang. “Oke kalem” kata San sambil mengambil sejumlah uang yang diberikan oleh wasit tersebut.

“Bisa jalan ga dek?” Tanya Yeosang. “Shh.. Sakit ka..” rintih Jongho. “Bang, ini udah dibeli. ASTAGA JONGHO” seru Yunho ketika ia datang bersama Mingi. “Buka jaketnya dulu” kata Wooyoung. Yeosang membuka jaket Jongho, dan terlihat lengan kirinya yang terus mengeluarkan darah.

“Tisu tisu” kata Yeosang. Hongjoong menyerahkan beberapa lembar tisu pada Yeosang dan Yeosang dengan cekatan menahan darah keluar semakin banyak. “Sini, gue bantu obatin” kata Seonghwa sambil mengambil betadine di tangan Yunho.

Seonghwa mengoleskan betadine tersebut di wajah Jongho. “Shh pelan-pelan ka” kata Jongho. “Maaf, sakit ya?” Kata Seonghwa sambil meniupkan betadine yang di wajah Jongho agar tidak menetes dengan cepat. “Nih ka, darah di tangannya udah berenti. Tolong obatin” kata Yeosang. Seonghwa mengangguk dan mengobati tangan kiri Jongho.

“Mau ke rumah sakit ga? Kata Yeonjun lo sempet kelempar” kata Hongjoong. “Gausah lah bang. Duh, mama bisa khawatir kalo gue masuk rumah sakit. Yang ada gue ga boleh balapan lagi” kata Jongho. “San, lo punya sim mobil kan?” Tanya Hongjoong. “Ada. Kenapa?” Kata San.

“Lo bawa mobil gue. Bawa Jongho ke rumah sakit, sekalian anterin Yeosang, Jongho sama ketua BEM ini balik. Wooyoung, Yunho, Mingi, kalian balik aja. Besok kelas pagi kan? Jangan bolos, udah mau deket uts. Gue bawa motor Jongho ke rumah gue” kata Hongjoong.

“BANG!!” seru Jongho. “Nurut. Dan besok gausah lu masuk kuliah. Gue liat lo di kampus, gue pukul lo. Ngerti ga?” Ancam Hongjoong. Seonghwa sampai merinding sendiri. Gila, sama temennya sendiri aja seperti ini. “Tapi gue ada rapat HIMA besok” kata Jongho. “Kalo gitu dateng rapatnya aja” kata Yeosang.

“Denger pacar lo. Gue ga main-main, Jongho” kata Hongjoong. “Iyaa” kata Jongho sambil mengerucutkan bibirnya. “Yaudah, balik sana. Udah malem” kata Hongjoong. “Ralat, pagi bang” kata Wooyoung. “Iya pagi. Hati-hati kalian” kata Hongjoong.

Dan mereka semua pun pulang ke rumah masing-masing.

San menggigit bibirnya cemas. Tadinya, dia tidak mau menyebarkan fakta bahwa ia bisa melihat hantu. Selain karena para hantu akan menganggunya, ia takut terjadi hal buruk pada dirinya dan juga teman-teman di sekitarnya.

“Yeosang, Jongho. Coba bantu aku” kata San. “Kenapa??” tanya Jongho. “Kalian liat arwah yang tadi berdiri di belakang Seonghwa ga?” Tanya San. “Seonghwa siapa?” tanya Yeosang. San menepuk dahinya. Benar-benar dua hantu ini. Padahal sedari tadi mengikutinya tapi malah tidak tau Seonghwa yang mana :')

Oh!! Kakak manis yang rambut merah tadi?? Aku lihat. Ada kakak lainnya yang rambutnya biru, ngikutin kakak itu terus” kata Jongho. “Dia bahaya ga?” Tanya San pada Jongho. “Hm.. Tidak tau? Karena aku baru melihatnya hari ini” kata Jongho. San menghela nafasnya. Benar-benar tidak membantunya.

Tapi Ka San. Arwah itu punya seragam yang berbeda dengan kami” kata Jongho. “Seragam?” Tanya San. Jongho mengangguk kecil. “Seragamnya sama seperti yang kakak gunakan sekarang. Berarti, dia meninggal baru-baru ini” kata Jongho.

San menggigit jarinya sebagai pengalihan. “Maafkan aku ka Seonghwa” kata San sambil mengetik balasan dari pesan Seonghwa. San memutuskan untuk menutupi kebenaran tentang dirinya.


San merebahkan dirinya ke kasur. Belum ada 24 jam, dia sudah melihat 3 hantu. Kepalanya sungguh pening. Dia ingin menjauh dari masa lalu menyakitkannya, tapi dia malah bertemu masalah baru.

SAN!! SAN!! Teriakan Yeosang membuatnya terduduk kembali. “Apa apa?” Tanya San panik. “Kami lupa mengingatkanmu!! Kamu sekarang harus keluar. Beli makan malam, cemilan dan air putih untuk malam ini” kata Yeosang. “Kenapa?” Tanya San. “Haish jangan banyak tanya. Cepat lakukan” kata Yeosang.

San segera mengambil dompet dan keluar dari kamarnya. Di lantai dasar asrama ini, terdapat minimarket yang menyediakan makanan cepat saji. San mengambil satu paket rice box, membeli beberapa cemilan juga minuman. San segera membayarnya dan kembali ke kamarnya. Semua itu dilakukannya dengan cepat karena Yeosang yang panik.

San kembali tepat pukul 6 sore. “Jadi, jelaskan padaku. Kenapa kalian menyuruhku beli makan?” kata San. “Ini malam ke 13, San. Setiap malam ke 13, akan ada tangga menuju lantai 13. Dan jika kamu naik tangga itu, kamu tidak akan kembali. Dalam artian, kamu akan meninggal” kata Yeosang.

San terkejut. “INI ASRAMA NYEREMIN AMAT” kata San. “Makanya. Kamu tidak boleh keluar kamar dari jam 6 sore sampai jam 6 besok pagi. Makanya aku menyuruhmu membeli makanan dan minuman” kata Yeosang. San pun duduk di kasurnya. Benar-benar begitu banyak kejutan.

HALO JONGHO DISINI” teriak Jongho. San menutup telinganya. Wah, hantu yang mengatakan bahwa dirinya mirip kakaknya itu sangat berisik. “Aku bawa tamu” kata Jongho. Jongho menggeser tubuhnya dan San melihat hantu yang tepat di belakang Seonghwa tadi pagi.

Halo?? Kamu yang tadi pagi jatoh dari bangku kan?” kata hantu tadi. San mengutuk Jongho yang seenaknya membawa hantu ke kamarnya. “Iya. Namaku San” kata San. “Oh perkenalkan aku Hongjoong. Aku pacarnya Seonghwa” kata hantu itu atau Hongjoong.

“Aku bisa liat itu. Kamu ga pergi dari dia” kata San. “Hm.. Sebenernya bukan karena itu aja sih. Aku yang ga mau pergi. Sekolah ini menyimpan banyak kenangan untukku. Jadi, aku kembali. Walaupun Seonghwa lulus, aku akan tetap disini” kata Hongjoong. “Memang apa spesialnya sekolah ini? Selain banyak penghuninya?” Tanya San.

Kamu akan tau suatu saat nanti. Buktinya, dua hantu tua ini tidak pergi dari sekolah kan?” kata Hongjoong menunjuk Jongho dan Yeosang. “Hey, kami tidak pergi karena mayat kami belum ditemukan” kata Yeosang. “Jadi rumor soal pasangan yang terjatuh ke jurang setelah jurit malam itu benar ya” kata Hongjoong.

Tentu saja. Itu kami” kata Yeosang. San menepuk dahinya. Kok ini Yeosang keliatannya bangga banget dikenal sebagai 'pasangan yang meninggal saat jurit malam'?? “Kalo kakak? Kenapa bisa meninggal? Dan kapan?” tanya Jongho. “Hey, kamu lebih tua dibanding dia” kata San. “Enggalah. Aku meninggal di usiaku yang 14, ka Yeosang 17 dan ka Hongjoong 18” kata Jongho.

“Kamu anak aksel?” Tanya San. “Iya!! Keren kan!!” kata Jongho. San terdiam. Jongho tiada di usia yang sangat muda. “Jangan sedih begitu ka San. Semua ada waktunya” kata Jongho sambil tersenyum manis. “Betul San. Semua itu adalah takdir. Nanti kamu akan tau kenapa kami hanya bisa pasrah menunggu takdir kami” kata Yeosang.

Jadi, aku bisa bercerita?” tanya Hongjoong. “Oh, tentu. Maaf melupakanmu” kata San. “Tidak apa. Aku meninggal setahun yang lalu. Tepat di malam ke 13 ini” kata Hongjoong. San yang sedang minum pun tersedak. “HAH?” seru San. Hongjoong mengangguk. “Hari ini tepat setahun” kata Hongjoong.

“Kok bisa?” Tanya San. “Hm saat itu aku lagi fokus membuat lagu untuk Seonghwa. Seonghwa kamarnya di lantai 12 dan aku lupa bahwa itu adalah malam ke 13, jadi aku naik terus. Dan entahlah tiba-tiba aku berubah jadi arwah. Aku mengikuti Seonghwa terus sejak itu. Kemudian seminggu kemudian, tubuhku dilempar dari atap gedung sekolah. Guru-guru kemudian memakamkan tubuhku itu di kota asalku” kata Hongjoong.

“Kalian tidak pernah memeriksanya?” Tanya San. “Untuk apa? Pasti menyeramkan” kata Jongho. “Dan kamu hantu, Jongho. Kamu tidak akan mati lagi” kata San membalas perkataan Jongho. “Tidak ada apapun disana. Aku pernah kesana lagi saat malam ketiga belas” kata Hongjoong.

By the way, Seonghwa tau kalo kamu bohong padanya” kata Hongjoong. “KOK BISA??” Tanya San. “Karena dia bisa merasakan. Dia tidak bisa melihat kita, tapi dia bisa merasakan kehadiran kita” kata Hongjoong.

San memasuki kamarnya yang tepat bersebelahan dengan balkon di asrama. Kamarnya ini untuk satu orang dan tepat bersebelahan dengan Yunho. Mingi sendiri kamarnya di lantai 7 dan Seonghwa yang berada di lantai 8. San dan Yunho ada di lantai 9.

San merebahkan dirinya di kasur. “Hah semoga tidak ada hal-hal yang aneh” kata San sambil memejamkan matanya. Ketika ia memejamkan matanya, ia mendengar sayup-sayup dua orang yang sedang berbincang.

Kamu bisa membangunkannya” kata seseorang dengan suara yang berat. “Tidak akan, ka Yeosangku yang tampan. Dia tidak akan bisa melihat kita” kata orang lain yang memiliki suara lebih pitchy. San membuka matanya dan terkejut ketika melihat dua orang di kamarnya.

