We
Yohanes, Arjuna, Sandy dan William saat ini sedang duduk di kantin FIB. William yang maksa, katanya males kalo jalan ke kantin fakultas lain. Untungnya mereka bertiga sayang pada William, makanya diturutin.
“Lu tumben ga sama pacar lu? Biasanya kemana-mana bareng dia” kata William. “Pacar gue mau diculik sama ka Sena. Dia ga ada kelas hari ini” kata Yohanes. “Dih lu mah ga pernah ngenalin ke kita. Siapa sih namanya? Anak mana?” Tanya Sandy. “Anak kampus sini juga kok. Lebih muda setahun dari gua. Anak Ilkom dia” kata Yohanes.
“Siapa? Kita kenal ga?” Tanya William. “Harusnya kalian tau sih. Mukanya seliweran terus” kata Yohanes. “Ya kasih tau dong ganteng” kata William. “Jovi. Ga mungkin lo ga kenal, Extrovert” kata Yohanes pada William. “HAH? JOVI YANG JADI MODEL KAMPUS ITU??” seru Sandy.
“Jovi yang kemaren menang lomba nyanyi senasional itu bukan sih?” Tanya Arjuna. “Jovi yang pernah ikut audisi Indonesia Idol itu kali bang” kata William. “Duh pinter banget sih temen-temen gua. Itu semua Jovi yang sama. Iya, Jovi yang jadi model kampus, Jovi yang kemaren menang lomba nyanyi sama Jovi yang ikut audisi Indonesia Idol” kata Yohanes.
“Kok dia mau pacaran sama lu sih? Lu kan apatis” kata Sandy. Yohanes pun ancang-ancang mau melempar garpunya dan Sandy pun buru-buru menyembunyikan dirinya di belakang William. “Ga guna sih San lo sembunyi dibalik William. William lebih kecil dari lo” kata Arjuna. “Iya yang, ga guna lu sembunyi di balik gua” kata William.
“Eh Sena telepon. Diem-diem” kata Arjuna sambil mengangkat panggilan pada ponselnya. “Halo Sena. Kenapa?? HAH?? JOVI MASUK RUMAH SAKIT??” Teriak Arjuna. Yohanes segera merapikan barang-barangnya. “Lu pergi sama gue aja. Gue naik motor bisa selap selip. Lu sama bang Jun ya” kata William pada Yohanes dan Sandy. “Oke kasih tau aja di rs mana. Kita nyusul” kata Arjuna sambil menutup panggilan teleponnya pada Sena.
“Yuk berangkat” kata Arjuna.
Yohanes langsung mendobrak pintu ruang rawat Jovi begitu sampai di rumah sakit. “Hai ka Yo” kata Jovi dengan lemas. Wajah Jovi terlihat pucat, dengan infus terpasang dan oral nasal (masker oksigen) di wajahnya. “Jov, lu kenapa?” Tanya Yohanes ketika masuk ke ruang rawat Jovi. “Lu berdua ngobrol ya. Gue tau sih kejadiannya, tapi gue rasa, Jovi yang harus ngomong langsung ke lu” kata Sena sambil menepuk bahu Yohanes.
“Yah terus kita diusir pulang nih?” Tanya Sandy. “Ke cafetaria aja yuk. Tungguin dua orang ini ngobrol” kata Sena. “Yodah. Padahal gue pengen kenalan sama Jovi” kata William sambil mengerucutkan bibirnya. “Yaudah sih ntar aja” kata Arjuna. “Oke deh, kakak tinggal dulu ya Jov” kata Sena. “Iya ka, makasih” kata Jovi.
Sepeninggalan Sena dan yang lain, Yohanes mengambil kursi dan duduk di samping Jovi. Yohanes mengelus rambut Jovi dan membuat Jovi merasa tenang. “Jadi.. Udah siap cerita?” Tanya Yohanes. “Huft... Jadi.. Ya apalagi sih masalah gua ka?” Kata Jovi sambil menghela nafasnya. “Mama lagi?” Tanya Yohanes. Jovi pun mengangguk.
“Tapi lebih parah. Gue.. Gue laper.. Ga ada buah di rumah. Oatmeal, susu juga abis. Cuma ada telor di rumah. Jadi gue terpaksa goreng telor pake nasi. Dan mama pulang. Lo tau apa yang terjadi ka” kata Jovi sambil meremas erat selimut yang menutupi tubuhnya.
“Mama.. Dia narik gue, suruh gue muntahin makanan yang baru gue makan tadi. Ya makanannya ga gampang keluar pastinya. Dan mama maksa gue masukin jari gue sendiri ke mulut supaya makanannya bisa gue muntahin” kata Jovi sambil menahan tangisannya. Yohanes mengenggam erat tangan Jovi, memberikan dukungan pada Jovi.