“AAAA!! KALIAN SIAPA?!” Seru San. “Kan!! Sudah ku bilang dia bisa melihat kita” seru orang yang dipanggil Yeosang tadi. “Ahh tidak seru” balas orang yang disebelah Yeosang. San melihat keduanya dan mengerutkan dahinya. Cahaya bulan menembus tubuh keduanya, fix mereka arwah.

Baru San memimpikan kehidupan yang tenang, dia diganggu oleh dua mahluk ini :') “Jadi, kalian siapa? Aku tau kalian arwah” kata San menatap kedua orang (?) Tersebut. “Halo!! Namaku Jongho, dan ini Yeosang. Kami salah satu penghuni sekolah ini” kata Jongho.

“Salah satu? Jadi banyak dong penghuni disini?” Tanya San. “Ya banyak” kata Jongho dengan mata bulatnya. San memijat dahinya pelan. Astaga baru sampai saja dia sudah disambut oleh dua hantu, apalagi ke depannya?

“Darimana kalian tau kalo aku bisa liat kalian?” Tanya San. “Auramu berbeda. Dan kamu mirip kakakku” kata Jongho. “Dengar, aku bukan kakakmu, kamu pasti meninggal sudah lama” kata San. “Hm.. Kita meninggal kapan hyung?” Tanya Jongho pada Yeosang. “Kita meninggal tahun 1800an, babe” kata Yeosang.

“HAH? Wait wait. Kenapa kalian bisa meninggal?” Tanya San. “Hm.. Seingatku, kami sedang melakukan jurit malam. Kemudian, karena ditakuti oleh kakak pembina, kami jatuh ke jurang dan tiba-tiba menjadi arwah” kata Jongho. “Dan sejak itu jurit malam tidak pernah dilakukan lagi” kata Yeosang.

“Jadi, kenapa kalian mendatangiku? Kalian butuh sesuatu?” Tanya San. “Tidak ada. Aku hanya ingin mengikutimu. Karna kau mirip kakakku” kata Jongho dengan semangat. “Dan aku mengikuti dia. Dia kekasihku” kata Yeosang. “Baiklah. Tapi, tolong jangan ganggu aku” kata San sambil menghela nafasnya.

Bye, kehidupan tenang :(((


Keesokan paginya, San duduk di kantin asrama bersama Mingi dan Yunho. “Bagaimana?? Apa kamu tidur nyenyak?” Tanya Mingi. “Ya.. Lumayan..” kata San. San tidak bohong kok. Kedua arwah itu tidak menganggu tidurnya sama sekali. “Sekolah ini memang agak seram dan katanya banyak penunggunya” kata Yunho.

Dan aku sudah bertemu dua dari sekian banyak penunggu itu” kata San dalam hati. Tangannya memperhatikan Yeosang dan Jongho yang duduk di sebelahnya. “Ka Seonghwa!! Disini!!” Seru Yunho sambil mengangkat tangannya. San memperhatikan orang yang dipanggil Yunho, dan ternyata ada seseorang berpostur cukup tinggi dengan rambut hitam menghampiri mereka.

“Halo Yunho, Mingi. Eh, kamu siswa baru itu ya? Apa aku tidak apa-apa jika duduk disini?” Kata orang tersebut. “Oh silahkan ka” kata San. “Perkenalkan, aku Park Seonghwa” kata orang tersebut atau Seonghwa sambil mengulurkan tangannya. San membalas jabatan tersebut, “Aku San” kata San.

Dia punya pacar” kata Jongho yang berbicara di samping telinga San. San mengangguk menanggapi Jongho. Kan ga mungkin dia ngomong langsung, nanti temen-temen barunya ini takut :( San mengangkat wajahnya dan terkejut melihat ada arwah tepat di belakang Seonghwa.

“AAAA!!” Teriak San sampai ia terjungkal dari kursinya. “SAN!!” Seru Seonghwa, Yunho dan Mingi bersamaan. “Kamu kenapa??” Tanya Yunho. “Eh.. Ehm gapapa.. ehehe.. Tadi ada serangga aja” kata San sambil terkekeh. “Ekhem, aku duluan ya.. Ada sesuatu yang harus ku urus” kata San sambil berdiri dan menyimpan piring kotornya.

TW : Mention of trauma, blood, self harm, violance, toxic parent, drugs.


Jadi satu-satunya anak dengan posisi bottom di keluarga enak ga sih? Kalo kata Jongho sih enak-enak aja. Apalagi dia anak bungsu, dan tiga kakaknya top semua, ya makin dimanjain deh.

Jadi, Jongho punya 3 kakak, yang posisinya top, beda sama dia yang bot. Kakak tertuanya, dipanggil mas Seonghwa. Seonghwa baru aja sidang skripsi minggu lalu, dan hal itu bikin Seonghwa punya banyak waktu buat manjain adek bungsunya.

Kalo liat Seonghwa sekilas, orang pasti ga bakal mikir kalo Seonghwa itu top, karena Seonghwa emang lembut dan baik banget. Tapi, ya semuanya terpatahkan ketika Seonghwa umbar statusnya sebagai top dan punya pacar namanya Hongjoong.

Ngomong-ngomong, Jongho juga seneng kalo diajak jalan sama Hongjoong, soalnya pacar masnya itu seneng banget jajanin dia. Hongjoong satu tingkat sama masnya itu, beda jurusan doang. Masnya jurusan bisnis, Hongjoong jurusan seni rupa.

Kakak keduanya, namanya San. Jongho manggil dia pake abang. San sekarang lagi kuliah tahun kedua di kampus yang sama kaya Seonghwa. San ini kakak yang ngenalin dia sama dunia ngegym. Papinya sampe bikin tempat gym sendiri di rumah demi dua anaknya ini.

Setau Jongho, abangnya ini udah punya pacar. Pacarnya sekelas sama kakak ketiganya, jadi lebih muda. Cuma, kalo Jongho tanya ke pacarnya, ngakunya sih mereka masih belum pacaran karena pacar kakaknya yang mau fokus masuk ke kampus favorit. Ngomong-ngomong, namanya Wooyoung.

Wooyoung sering dateng ke rumah mereka dan sering banget menginvasi dapur sama mamanya. Wooyoung bisa bikin makanan enak dan sering kasih jatah lebih buat Jongho.

Terakhir, kakak ketiganya dipanggil ka Mingi. Mingi ini yang paling tinggi di keluarganya. Walaupun gitu, dia sering dikira yang paling tua karena tinggi sama suara beratnya.

Ya lagian, siapa yang mau percaya anak SMA kelas 3 tingginya udah 184 cm?? Emang kakaknya yang satu itu dapet kalsium berlebih. Walaupun gitu, menurut Jongho, ka Mingi ini enak banget diajak berantem + diisengin.

Beda sama Wooyoung, Mingi mau masuk kampus yang sama kaya kedua kakaknya (karena swasta). Jadi ya gitu, Mingi banyak leha-leha dan PACARAN! Gini-gini, pacarnya Mingi tuh seangkatan sama San dan temen deket San, namanya Yunho.


Pagi itu, hari pertama Jongho masuk SMA. Jongho satu sekolah sama Mingi dan karena Jongho pinter, dia mutusin masuk IPA, ngikutin Mingi. “Ayo dek, makan. Kamu nanti di ospek pasti” kata mamanya.

“Hayoloh digalakin sama kakak kelas nanti” kata Mingi sambil nakut-nakutin Jongho. “Kakak, jangan gitu sama adeknya. Mama tau ya kamu panitia ospek. Jangan jailin adeknya” kata Mama. “Tuh ka dengerin” kata Jongho sambil memeletkan lidahnya.

“Pagii.. Udah aktif aja nih” kata Seonghwa dengan wajah segar dan San yang masih mengantuk. “Kok bangun pagi, mas? Ada janjian di kampus?” Tanya mama. “Loh, aku kan mau nganterin bayi ke SMA, ma hehe.. Sekalian nyapa guru-guru lah. Terus siangan aku mau nemenin Hongjoong. Dia sidang hari ini” kata Seonghwa.

“Loh iya? Yaudah nanti suruh mampir ke rumah, mas. Mama kasih nastar deh. Hongjoong kan suka nastarnya mama” kata Mama. “Abang, kenapa bangun pagi?” Tanya Jongho pada San yang meluk dirinya.

“Abang ada kelas pagi. Duh kenapa sih kelas pagi harus ada” kata San. “Biar anak males kaya lu bisa bangun pagi. Dah sana buruan makan. Lu kan harus jemput Yeosang dulu” kata Seonghwa. “Yeosang siapa ka? Kok aku ga pernah denger?” Tanya Jongho. “Temen abang. Udah abisin makannya. Nanti keburu telat” kata San.

“Mas, ntar turunin adek di perempatan aja ya” kata Jongho. “Loh? Kenapa ga sampe sekolah?” Tanya Seonghwa. “Ihh adek sama ka Mingi udah bikin perjanjian, jangan sampe ada yang tau kalo adek itu adeknya ka Mingi” kata Jongho.

“Kenapa?” Tanya Mama. “Kakak jadi komdis ma. Nanti kalo pada tau, Jongho bisa dibully atau ga dibilang kakak pilih kasih” kata Mingi. “Oh yaudah kalo gitu. Nanti kalo dah pulang, telepon mas, oke? Kita jemput ka Hongjoong nanti” kata Seonghwa sambil mengusak rambut adik bungsunya itu.

Sesampai di sekolah, Jongho membaurkan diri dengan siswa-siswa baru disana. Matanya melihat Mingi yang masuk ke ruang OSIS dan Seonghwa yang berbincang dengan guru pengawas di pinggir lapangan.

“Eh maaf udah nabrak” kata Jongho saat dia tidak sengaja menabrak seseorang. “Oh? Gapapaa kok. Kenalin, aku Seungmin. Sepuluh IPA 1. Kamu?” Kata orang tersebut. “Wah kita satu kelas!! Kenalin aku Jongho” kata Jongho dengan semangat. “Wahh akhirnya. Ayo ke barisannya bareng ya” kata Seungmin.

Jongho dan Seungmin beranjak menuju barisan kelas X Ipa 1. Dan tidak berapa lama, seluruh anak OSIS pun datang. Acara ospek itu pun dimulai.

Setelah upacara, anak-anak kelas sepuluh itu dibawa ke aula untuk bermain game. “Jongho, kamu aja yang jadi ketuanya” kata salah satu teman sekelasnya. “Kenapa aku?” Tanya Jongho. “Kamu katanya suka main game, pasti bisa jadi ketuanya” kata temennya. “Tapi kalo kalah gimana? Nanti aku yang dilempar pake bola warna” kata Jongho.

“Ya gapapa Jong, kan ramean ini HAHA” kata temennya. “Huft yaudah. Tapi kalo sampe kalah, jangan nyalahin aku ya!!” Seru Jongho. “Enggak lah, ngapain? Kita takut sama kamu gegara kamu bisa belan apel pake tangan” kata temennya yang lain.

Jongho tersenyum kemudian mereka pun bermain secara kelompok. Dan seperti yang ditakutkan Jongho, kelasnya kalah dalam permainan. “Nah karena kelas sepuluh ipa 1 kalah, lawannya lempar bola-bola warna ini. Jadi ini plastik isinya balon berwarna. Jadi kalo kena badan langsung pecah dia. Makanya kenapa kita minta kalian pake baju putih yang udah ga kepake” kata MC dari acara tersebut.

“Kotor dong ka, aulanya?” Tanya salah satu murid. “Ya gapapa, nanti kan kita yang bersihin. Kalian main aja sepuasnya, oke?” Kata MC tersebut. Dan akhirnya lawan dari sepuluh ipa 1 itu mulai melemparkan bola warna tersebut ke anak-anak ipa 1.

Awalnya, masih terdengar tawa, sampai Jongho menyadari bahwa baju putihnya memiliki warna merah yang pekat. Nafas Jongho tercekat. Bayangan masa lalu dan trauma yang dialaminya membuat jantung Jongho rasanya berhenti berdetak.

“Ka-Kak!!! KAK OSIS!! ITU ADA YANG GEMETER!!” Seru salah satu murid dari kelas lawan tersebut. Seluruh perhatian pun dipusatkan pada Jongho. Terlihat Jongho gemetar dan akhirnya jatuh berlutut. Jongho kesulitan bernafas.

“KENAPA?? ANAK KESEHATAN!! MANA ANAK KESEHATAN?” seru seseorang yang memiliki badge ketua osis di seragamnya tersebut sambil mendekati Jongho. “Dek, kamu gapapa?” Tanyanya. Jongho malah semakin ketakutan. Air matanya semakin merembas dan nafasnya makin tersendat-sendat.

“Minggir, Bin. Dia urusan gua.” Ternyata Mingi yang datang. Mingi melepas jaketnya dan memakaikannya pada Jongho. Jongho yang melihat sosok kakaknya langsung memeluknya erat. “Gue bawa dia ke UKS dulu. Kalian lanjutin aja acaranya” kata Mingi sambil menggendong Jongho.

Jongho masih terdiam, pandangannya kosong. Bahkan ketika Mingi membersihkan badannya dan menggantikan pakaiannya dengan seragam sekolah, Jongho masih terdiam.

“Adek? Mau istirahat? Atau mau cerita dulu?” Tanya Mingi dengan lembut. Dalam keadaan seperti ini, adiknya tidak bisa dipanggil dengan suara keras. “Halo Mingi, aku dengar kamu membawa siswa yang sakit.” Ternyata itu adalah dokter di sekolah mereka.

“Ah dokter Eunkwang. Dia bukan sakit secara fisik, dok” kata Mingi menjelaskan. “Ohh begitu. Mau ku panggilkan psikolog? Saya punya kenalan psikolog” kata dokter Eunkwang. “Tidak perlu dok. Jongho akan baik-baik saja. Mungkin nanti saya yang akan membawanya ke psikiaternya” kata Mingi. “Baiklah kalo begitu. Saya tinggal dulu ya” kata Dokter Eunkwang.

Sepeninggalan dokter Eunkwang, Mingi merasakan seragamnya dicengkram dengan kuat. “A-Adek lemah ya ka? Adek takut” kata Jongho. “Gapapa dek, wajar. Kamu ngalamin itu semua, kamu sama mas Seonghwa. Wajar kalo kalian takut ketika badan kalian kena sesuatu yang berwarna merah” kata Mingi.

“Adek mau tidur ka, maaf ga bisa ikut ospeknya” kata Jongho. “Yaudah tidur aja. Nanti kakak yang lapor” kata Mingi sambil mengelus rambut Jongho. Beberapa saat kemudian, nafas Jongho mulai teratur, menandakan Jongho sudah terlelap.

Tangan sebelah Mingi yang bebas mencengkram seragam sekolahnya. Ia benci melihat Seonghwa dan Jongho yang ketakutan ketika melihat pakaian atau diri mereka yang terkena warna merah. Itu semua karena pria sialan itu. Beruntung Seonghwa bertemu dengan Hongjoong, membuat intensitas terapinya berkurang menjadi 3 bulan sekali. Namun, Jongho yang masih sering relapse, harus mendatangi psikiater sebulan sekali.

“Mingi? Anak yang tadi udah mendingan?” Mingi melihat para BPH OSIS menghampirinya. Dan tadi yang bertanya adalah ketua osisnya. “Oh Changbin. Udah mendingan kok” kata Mingi. “Kok, lo ngurusin dia? I mean, maksudnya mau bawa dia ke UKS. Setau gua, lu kan agak apatis urusan begituan” kata Doyeon, BPH yang lain.

“Dia adek gua Doy. Ya kali gak gue urusin” kata Mingi. “Lah? Gue pikir lo paling bungsu” kata Changbin. “Kaga. Emang bocahnya ga mau ketauan. Tapi karena kalian temen gua, yaudah gue bocorin sekalian aja” kata Mingi. “Dia gapapa kan, Gi tapi?” Tanya Changbin lagi. “Gapapa, gua kakaknya dan gua tau kondisi adek gua. Paling gue izin, adek gue pulang duluan. Kayanya, dia butuh ketemu sama psikiaternya” kata Mingi.

“Iya gapapa, pulang aja. Daripada adek lo makin kalut kan? Gue izinin, nanti gue yang bilang ke guru” kata Changbin. “Makasih Bin” kata Mingi. “Sama-sama. Lo temen gue, Gi. Jangan sungkan” kata Changbin sambil menepuk bahu Mingi dan pergi keluar UKS.

Mingi mengeluarkan HPnya. Tangannya mendial nomor San. Dalam kondisi relapse, Jongho sebaiknya tidak dipertemukan dengan Seonghwa, mengingat kakak tertuanya itu juga mengalami hal yang sama. Yang ada, dua-duanya akan relapse bersamaan dan hal tersebut akan menyakiti mereka.


San sampai di sekolah Jongho dengan motor sportnya. Ngomong-ngomong, San mendapatkan motor ini setelah bekerja part time di cafè dan sisanya ditambahkan oleh mamanya. “Halo adek manis, apa kabar?” Sapa San.

Wooyoung mendengus mendengar sapaan San, walaupun semburat merah tidak dapat disembunyikannya. “Hai Ka San. Jongho masih di UKS, tadi Mingi bilang lagi siap-siap dulu” kata Wooyoung. “Sip makasih ya.. Kalo Jongho kenapa-kenapa, kasih tau kakak langsung ya. Mingi kadang ga bisa diandelin” kata San.

“Siapa yang ga bisa diandelin, bangsat” kata Mingi sambil menabok helm kakaknya itu. “HEH!! Ga sopan gi” kata Wooyoung. “Tau lu anak jerapah” kata San. “Nih dek. Kamu ikut ka San ke kampus aja” kata Mingi sambil menyerahkan tas Jongho kepada pemiliknya. “Kenapa ga ke rumah aja?” Tanya Jongho.

“Kamu pasti nanya itu dan jawabannya engga. Ga ada yang bisa awasin kamu” kata San. Wooyoung mengerutkan dahinya. Kan Jongho udah gede, kok masih harus diawasin? “Udah ya bang. Gue balik ke atas dulu. Kamu kalo mau ketemu dokter, bilang ke mama dulu” kata Mingi.

Jongho pun naik ke motor San dan keduanya melaju pergi. “Gi, Jongho kan udah gede, ngapain di awasin lagi?” Tanya Wooyoung. “Lo belom pernah liat adek gua -ralat, adek dan mas Seonghwa kalo lagi relapse ya? Jangan pernah liat gua saranin. Lo ga bakal tega liatnya” kata Mingi.

Sesampainya di kampus, San mengenggam erat tangan Jongho. Kelasnya baru akan dimulai jam 2 siang, jadi dia akan membawa adiknya ke kantin, bertemu dengan dua sahabatnya. “Sorry lama. Ga expect macet di bunderan” kata San.

“Santuy. Nih pesenan lo” kata Yunho sambil menggeser sepiring nasi goreng pesanan San. “Halo Jongho... Apa kabar?” Kata Yunho pada Jongho. “Halo ka Yunho.. Adek baik kok” kata Jongho pelan. “Adek mau makan?” Tanya San. Jongho menggeleng. “Ga nafsu makan” kata Jongho.

Yeosang yang melihat Jongho pun beranjak ke kios es krim di kantin fakultasnya dan memberikan es krim tersebut kepada Jongho. “Nih, katanya es krim bisa ningkatin mood seseorang” kata Yeosang. Jongho terkesiap, kemudian memandang San. “Gapapa, terima aja. Ini temennya abang” kata San.

Kemudian Jongho mengambil es krim tersebut setelah menggumamkan terima kasih pada Yeosang. “Enak” kata Jongho. “Kalo enak, Jongho mau lagi? Atau mau french fries? Katsu? Roti bakar?” Tanya Yeosang. “Mau katsu..” cicit Jongho. “Mau ikut? Siapa tau Jongho mau pilih menu yang lain?” Tanya Yeosang.

Jongho menatap kakaknya sekali lagi dan San mengangguk. Jongho mengikuti Yeosang dengan mencengkram baju bagian belakang Yeosang. “Kak, jangan jauh-jauh. Aku takut” kata Jongho. “Oke oke, tenang, kakak disini kok” kata Yeosang.

Sepeninggalan Yeosang, Yunho terkejut dengan perubahan sikap Yeosang. “Anjir. Gue pertama kali ngeliat Yeosang jajanin orang” kata Yunho. “Kaget kan lu? Sama gue juga. Emang pesona adek gue ga bisa ditolak” kata San.

“Gue juga pertama kali liat Jongho mau deket sama orang asing. Deket sama gue aja berapa lama anjir waktu itu” kata Yunho. Tidak berapa lama, Jongho dan Yeosang kembali dengan Jongho membawa sepiring chicken katsu dan french fries. “Yeo, ntar gue gantiin ya duit lu” kata San.

“Santai, gausah gantiin gapapa. Gue ikhlas kok” kata Yeosang. “Lu kesambet apa anjir?” Tanya Yunho. “Ga kesambet kok. Gue tau rasanya jadi lo San” kata Yeosang. San pun bingung dengan perkataan Yeosang, namun menjadi paham ketika Yeosang menjelaskannya di chat.

“Adek mau liat ka Hongjoong sidang” kata Jongho. “Kamu yakin? Ada mas Seonghwa loh. Kamu beneran udah gapapa?” Kata San memastikan. “Iya bang, gapapa” kata Jongho sambil tersenyum.

Mereka pun pergi menuju ruang yang akan jadi tempat sidang untuk Hongjoong. “Ka Hongjoong~~~” seru Jongho sambil memeluk pacar kecil kakak tertuanya itu. “Halo adekk.. Ih lucu banget sih kamu. Tunggu kakak sidang ya? Nanti malem, kita makan di alun-alun. Call?” Kata Hongjoong. “Heung!! Aku dah lama ga makan disana” kata Jongho.

“Kok Jongho udah pulang?” Tanya Seonghwa kepada San. “Lo tau alesannya, mas” kata San. “Ahh. Btw, pegangin. Punya Hongjoong. Gue takut tumpah” kata Seonghwa menyerahkan tas hitam milik Hongjoong. “Lah? Emang isinya apa?” Tanya San.

“Cat. Ada warna merah kata Hongjoong. Makanya aku ga duduk dari tadi, takut kalo duduk catnya tumpah kena celanaku” kata Seonghwa. “Stop. Udah, gausah nyerocos makin panjang. Nanti kalian berdua relapse, gue yang pusing. Mending lu duduk sekarang mas. Jangan mikir aneh-aneh” kata San sambil mendorong kakaknya untuk duduk di kursi.

“Aku masuk dulu ya. Tungguin” kata Hongjoong dan dia pun masuk ke dalam ruangan sidang. “Mingi ntar pulang sama siapa?” Tanya Seonghwa. “Ya mas jemput aja. Aku abis ini ada kelas jam 2 bareng Yeosang, Yunho” kata San. “Tasnya ka Hongjoong simpen di bagasi aja mas. Nanti minta tolong Mingi yang keluarin kalo ka Hongjoong tangannya ribet” kata San.

“Iya ka Seonghwa. Kakak punya adek banyak, babuin aja” kata Yunho. “Pacar lo itu heh” kata San. “Biarin, biar ga mager” kata Yunho. Kemudian, Hongjoong pun keluar dari ruangan. Seonghwa segera menghampiri pacar kecilnya itu. “Gimana?” Tanya Seonghwa.

“AKU LULUS!!!” seru Hongjoong sambil meluk Seonghwa. Seonghwa yang ikut senang pun memeluk erat pacarnya itu. “Congrats kecil!!! Yaampun seneng banget aku!! Akhirnya begadangnya kamu terbayarkan” kata Seonghwa sambil mencubit hidung pacarnya itu.

“Yaampun ka akhirnya lulus ya!! Congrats ka!! Jangan lupa nanti mampir ke rumah. Mama mau ngasih nastar” kata San. “Siap, nanti malem aku dateng ke rumah ya” kata Hongjoong. “Terus sekarang mau kemana?” Tanya Seonghwa. “Pulang aja yuk. Aku mau istirahat sekalian ngerayain di rumah dulu. Biar malemnya bisa ke rumah kamu” kata Hongjoong. “Oke. Yuk pulang” kata Seonghwa.

“Yaudah, kita ke kelas ya mas. Jangan lupa jemput Mingi” kata San. “Belajar yang bener!!” Kata Jongho. “Iya adekkk” kata San sambil mengusak rambut Jongho.


Malam itu Hongjoong datang ke rumah Seonghwa untuk menepati janjinya pada Jongho. Ketika Hongjoong mengetuk pintu rumah pacarnya, ternyata ibu dari kekasihnya lah yang membukakan pintu. “HONGJOONG!! Selamat ya nak udah lulus” kata mama Seonghwa kepada Hongjoong sambil memeluknya.

“Hehe makasih tante.. Aku kesini soalnya janji sama Jongho mau ajak jalan ke alun-alun” kata Hongjoong. “Pantes tuh anak udah mandi sore-sore. Masuk aja dulu. Ada Yunho, Wooyoung sama Yeosang, temennya San. Seonghwa masih mandi kayanya” kata mama Seonghwa.

Hongjoong pun masuk ke rumah pacarnya dan melihat keadaan yang ramai. “Wih halo ka Joong!! Sini duduk ka, ngemil. Si gembul bikin cheese cake tadi” kata Mingi yang lagi makan cheese cake buatan Jongho. “Adek kamu sendiri ih” kata Yunho. “Kenyataan sih ka” kata Mingi.

“Udah kalian tuh ribut terus. Ka, lo panggil mas Seonghwa aja gih. Tumben banget dia mandinya lama” kata San. Hongjoong mengangguk dan pergi ke lantai dua, dimana kamar Seonghwa berada. “Halo ka Joong!!” Sapa Jongho. “Hai Jong, kakak mau panggilin mas kamu dulu nih. Nanti kakak susul ke bawah ya” kata Hongjoong.

“Siap ka!!” Seru Jongho sambil turun ke bawah. Hongjoong mengetuk pintu kamar Seonghwa. “Hwa.. Ini aku. Kamu dah selesai mandi belum?” Kata Hongjoong. Tapi tidak ada jawaban. “Hwa??” Panggil Hongjoong. Hongjoong berusaha membuka pintu kamar Seonghwa, namun dikunci.

Hongjoong kalut, Seonghwa tidak pernah mengunci pintunya, kecuali dalam keadaan relapse. “SAN!! MINGI!! SEONGHWA RELAPSE!!” Seru Hongjoong. San dan Mingi yang mendengar teriakan Hongjoong pun berlari ke atas.

“Pintunya dikunci?” Tanya San. Hongjoong mengangguk cepat. “Misi ka, mau gue dobrak pintunya” kata Mingi sambil berusaha mendobrak pintu kamar Seonghwa. “Sial, gue baru inget, mas kemaren baru ganti pintu yang bahannya tebel. Pasti supaya ga bisa didobrak” kata Mingi.

“Jangan dobrak!! Nih, kunci cadangan kamar ka Seonghwa. Dikasih sama tante” kata Yunho yang tiba-tiba naik ke atas. “Thanks Yun” kata San yang langsung mengambil kunci tersebut dan membuka pintu kamar Seonghwa.

“MAS SEONGHWA!!” seru San. “MINGI PANASIN MOBIL BURUAN” seru San. Mingi pun berlari turun ke bawah untuk memanaskan mobil. San keluar sambil mengangkat tubuh Seonghwa yang pingsan. Hongjoong dan Yunho terkejut melihat pergelangan tangan Seonghwa yang berdarah.

“Kalian tolong jagain mama sama Jongho ya. Gua sama Mingi ke rumah sakit dulu” kata San. San pun turun dari lantai atas dan segera berlari keluar rumah, supaya Jongho tidak menyadari keadaan Seonghwa.

Namun sepertinya salah. Selepas kepergian Mingi dan San, Jongho pingsan tiba-tiba. “Jongho!!” Seru mamanya. “Tante, saya bawa mobil. Pake mobil saya aja” kata Yeosang. “Yaudah, kita bawa Jongho ke rumah sakit ya. Yunho atau Wooyoung, kalian bisa bawa motor Mingi ga ya? Nanti kalian nyusul ke rumah sakit” kata mama.

“Saya aja tan. Ka Yunho ga bisa bawa motor soalnya” kata Wooyoung sambil mengambil kunci motor Mingi. “Tolong kunci rumah ya Yun. Tante duluan” kata Mama sambil naik ke mobil Yeosang. Yunho segera mengunci rumah Jongho dan segera naik ke motor bersama Wooyoung. “Pegangan ya ka” kata Wooyoung.


Sesampainya di rumah sakit, Seonghwa langsung ditangani oleh dokter. “Kalian keluarga Seonghwa?” Tanya dokter IGD. “Iya dok. Kami adiknya Seonghwa” kata San. “Kami lihat di database kami kalau Seonghwa adalah pasien dokter Minhyuk dari spesialis kejiwaan. Apakah benar?” Tanya dokter IGD. “Betul dok” kata San.

“Kalau begitu, saya hanya bisa membersihkan luka pasien ya. Saya sudah panggil dokter Minhyuk dan beliau sedang dalam perjalanan kesini” kata dokter IGD. “Terima kasih banyak dokter” kata San dan Mingi.

“TOLONG!! TOLONG!! ANAK SAYA PINGSAN!!” San dan Mingi yang mendengar suara mamanya terkejut. “JONGHO!!” Seru Mingi sambil berlari mendekati mamanya. Jongho pun ditidurkan di samping Seonghwa.

“Anak saya dua-duanya pasien dokter Minhyuk” kata mamanya kepada dokter IGD. “Ibu yang tenang ya, dokter Minhyuk sudah dalam perjalanan” kata dokter tersebut. Kemudian, tidak lama, Minhyuk, yang merupakan seorang psikiater, datang ke IGD.

“Terima kasih Chan sudah merawat mereka” kata Minhyuk. “Sama-sama, dok. Saya visit dulu ya dok” kata dokter IGD tersebut atau yang dipanggil Chan. “Bu, sebaiknya ibu istirahat dan makan. Ada San dan Mingi disini yang berjaga” kata Minhyuk kepada mama dari kakak beradik ini. “Tapi dok-” ucapan mamanya tersebut diputus oleh San. “Mama belum makan. Makan dulu ya? Sama ka Hongjoong deh mama. Biar aku sama Mingi disini” kata San.

“Yaudah mama tinggal ya. Kalo ada apa-apa, kasih tau mama” kata Mamanya. “Iya ma. Dah gih sana. Kakak juga” kata Mingi pada mamanya dan Hongjoong. Selepas kepergian keduanya, Minhyuk mengecek pergelangan tangan Seonghwa dan tubuh Jongho.

“Jongho tadi relapse di sekolah. Karena kena lempar bola warna merah, trus catnya nyiprat ke bajunya. Kalo mas Seonghwa, gatau ya. Kenapa bang?” Jelas Mingi pada Minhyuk. “Gatau juga dok. Tadi saya ketemu mas di kampus. Mas nanya Jongho kenapa pulang cepet, terus mas juga minta saya bawain peralatan catnya ka Hongjoong karna ada warna merah” kata San.

Kemudian, Jongho perlahan membuka matanya. “Halo Jongho.. Feel better?” Tanya Minhyuk. “Oh halo dokter.. Dokter, maaf Jongho pingsan lagi” kata Jongho. “Gapapa dek.. Kan emang kerjaan dokter kaya gini” kata Minhyuk sambil mengelus kepala Jongho.

“Jongho takut dokter. Dia ga akan dateng lagi kan? Dia ga bakal pukul Jongho lagi kan? Dia ga bakal sakitin mas Seonghwa lagi kan?” Kata Jongho sambil menahan air matanya. “Dia udah di penjara dek. Lagian, abang sama kakak bakal jagain kalian” kata Mingi. “Tuh denger kan. Ada banyak orang yang mau jagain adek” kata dokter Minhyuk.

“Maaf ya dokter. Dokter bosen ya ketemu Jongho disini?” Kata Jongho. “Ngapain bosen? Jongho itu pasien terlucu yang pernah dokter temuin” kata Dokter Minhyuk sambil tersenyum. “Makasih banyak dokter udah bantuin Jongho” kata Jongho dengan senyuman.

“Loh dokter ga bantuin apa-apa kok. Semuanya itu dari diri Jongho sendiri. Jongho yang punya keinginan kuat buat bebas dari rasa trauma itu. Makanya Jongho bisa kuat kaya sekarang” kata Dokter Minhyuk. “Jongho bisa laluin ini semua kan??” Tanya Jongho.

“Bisa. Kalo Jongho kuat. Kalo Jongho cape, ada mama, papi, mas Seonghwa, abang San sama kak Mingi yang dukung Jongho dari belakang. Yang jalan bareng sama Jongho” kata dokter Minhyuk. “Ada kakak ganteng juga” kata Jongho. Wajahnya pun memerah ketika membicarakannya.

“Siapa Ho?” Tanya dokter Minhyuk. “Itu ka Yeosang hehe.. Kakak ganteng” kata Jongho. “Cieeee abang bilangin ya” kata San. “Ihh abang jangan gitu” kata Jongho sambil cemberut. “Hahaha iya engga..” kata San.

“Yaudah kalo gitu, Jongho mah ga perlu dirawat. Minum lagi aja obatnya ya?? Kemaren sempet berhenti kan? Gapapa minum obat lagi ya?” Kata dokter Minhyuk. “Iya dok gapapa. Yang penting Jongho bisa sembuh. Makasih banyak dokter” kata Jongho.

“Sama-sama Jongho. San, Mingi, kalian bisa temenin Jongho dulu? Dokter mau periksa Seonghwa” kata dokter Minhyuk. “Iya dok. Kami permisi” kata San. San, Mingi dan Jongho pun keluar dari IGD.

“Saya tau kamu udah sadar daritadi, Seonghwa” kata dokter Minhyuk. Seonghwa pun membuka matanya perlahan. “Ah, saya ga bisa nyembunyiin apa-apa dari dokter ya” kata Seonghwa. “Kamu udah jadi pasien saya selama 3 tahun. Wajar jika saya sadar kebiasaan kamu” kata dokter Minhyuk.

“Dokter pasti cape ngadepin saya ya? Selama 3 tahun, pasti ada aja saya masuk rumah sakit karna kebiasaan ini” kata Seonghwa sambil melihat pergelangan tangannya yang di perban. “Gak kok. Untuk apa saya cape, kalau saya memang mau dengerin cerita kamu?” Kata dokter Minhyuk.

“Saya ngerasa jadi orang yang ga berguna banget. Saya ga bisa jagain Jongho, saya ngerepotin pacar saya terus, jadi bebannya mama, papi, San sama Mingi. Saya mikir, harusnya saya lebih berani waktu papa nyiksa Jongho. Supaya Jongho ga perlu ngerasain trauma itu” kata Seonghwa.

“Seonghwa, emang pacar kamu bilang kamu ngerepotin? Emang mama, papi, San dan Mingi bilang kamu jadi beban mereka? Emangnya Jongho bilang kamu ga bisa jagain dia?” Tanya dokter Minhyuk.

“Ya engga sih dok.. Ini cuma perasaan saya aja” kata Seonghwa. “Nah.. Tuh kamu tau. Kalau kamu punya perasaan negatif, ya wajar. Supaya apa? Supaya kamu lebih aware lagi, lebih defensive juga. Tapi, ya jangan kebanyakan. Kamu liat realitasnya, bener ga kamu ngerepotin? Bener ga kamu jadi beban?” Kata dokter Minhyuk.

“Saya cuma mau jadi orang yang bisa diandalkan keluarga saya” kata Seonghwa. “Dan itu sudah kamu lakukan. Kamu selalu ada buat adik-adik kamu, kamu bantuin mama untuk bangkit dari rasa bersalahnya, kamu juga yang bantu adik-adik kamu untuk terima papi kalian, kamu juga yang nemenin pacar kamu selama kalian kuliah. Itu semua nunjukin kamu jadi orang yang diandalkan ga?” Kata dokter Minhyuk.

“Iya sih dokter..” kata Seonghwa. “Saya tau, pasti berat kan rasanya? Gapapa Seonghwa, semua ada waktunya. Dan kamu ga pernah sendiri. Ada keluarga kamu, ada pacar kamu dan ada saya sebagai dokter kamu. Jadi, jangan pernah merasa sendiri. Nikmati aja prosesnya, ya?” Kata dokter Minhyuk.

“Baik dokter. Terima kasih banyak” kata Seonghwa. “Saya kasih resep ya? Barengan sama Jongho. Kamu bisa pulang kalo infusnya abis” kata dokter Minhyuk. “Terima kasih dokter” kata Seonghwa.


“Kamu nih kerjaannya bikin spot jantung terus tau ga?” Seonghwa meringis, sudah tau pasti akan diomeli oleh pacar kecilnya. “Maaf maaf.. Lain kali engga lagi” kata Seonghwa. “Marahin aja mas Seonghwa, ka” kata Jongho. “Duh bayi, gemes banget deh” kata Seonghwa sambil mencubit hidung Jongho pelan.

“Obatnya ada berapa macem mas?” Tanya mamanya. “Dua doang ma. Yang satu diminum dua kali sehari, yang satu lagi sehari sekali” kata Seonghwa. “Obatnya adek beda sama mas Seonghwa, tapi diminumnya dua kali sehari” kata Jongho. “Pasang alarm di hp. Jangan sampe ga diminum. Denger ga Seonghwa? Kamu nih kadang yang suka ngeyel” kata mamanya.

“Iya ma ih.. Tenang pasti aku minum. Nanti aku diomelin Hongjoong kalo ga diminum” kata Seonghwa. “Bagus Joong, omelin aja Seonghwa kalo ga minum obatnya” kata mamanya kepada Hongjoong. “Oke tante siap” kata Hongjoong. “Yaudah, mama pulang duluan ya? Papi bentar lagi pulang. Tadinya mau nyusul ke rs, cuma mama pikir dia pasti cape” kata Mama.

“Iya ma pulang aja. San, Mingi, Hongjoong disini aja. Nanti kita pulang pake mobil. Yeosang, maaf kakak repotin lagi, tapi boleh tolong anterin mama sama Jongho pulang ga?” Kata Seonghwa. “Santai ka, gue anterin pulang kok” kata Yeosang. “Iyalah, bawa calon pacar sama calon mertua” kata San. “ABANG!!” seru Jongho. Wajahnya memerah ketika San dengan gampangnya membocorkan rahasianya.

“Shutt berisik dek, ini di rumah sakit” kata Mamanya sambil menggoda Jongho. “Yaudah, gue bawa pulang ya? Gws ka Hwa” kata Yeosang. “Kalian juga pulang ya? Maaf ga bisa anterin” kata Mingi. “Santaii, Wooyoung bawa motornya hati-hati kok” kata Yunho.

“Pelan-pelan lu bawa motornya. Bawa pacar gue nih” kata Mingi. “Bacot. Tenang aja, pacar lo selamat sampe rumah nanti” kata Wooyoung. “Kamu juga hati-hati dek. Jangan sampe kenapa-kenapa” kata San. “Iya ka San. Tenang aja. Yuk ka Yun, kita balik” kata Wooyoung.

“Nah gi, kita mau makan ga? Ga lucu kita jadi nyamuknya mereka” kata San. “Boleh banget bang, daripada panas yekan” kata Mingi. “Bacot lu berdua. Sana pergi makan. Jangan lupa beliin buat Hongjoong” kata Seonghwa. “Iyeee” seru San sambil pergi keluar dari IGD bersama Mingi.

“Ampun dah” kata Seonghwa. “Udah kamu sekarang istirahat. Gausah mikir macem-macem” kata Hongjoong. “Iya.. ” kata Seonghwa.

San terduduk di kasurnya sambil merenung. Yunho, teman sekamarnya hanya menggeleng melihat San yang bengong.

“Heh, ngapain bengong?” Kata Yunho. “Yun, gue mikir deh” kata San. “Dih? Lu? Bisa mikir juga ternyata” kata Yunho dengan savage. San pun melempar bantal pada teman sekamarnya itu. “Kalo bukan pacar Mingi, dah gue tabok lu, Yun” kata San.

“Eh serius gue lagi mikir sekarang. Gue pengen punya tattoo. Menurut lu, gue bikin sekarang apa nanti aja? Terus, menurut lu sakit ga ya?” Kata San. “Ya lu tanya sama ka Hongjoong lah. Eh, salah. Tanya pacar lo lah. Lo lupa ya pacar lo punya tattoo?” Kata Yunho.

“Lah iya juga ya. Kok bisa-bisanya gue lupa. Yaudah mau ke yayang dulu ah” kata San sambil keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar Wooyoung.

Ketika ia membuka pintu kamar Wooyoug, hanya ada Wooyoung yang sedang duduk di kasurnya sambil bermain HP. San menghampirinya dan menidurkan dirinya di paha Wooyoung.

“Lo ngapain Choi San?” Kata Wooyoung yang tidak mengalihkan pandangannya dari Hp. Sudah hafal betul dengan kebiasaan pacar tampannya yang suka tidur di pahanya.

“Yang, mau nanya” kata San. “Nanya apa?” Kata Wooyoung. “Di tattoo pertama kali sakit ga tuh?” Kata San sambil mengelus bagian tubuh Wooyoung yang di tattoo, lebih tepatnya, berada di bawah ketiak. Saat itu, Wooyoung menggunakan baju sleeveless yang membuat tattoonya terlihat jelas.

“Kamu? Mau ditattoo?? Alasannya apa?” Tanya Wooyoung sambil menyimpan Hpnya di meja nakas samping kasur. Tangannya beralih mengelus rambut kekasihnya. “Entahlah? Aku kepengen aja” kata San.

“San, dengerin aku. Ketika kamu memutuskan untuk di tattoo, kamu harus pikir mateng-mateng. Karena, tattoo itu permanent, akan selalu ada di tubuh kita. Jadi kamu, harus pikir mateng-mateng, sebelum memutuskannya” kata Wooyoung.

“Aku juga sebenernya mau tambah tattoo tau” kata Wooyoung lagi. San pun bangkit dari paha Wooyoung. “Kamu? Mau nambah tattoo apa? Dimana?” Tanya San bertubi-tubi.

“Disini” kata Wooyoung sambil menepuk paha kanannya. “Kenapa di paha? Terus tulisannya apa?” Tanya San. “Amicus ad Aras” kata Wooyoung pelan. San tertegun, kemudian terdiam. Ada euforia yang terjadi di dalam dadanya.

“Itu, kita kan. Aku ingin punya tattoo itu di paha aku. Karna, you own my thigh. Dan kedua, ini adalah tentang kita. Aku pengen, kemana pun aku pergi dan kamu lagi ga ada di sisi aku, aku bisa merasakan jiwa kamu. Aku ga akan ngerasa sendiri” kata Wooyoung sambil tersenyum manis.

San tersenyum, tangannya menangkup wajah manis di hadapannya, kemudian mengecup bibir kecil itu. “Jung Wooyoung, kamu tuh, manis banget. Beruntung banget aku punya pacar kaya kamu” kata San sambil tersenyum.

“Yuk pergi. Aku juga sekarang punya alasan kenapa aku mau tattoo paha kanan aku dengan tulisan Amicus ad Aras” kata San dan Wooyoung pun memekik kegirangan. “KITA BAKAL PUNYA TATTOO YANG SAMA!!” Seru Wooyoung.


Mereka pun pergi ke Tattoo artist langganan agensi bersama manager. “Halo, selamat datang. Ada yang bisa ku bantu?” Tanya tattoo artist tersebut pada mereka. “Kami ingin membuat tattoo di paha” kata Wooyoung.

“Baik.. Tapi mungkin agak sedikit sakit dibandingkan di bagian tubuh lain” kata tattoo artist tersebut. “Tidak apa. Saya sebelumnya sudah pernah di tattoo. Dan dia yang pertama kali” kata Wooyoung sambil menunjuk San.

“Ah baiklah.. Mungkin, anda sebagai pemula, ingin mencobanya duluan? Tulisan apa yang ingin dibuat?” Kata tattoo artist tersebut. San menuliskan Amicus ad Aras di kertas yang disediakan tattoo artist tersebut.

“Tattoo couple?” Tanya tattoo artist tersebut dan San mengangguk. San pun tiduran di tempat tidur yang disediakan. Ketika alat untuk membuat tattoo tersebut menyentuh kulitnya, San merasakan sakit yang lumayan menyengat, namun masih bisa ditahannya.

Tidak lama, tattoo tersebut pun menghiasi paha San. Tattoo tersebut dibalut dengan perban. “Jangan lupa membuka perbannya setelah 24 jam dan gunakan antibiotik. Dalam seminggu, daerah ini tidak boleh terkena sabun. Jika kulit anda merasa kering, biarkan saja, nanti juga membaik sendiri” kata tattoo artist tersebut.

“Baik, terima kasih” kata San. Setelah San turun, Wooyoung pun duduk di tempat tidur yang sebelumnya digunakan San. Berbeda dengan San, ketika alat tersebut menyentuh pahanya, Wooyoung berteriak kesakitan.

“Maaf ya.. Saya sudah bilang, jika ingin di tattoo di bagian sini akan sedikit sakit” kata tattoo artist tersebut. Wajahnya juga menunjukkan kekhawatiran ketika Wooyoung berteriak.

San bingung bagaimana meredakan sakit yang dirasakan oleh Wooyoung. Dan tiba-tiba, ia teringat bahwa ia tadi membawa boneka, karena takut sakit. San pun beranjak keluar dan membuka mobil agensi. Tangannya mengambil boneka yang diberinya nama Shiber itu.

Setelah memastikan pintu mobil tertutup dengan baik, San kembali ke tempat tersebut dan memberikan bonekanya pada Wooyoung. “Aku disini. Jangan takut” kata San. Wooyoung mengangguk kemudian meremas boneka serta tangan San yang berada di genggamannya untuk menahan rasa sakit.

“Nah.. Sudah.. Jangan lupa membuka perbannya setelah 24 jam ya. Dan dalam seminggu, area yang ada tattoo ini tidak boleh terkena sabun. Jangan lupa gunakan antibiotik dan jika kulit anda kering, biarkan saja.. Itu hal yang normal” kata tattoo artist tersebut.

Wooyoung mengangguk dan menghapus sedikit air mata yang keluar karena menahan sakit. San terkekeh lucu melihat wajah merah kekasihnya itu. Gemes sih, tapi kasian juga.

“Terima kasih banyak!!” Kata San pada tattoo artist tersebut sebelum keduanya pulang ke dorm.


San baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dorm, dan langkahnya dihentikan oleh Hongjoong dan Jongho. “KAMU APAIN WOOYOUNG???” seru Hongjoong. “KAKAK APAIN KAK WOOYOUNG??” seru Jongho.

“Haduh, ga kenapa-kenapa. Kalian lebay deh ah. Emangnya aku bisa apain Wooyoung” kata San sambil mendorong keduanya. “Kakak bisa bikin kak Wooyoung jalannya kaya penguin!! Nanti kak Wooyoung ga bisa main sama aku” kata Jongho.

“Heh aduh bocil kok kamu tau aja soal jalan penguin” kata Hongjoong yang panik sambil menutupi mulut Jongho. “AKU UDAH BESAR KA JOONG?!” Seru Jongho.

“Mana ada udah gede, tapi masih minta ditemenin Yeosang bobonya, masih minta minum susu sebelum bobo” kata Seonghwa yang datang sambil membawa dua piring buah, untuk Hongjoong dan Jongho.

“Jadi, kamu nangis kenapa Woo? Biar ga salah paham nih” kata Seonghwa pada pria yang memiliki fitur wajah seperti rubah tersebut. “Aku abis di tattoo. Sama San juga” kata Wooyoung sambil menunjukkan perban di pahanya.

“Tattoo couple? Gambar apa?” Tanya Seonghwa. “Tulisan amicus ad aras kak, hehe” kata Wooyoung. “Tuh udah ya ga ada salah paham lagi. Wooyoung nangis karena abis di tattoo” kata Seonghwa pada Hongjoong dan Jongho.

“Yaudah, jangan lupa besok dilepas. Nanti mandi jangan sampe kena basah dulu” kata Hongjoong. “Siap siap. Udah ya ka, mau nenangin anak bayi dulu” kata San sambil narik Wooyoung ke kamarnya dan Yunho.

“Jongho mau ditattoo juga boleh ga?” Tanya Jongho pada Seonghwa dan Hongjoong. “JANGAN DEK” seru keduanya. “Please, kamu masih kecil. Jangan di tattoo dulu ya” kata Hongjoong.

“Nih, mending kamu jajan tteokbeokki aja sana” kata Seonghwa sambil menyerahkan beberapa lembar uang. “Yeyy!!” Kata Jongho sambil beranjak pergi.

Pairing : San (Top) x Wooyoung (Bot) Warn : hybrid!!

San membuka pintu rumahnya ketika malam menjemput. Ia sebenarnya sudah bisa pulang dari tadi, namun dosen pembimbingnya mendadak minta bertemu, sehingga ia harus menunda waktu pulangnya.

“Aku pulang” kata San. Kemudian, terdengar langkah kaki yang sedikit berlari ke arahnya. “SANNIE!!!” San tersenyum dan merentangkan tangannya.

Pria yang tadi menyambutnya segera menghambur ke pelukan San. “Halo kecil!!” Kata San. Tangan San mengusak rambut hitam dan blonde milik pria di hadapannya. Dan tidak lama, ada telinga serta ekor berwarna oranye yang mencuat dari tubuh pria tersebut.

Yup, tebakan kalian benar!! Pria tersebut adalah hybrid, lebih tepatnya, hybrid fox. San menemukannya tiga tahun lalu di dekat apartemennya. Menurut penurutan hybrid tersebut, ia diusir oleh keluarganya.

“Wooyoung, kamu masak apa? Aku laper banget nih” kata San. “Aku bikin sup!! Aku tau, kamu pasti laper” kata pria hybrid itu atau Wooyoung. “Ahh kamu emang yang paling ngertiin aku” kata San sambil memeluk erat kekasihnya itu.

“Ayo, sekarang kamu mandi, terus makan. Abis itu kita nonton film” kata Wooyoung sambil tersenyum. San mengangguk dan pergi ke kamar mereka setelah sebelumnya mencuri kecupan di pipi gembil hybrid itu.


Untuk ukuran hybrid, Wooyoung sebenarnya hybrid yang sangat terlatih. Bicaranya sudah seperti manusia pada umumnya, sudah bisa melakukan hal-hal seperti memasak, mandi, makan, sudah bisa bersosialisasi dan bahkan sudah bisa menahan kapan ekor dan telinganya harus keluar.

Bahkan Wooyoung termasuk orang yang sangat berisik jika boleh jujur :') San kadang suka kewalahan menanggapi omongan kekasih kecilnya itu.

Selesai mandi, San menghampiri dapur dan tersenyum ketika Wooyoung sudah duduk untuk makan. “Ayo duduk San. Aku laper” kata Wooyoung. San pun duduk di hadapan Wooyoung.

“Kamu hari ini ngapain aja??” Tanya San. “Hm.. Aku hari ini pergi sama Jongho ke perpus kota, dia lagi cari bahan buat laporannya. Terus abis itu kita makan es krim!!” Kata Wooyoung dengan mata yang berbinar.

San selalu menyukainya. Mata rubah yang selalu berbinar ketika menceritakan hal menyenangkan padanya. San berharap, bahwa ia dapat melihat mata itu dalam waktu yang lama.

“San” panggil Wooyoung. San tersadar dari lamunannya kemudian tersenyum. “Kenapa sayang?” Tanya San. “Ayo makan. Aku mau nonton Harry Potter” kata Wooyoung. San pun mengangguk dan mereka mulai makan, mengisi energi untuk menonton sepanjang malam.


San duduk di sofa setelah dirinya menyiapkan setermos coklat hangat dan dua gelas kosong di meja. Setelahnya, Wooyoung datang dari kamar mereka setelah membawa selimut.

“San, kamu ga dingin kalo ga pake selimut? Kamu pake celana pendek loh” kata Wooyoung sambil duduk di samping San. “Kamu juga pake celana pendek, sayang. Gapapa kok, ada ekor kamu yang bikin anget” kata San sambil terkekeh.

Wooyoung mendengus, namun tubuhnya secara otomatis duduk di pangkuan San. Kepalanya ia senderkan di dada bidang pria favoritnya itu. Ekor berwarna oranye gelap itu, sedikit ia lilitkan di paha milik kekasihnya.

“Sudah hangat, San?” Tanya Wooyoung. “Much better, sweetie” kata San. Tangannya mengambil selimut yang dibawa Wooyoung sebelumnya dan menyelimutkannya di atas tubuh Wooyoung.

Keduanya pun larut dalam tontonan itu. Dan ketika jarum jam menunjuk angka 11, San merasakan dengkuran halus dari pria dipelukannya. Wooyoung tertidur pulas dengan kepala yang sedikit dimiringkan ke arah kiri.

San selalu suka ketika Wooyoung tertidur di pelukannya. Dia bisa mengelus pipi gembil itu, tanpa diprotes oleh Wooyoung. Tangannya membuka selimut yang menutupi tubuh Wooyoung. San tersenyum ketika matanya menangkap tulisan di paha kanan Wooyoung.

Amicus Ad Aras punya arti teman sampai altar, teman sampai mati. Dan keduanya mendedikasikan kalimat itu menjadi “teman hidup.” San memiliki tattoo serupa, di bagian paha kirinya.

Puas memandangi torehan indah di paha kekasihnya, San menggendong Wooyoung menuju kamar mereka. Ia menurunkan tubuh Wooyoung pelan-pelan, agar Wooyoung tidak terbangun.

San pun keluar kamar kembali untuk mengambil selimut dan menyelimutkan tubuh kecil itu. San pun menarik Wooyoung mendekat dan membiarkan Wooyoung tidur di atas lengannya.

Good night, Foxie. I love you and always love you” kata San sambil mengecup dahi Wooyoung, dan kemudian ia pun tertidur.


Thank you for reading 💙

I'm really appreciate for every feedback. So, jangan malu-malu kasih feedback ya ^^ Bisa comment, dm (sunshinecjh) atau ke sc hehe..

For anonymous, https://secreto.site/21422917

Cast : Hyunsung

Warn : bxb, hurt/comfort

Happy Reading


“Selesai!! Good job Han Jisung. Lagumu tidak pernah mengecewakan” kata Bang Chan sambil bertepuk tangan di luar studio rekaman. Han melepas microphonenya dan berjalan ke luar.

“Laguku bagus kan, hyung?” Tanya Han sambil menaik turunkan alisnya. Chan mendengus kemudian mengacak rambut adiknya itu. “Iya iya. Kapan sihh lagumu mengecewakan” Kata Chan. “Idih dangdut banget. Kok Seungmin mau sama hyung?” Kata Han.

Chan hampir melempar buku liriknya kepada Han dan Han dengan cepat menghindar. “Ey, jangan galak-galak hyung. Ntar aku laporin Seungmin nih” kata Han. “Dih cepu banget” kata Chan.

Han tersenyum sampai menampilkan giginya alias nyengir. Chan menggelengkan kepalanya dan duduk di depan komputer untuk melakukan finalisasi pada lagu Han.

“Kamu lagi ngode ya?” Tanya Chan hati-hati. Han menghentikan pergerakannya. Chan tersenyum dengan heningnya keadaan di studio. “Dia bakal balik kok. Agensi lagi cari waktu yang tepat” kata Chan.

“Kapan? Aku dah cape banget. Dia ga salah apa-apa, dia cuma ngebela temennya yang dibully. Aku cape liat kalian semua bisa saling bucin satu sama lain, tapi aku ga bisa” kata Han.

Chan menoyor pelan kepala Han. “Ngadi-ngadi. Bucin darimana mon maap, gue sama Seungmin aja ditinggal latihan mulu” kata Chan. “Ya tetep aja! Nyampe rumah kalian bisa tidur bareng. Aku cuma bisa peluk baju dia saking kangennya” kata Han.

“Hyung tau kegelisahan kamu. Kita semua punya kegelisahan yang sama. Tapi, percaya deh, dia bakal balik di waktu yang tepat, dan ketika dia balik, dia bisa nunjukin ke orang-orang bahwa dia bisa bangkit dari keterpurukan” kata Chan.

Han menghela nafasnya pelan. “Dah kamu pulang aja. Hyung yang selesaiin ini. Kamu butuh istirahat” kata Chan. Han mengangguk kemudian berjalan meninggalkan studio. “Jangan lupa pulang ya hyung” kata Han.


“Aku pulang” kata Han sambil melepas sepatunya dan menyimpan sepatunya di rak sepatu. Kalau disimpan sembarangan, bisa-bisa dia ditendang keluar oleh pemuda bermarga Kim.

“Jisung?” Suara itu. Suara yang Han Jisung rindukan. Han mendekati asal suara dan mendapati pemuda tinggi dengan rambut hitam sebahu berjalan keluar dari kamar. “Udah makan? Mau ku bikinin ramyeon?” Tanya pemuda itu lagi.

Dan disinilah Han. Memakan dua bungkus ramyeon dalam satu panci bersama pemuda tinggi di hadapannya. Ia merindukannya, sangat. Sampai rasanya sulit untuk mengatakan sesuatu.

“Apa kabar?” Tanya Han. “Fine. Mama papa baik, kkami juga makin lucu. Kemaren sempet ke rumah nenek juga, dan beliau sehat” kata pemuda itu. “Bukan. Kabarmu Hyunjin. Gimana kabarmu?” Tanya Han.

Hyunjin menghela nafasnya keras. Tangannya meraih tangan Han yang lebih mungil itu dan mengenggamnya erat. “Bohong ga sih kalo aku bilang aku gapapa?” Tanya Hyunjin. “You're not okay” kata Han.

I know. Aku ngerasa bersalah dengan kalian semua. Dengan kamu. Ga bisa berjuang bersama. Padahal kalian lagi berjuang dan aku malah ga bisa ngapa-ngapain. Aku ga berguna banget” kata Hyunjin.

Han beranjak dari kursinya dan memilih duduk di samping Hyunjin. Tangannya merengkuh pemuda tinggi itu. Memeluknya erat dan berbagi kehangatan. “I wish you back. Tapi, kita bisa apa? Aku hanya berharap permasalahan ini cepat selesai dan kita bisa berjuang bersama lagi” kata Han.

“Aku cuma pengen supaya kita bisa bareng lagi dan menghabiskan waktu bersama lagi” kata Han lagi. Hyunjin menepuk punggung Han pelan. Keduanya terdiam dan menikmati kehangatan masing-masing.

“Kamu benar. Kita ga bisa melakukan apa-apa. Jadi yang ku bisa hanya menunggu waktu yang tepat. Jadi, tunggu aku kembali ya?” Kata Hyunjin dengan senyuman manis di wajahnya.

Han ikut tersenyum ketika melihat kurva indah di wajah Hyunjin. Tangannya menyentuh pipi di hadapannya yang terlihat lebih tirus. “Iya. Aku akan nunggu kamu balik” kata Han.

Mereka pun melepas pelukan dan memakan ramyeon dalam diam. “Lagu yang bagus” kata Hyunjin. “Kode aku nyampe kan ya” kata Han. “Nyampe banget. Mana ada suara akunya” kata Hyunjin. “Semoga Stay peka deh kalo aku kangen sama papanya Jiniret” kata Han.

“Telat kamu. Stay udah banyak koar-koar tau” kata Hyunjin. “Yeoksi. Emang Stay tuh ngertiin aku banget” kata Han. Tiba-tiba, suasana dapur yang hening menjadi heboh ketika bocah jelmaan rubah datang ke dapur.

“HYUNJIN HYUNG?! HYUNG KAPAN PULANG????” Han menutup telinganya. Sumpah, suara Jeongin tuh bener-bener melengking banget. “HUEEEE HYUNJIN HYUNG!!” seru Jeongin sambil memeluk hyung kesayangannya itu sambil pura-pura menangis.

Dan tidak lama, dua member lainnya, yaitu jelmaan anak ayam dan jelmaan puppy datang ke dapur juga. “HYUNJIN!!!” seru keduanya dan ikut berpelukan dengan Jeongin.

“Hahahaha, yaampun pengap gais..” kata Hyunjin sambil tertawa. Han tersenyum melihat interaksi keempatnya. “Tunggu sebentar lagi ya.. Dan kita akan kembali lengkap. Eight is Fate” kata Han pelan.


I'll wish you back Sometimes I'm gonna get hurt But I'll call you until you come back Let's go back to those times, our day To how it was, turn everything back back

[SKZ RECORD] Han – Wish you Back

Bgm : Day6 – Above the Clouds

Cast : Young K as Eja, Han as Aji, dan anak-anak eska lainnya (credit all name to Eskalokal)

Warn : major character death, angst, harsh words

Happy reading!!


Aji memandang pada hamparan pantai yang luas. Hari ini, Aji dan ketujuh sobat kesayangannya pergi ke pantai, merayakan Bayu yang (akhirnya) memiliki pacar!!

“Napa lo? Kusut bener mukanya.” Aji menengok dan mendapati Haris menyodorkan sebotol jus mangga padanya. “Minum nih, dah dibeliin sama bang Bayu, jangan sampe ga abis. Digorok nanti” kata Haris.

“Hahahaha, ngelawak lo yis” kata Aji. Haris duduk di samping Aji yang memandangi laut. “Kenapa lo? Lo tau, lo bisa cerita sama gue kan?” Kata Ayis. Aji mengangguk kecil dan Haris mendiamkan Aji. Toh, Aji akan cerita dengan sendirinya, jadi lebih baik didiamkan dulu.

“Lo tau ga, kenapa lo harus pergi ke pantai pas matahari terbit atau matahari terbenam?” Tanya Aji. “Ga tuh. Gue kalo ke pantai kapan aja gue mau. Tapi, si cantik pernah ngambek ke gua karna gue bawa dia ke pantai siang-siang” kata Haris.

Aji pun menggeplak topi yang dikenakan pemuda berambut panjang itu dengan main-main. “Ya lu bego. Mantai siang-siang tuh panas. Temen siapa sih luu” seru Aji. “Temen lu lah” kata Haris. “Temen gue ga ada yang bego” kata Aji. “Iya, soalnya, lu yang bego” kata Haris kemudian tertawa. Aji hanya mendengus mendengar tawa Haris.

“Kalo pas sunrise atau sunset, lu bisa liat bagaimana matahari naik atau terbenam. Ketika dia naik, lu bisa liat dia seolah-olah naik ke atas melewati awan-awan. Tapi ketika terbenam, lu bisa liat dia kaya tenggelam di antara awan” kata Aji.

Haris memperhatikan Aji dari samping. Tau betul, apa yang hendak dikatakan Aji sebelumnya. “Bang Eja kesepian ga ya di atas awan sana?” Tanya Aji.

Haris sudah menduganya. Aji akan bercerita mengenai hal itu. Moment paling menyedihkan dan menyakitkan untuknya. Hari itu, ketika Eja dinyatakan meninggal oleh dokter, sang moodmaker Eska itu hanya terdiam. Tidak bicara, tidak makan, dan tidak tidur.

Pertama kalinya juga Haris melihat Aji yang dipenuhi rasa kehilangan kakak satu-satunya. Aji yang menahan tangisnya, akhirnya pecah ketika nisan Eja sudah terpasang. Berkali-kali meraung tidak ingin meninggalkan sang kakak, sehingga Kirino dan Calvin terpaksa menarik Aji untuk pulang ke rumahnya.

“Gue inget, ketika bang Eja pertama kali didiagnosa tumor otak. Gue yang nemenin bang Eja karena ayah ada proyek ke luar kota. Bang Eja ngeluh pusing terus, dan berkali-kali mimisan. Akhirnya, gue nemenin bang Eja ke rumah sakit, dan boom. Katanya ada tumor jinak di otak bang Eja.

Gue inget, disitu bang Eja sama sekali ga sedih. Dia malah senyum dan bilang ke gua kalo dia gapapa. Akhirnya dokter sama bang Eja atur jadwal operasi. Gua sama ayah nemenin pas bang Eja operasi. Bang Eja ga takut sama sekali. Malahan gua yang takut.

Tapi ternyata bener, bang Eja baik-baik aja. Selesai operasi, dia masih abang gue yang paling baik, yang paling perhatian dan paling nyebelin. Tapi, ternyata Tuhan lebih sayang sama bang Eja, yis.

3 bulan setelah operasi, ayah dapet telepon dari kantor bang Eja yang bilang bang Eja tiba-tiba ga sadarkan diri. Dan ketika kita sampai rumah sakit, dokter bilang, jantung bang Eja berdetak pelan banget dan dia udah ga sadar. Ga ada nyampe 1 jam kita sampe, bang Eja ngehembusin nafas terakhirnya” cerita Aji.

Haris menepuk bahu Aji pelan. Berusaha menguatkan sahabatnya itu. Haris tau seberapa dekat Aji dengan kakaknya, walaupun biasanya mereka saling mencaci maki kehadiran satu sama lain, tapi itu lah cara mereka saling mengasihi.

“Lo tau ga? Malem sebelum bang Eja pingsan di kantor, gue abis berantem sama dia. Gua bilang gua kesel sama dia, karena gua ga bisa sepinter dia. Gue cabut dari rumah malem itu dan nginep di rumah bocil. Itu terakhir kalinya gue ketemu bang Eja, dan gua menyesal sampai saat ini. Kalau aja gue ga cabut, kalo aja gue ga berantem sama dia, gue bisa nemenin dia di waktu-waktu terakhirnya” kata Aji.

“Aji, denger, itu bukan salah lo. Kaya tadi di awal lo bilang, Tuhan sayang sama bang Eja, makanya Tuhan panggil dia lebih awal. Lo udah nemenin dia selama dia operasi, pengobatan rawat jalan. Lo semua yang nemenin proses itu, jadi jangan pernah menyalahkan diri lu atas hal yang tidak lu lakukan” kata Haris.

“Gue yakin, bang Eja sekarang bahagia di atas sana. Walaupun raganya ga bisa lu liat lagi, dia tetep abang lu yang paling baik, abang lu yang paling sayang sama lu. Gua yakin, bang Eja pasti pengen lu bahagia. Lu dan ayah lu. Kalian berdua harus bahagia. Karena, bang Eja tetep ada di hati kalian” kata Haris lagi.

Aji menyembunyikan wajahnya yang menangis dengan telapak tangannya. “Gue tau, pasti berat banget rasanya. Gue ga punya saudara kandung, tapi gue bisa liat lu bergantung banget sama bang Eja dan sayang banget sama dia. Lo bisa laluin ini semua, karena bang Eja selalu nemenin lu” kata Haris.

“Gua nemu tab di kamar bang Eja. Itu salah satu keperluan gua buat kuliah, dan waktu itu gue minta bang Eja beliin, karena ga enak minta ke ayah. Gua kira, bang Eja ga bakal beliin. Taunya, dia udah nyiapin hal itu. Seakan dia tau, kalo dia mau pergi” kata Aji.

“Nah, sekarang, tugas lu adalah banggain ayah dan bang Eja. Bang Eja pasti ga bakal mau adek satu-satunya, terus-terusan sedih dan terpuruk. Ayo, Aji harus bahagia” kata Haris.

“Kalo bang Eja ada disini, dia lagi ledekin gua yang nangis kali ya” kata Aji sambil menghapus air matanya. “Iya, makanya lu ga boleh nangis. Ntar air matanya abis” kata Haris. “Tinggal ambil lagi di mata air pilihan” kata Aji.

Haris ingin sekali menggebuk bahu temannya itu sebelum tawa terdengar dari mulut Aji. Sudah lama sekali rasanya mendengar tawa setulus ini dari mulutnya, dan Haris senang ketika ia mendengarnya.

“Dah, ayo. Masa di hari bahagia bang Bayu kita sedih-sedihan? Bang Eja pasti pengen liat lu ketawa lagi kaya dulu. Jadi, jangan sedih lagi ya” kata Haris sambil membantu Aji untuk berdiri dari tempat mereka duduk tadi. Aji pun berdiri dengan mantap.

Aji menatap awan dengan senyuman yang merekah. “Bang Eja bahagia disana ya.. Aji ga akan menyerah dan akan terus bahagia. Terima kasih sudah jadi abang terbaik yang pernah Aji miliki. Di kehidupan selanjutnya, Aji mau jadi adek abang lagi. Karena, Aji bangga dan seneng punya kakak kaya bang Eja” kata Aji.

Aji pun memandang Haris sekilas dan segera merangkul temannya itu. “Ayo temenin gue cuci muka, nanti gue diinterogasi kenapa muka gue kaya orang nangis” kata Aji.

“LU KAN EMANG ABIS NANGIS?!” kata Haris tidak habis pikir. Aji hanya tertawa kencang dan berjalan duluan menuju toilet di pantai tersebut. Haris memandang Aji dari belakang, kemudian tersenyum. “Bang Eja, lo ga perlu takut Aji kesepian. Ada kita, 7 temennya yang bakal jagain dia” kata Haris.


I want you to promise one thing Smile and don't get sick anymore Be happy above the clouds

Day6 – above the clouds

Chan tersenyum ketika ia menyelesaikan pekerjaannya hari ini. Ia berniat membasuh mukanya di kamar mandi, namun ia dikejutkan dengan wajah teman-temannya yang lesu.

“Kalian kenapa?” Tanya Chan. “Seungmin!! Dia masih di kamar mandi dari tadi” kata Changbin dengan kesal. “Dia ga ngapa-ngapain!! Cuma main air aja” kata Minho.

Chan menghela nafasnya. Selalu seperti ini. Pemuda Kim itu selalu berendam setiap harinya dalam waktu yang lama. Anehnya, kulitnya tidak pernah keriput, berapa lama pun ia berada di air.

“Seungmin-a.. Ayo keluar dari kamar mandi!! Kami juga ingin menggunakan kamar mandi” kata Chan sambil menggedor pintu kamar mandi. “Sabar hyung..” Chan tertegun. Suara Seungmin sedikit berbeda. Suara ini memiliki suara yang sangat lembut.

“Hyung? Hyung mau pakai kamar mandi?” Chan tertegun melihat Seungmin yang ada di hadapannya. “Ah i-iya. Lain kali jangan kelamaan di kamar mandi” kata Chan. Seungmin terkekeh kecil. “Maaf hyung. Tadi aku ketiduran” kata Seungmin.

Chan hanya menggelengkan kepalanya kecil dan masuk ke kamar mandi. Dan ia tertegun melihat satu mutiara yang ada di kamar mandi. Chan mengambilnya dan memperhatikannya.

“Punya siapa ini?” Tanya Chan dalam hati.


Hari selanjutnya, Chan terbangun dengan keadaan kamar yang masih gelap gulita. Chan menyalakan lampu dan melihat bahwa Changbin dan Felix tidak ada di kamar.

Chan berjalan keluar kamar dan menemukan bahwa tidak ada seorang pun di dorm. “Baiklah, jadi mereka meninggalkan ku sendirian” kata Chan.

Chan dengan keadaan setengah mengantuk mendorong pintu kamar mandi dan terkejut bahwa Seungmin ada disana. “AAAA!! SEUNGMIN!! KENAPA GA BILANG ADA DI KAMAR MANDI?” kata Chan.

Namun keterkejutan Chan seketika luntur ketika mendapati Seungmin yang berada di bathub. Bukan, Chan bukan memperhatikan tubuh mulus milik salah satu membernya itu, tapi Chan terkejut mendapati ekor berwarna putih dan dihiasi sedikit warna biru dan pink, bukannya sepasang kaki.

“Seungmin?” Panggil Chan tidak percaya. “H-Hyung, i-ini tidak seperti yang hyung pikirkan” cicit Seungmin dengan gugup. “Ti-tidak. Aku tidak marah, Kim. Hanya terkejut” kata Chan dengan cepat.

“Kamu begitu cantik, eum indah sekali. Aku hanya terkejut. Kamu terlihat berbeda” kata Chan dengan sedikit gugup. “Te-Terima kasih hyung” kata Seungmin dengan wajah yang memerah.

“Bagaimana, jika kita pergi ke tempat yang lebih luas untukmu?” Tanya Chan.


Seungmin tersenyum ketika Chan membawanya ke kolam renang private. “Terima kasih hyung” kata Seungmin. Chan yang ikut berada dalam kolam tersenyum ketika mendapati Seungmin tersenyum padanya.

“Sama-sama Min. Tapi, bisa jelaskan padaku?” Kata Chan. “Eum... Hyung.. Jadi, aku sebenarnya adalah mermaid. Kakiku akan berubah jadi ekor apabila terkena air” kata Seungmin. “Apa mitos mengenai air mata yang akan jadi mutiara itu, apakah benar?” Tanya Chan.

“Eh? Tentu saja tidak hyung” kata Seungmin sambil tertawa kecil. Astaga, Chan sangat jatuh cinta dengan tawa manis itu. “Mutiara itu diambil dari kerang di laut. Mutiara yang hyung temukan itu diberikan oleh ibuku” kata Seungmin.

“Darimana kamu tau aku mengambil mutiaramu?” Tanya Chan. “Hyung menyimpannya di kotak aksesoris. Ya tentu saja aku melihatnya” kata Seungmin sambil tertawa.

Chan ikut terkekeh dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Eum.. Seungmin, apakah ada yang mengetahui hal ini selain aku?” Tanya Chan. “Tentu saja. Jisung, Felix dan Jeongin tau” kata Seungmin.

“Ehh? Mereka tau?” Tanya Chan terkejut. “Tentu saja hyung!! Makanya mereka tidak pernah protes aku menggunakan kamar mandi dalam waktu yang lama” kata Seungmin. Chan menganggukan kepalanya tanda ia mengerti. “Tapi hyung, tau ga kalau mereka juga sebenarnya bukan manusia?” Tanya Seungmin.


Chan dan Seungmin membuka pintu dorm dan dikejutkan dengan kehadiran Jisung disana. “Seungminie!!! Kami lapar!! Kamu kemana aja?” Kata Jisung. “Maaf.. Aku tadi pergi ke kolam renang bersama Chan hyung” kata Seungmin.

“Bersama?” Tanya Felix dengan selidik. “Iya bersama” kata Seungmin sambil tersenyum. “Jadi, hyung, bagaimana ekor Seungmin hyung?” Tanya Jeongin. Seungmin menatap tajam Jeongin yang seenak jidat menanyakan hal itu kepada Chan.

“Err... Ya gitu.. Ekornya sangat cantik. Aku mengakuinya. Seungmin terlihat berbeda dengan identitas aslinya” kata Chan. Wajah Seungmin pun sukses memerah dengan jawaban Chan. “Ahhh, berarti karna Chan hyung sudah tau, aku akan pakai identitas asli juga” kata Jeongin.

“Eh, Jeong, tunggu..” Belum sempat Seungmin menahan Jeongin, Jeongin tiba tiba mengeluarkan telinga runcing dan ekor. “Hai hyung!! Aku hybrid rubah!!” Seru Jeongin. Chan hanya bisa terkejut melihat Jeongin.

“Eum, Min, perlu aku keluarin mantra?” Tanya Jisung. “Gausahhh.. aduh kalian ini” kata Seungmin. “Hai? Chan hyung?? Masih sadar kan?” Tanya Jeongin sambil melambaikan tangan di hadapan Chan.

Chan mengangguk, kemudian tiba-tiba pandangannya menggelap dan badannya menjadi ringan. “Astaga!! Chan hyung!!” Seru Seungmin sambil menahan tubuh Chan agar tidak terantuk dengan lantai.

“Hyung suka dengan Chan hyung ya?” Tanya Jeongin. “YANG JEONGIN!!!!” seru Seungmin.