“Abis makanannya keluar, mama nyiram gue pake air seember. Mama ngata-ngatain gua.. Bilang gue gendut dan bikin malu dia.. Abis itu mama pergi.. Gue berusaha ambil hp gue di luar kamar mandi dan ngepas banget sama ka Sena telepon. Dan akhirnya gue disini” kata Jovi.
“Dokter bilang apa?” Tanya Yohanes. “Kalo menurut BMI, berat badan gue masih normal. Tapi engga dengan kandungan gizi yang gue makan. Hampir ga ada karbo dan lemak yang masuk. Makanya bikin gue gampang lemes. Lo inget kan waktu itu pas gue nganterin lo balik, gue hampir pingsan di jalan? Padahal posisinya gue lagi bawa motor” kata Jovi.
“Iya gue inget. Yang sempet oleng, untung lagi di deket trotoar jadi bisa berhenti sebentar” kata Yohanes. “Nah itu ka.. Gue cape jadi bonekanya mama. Gua ga pengen jadi model. Gue cape ka” kata Jovi dengan lirih.
“Lo mau gue peluk?” Tanya Yohanes. “Boleh ka. Tolong peluk gue” kata Jovi sambil merentangkan tangannya. Yohanes pun membawa tubuh Jovi ke dalam pelukannya. “Jovi anak pinter, Jovi anak baik. Ka Yo sayang banget sama Jovi. Ka Yo bangga punya pacar kaya Jovi” kata Yohanes sambil menepuk-nepuk bahu Jovi.
Jovi tidak menjawab dan hanya memeluk erat Yohanes. “Jovi kesayangan kak Yo” kata Yohanes sambil mengelus rambut Jovi.
“Jovi udah mau makan, Will?” Tanya Yohanes pada William. Yohanes ada kelas hari ini dan kebetulan William bisa menjaga Jovi di rumah sakit. William menggeleng, “ga nafsu makan katanya. Udah gue bujukin, dari ngomong baik-baik, sampe gue ancem ga bakal gue tengokin lagi, tetep ga mau makan” kata William.
“Gue pikir, dia bahagia dengan jadi model. Temen gue bilang, dia banyak senyum kalo lagi pemotretan. Pokoknya jadi happy virus. Tapi ternyata, dia tersiksa ya” kata Yohanes. “Lo gapapa Yo?” Tanya Arjuna yang kebetulan datang bersama mereka.
“Gue.. Ngerasa ga pantes jadi pacarnya Jovi. Gue ngerasa bodoh, kok bisa-bisanya gatau kalo Jovi ga bahagia” kata Yohanes sambil mengusak dahinya. “Jangan gitu Yo.. Kalo lu ngomong gitu ke Jovi, gue yakin dia bakal marah” kata William. “Jangan nyalahin diri lu sendiri Yo” kata Arjuna.
Mereka bertiga pun diam di depan ruangan Jovi. Sampai, bunyi alarm hp Arjuna mengejutkan mereka. “Gue balik dulu. Harus bikin podcast” kata Arjuna. “Iya bang balik aja. Makasih ya udah nemenin” kata Yohanes. “Santuy. Will gue balik ya? Ntar Sandy sama Sena kesini” kata Arjuna. “Oke bang” kata William.
“This is the coolest thing on this world!! Halo halo kembali lagi bersama Arjuna dalam Cerita Arjuna. Hari ini, gue mau cerita tentang kehadiran seorang teman. Cerita gue kali ini, gue tujuin buat pacarnya temen gue. Tapi karna dia pacarnya temen gue, otomatis jadi temen dan adek gua. Gue juga berharap, buat kalian semua yang mungkin ada di posisi yang sama, kembali dikuatkan.
Setiap orang, punya cerita hidupnya masing-masing. Setiap orang punya cerita hidup yang berbeda. Kalo kita liat misalnya artis, selebgram, influencer. Kita melihat mereka bahagia dengan kehidupannya. Tapi, kita ga tau kehidupan mereka di balik kamera.
Apakah mereka sebenernya bahagia? Kita ga pernah tau dalemnya mereka seperti apa. Mereka terkadang berbicara kepada publik bagaimana mereka kesepian, bagaimana mereka membutuhkan pertolongan. Tapi, publik malah memanggil mereka dengan sebutan pencari perhatian. See? Dunia udah sejahat itu untuk saling memahami.
Gue juga kadang gitu. Jujur aja, ga setiap hari gue merasa bahagia. Tapi gue sangat bersyukur. Di saat kebahagiaan tidak berpihak pada gua, gua masih punya orang-orang yang peduli sama gue. Masih ada orang yang menerima gue dengan segala kelemahan gue.
Gue yakin kalo kita semua punya teman. Punya tempat dimana kita bisa pulang. Bahkan temen yang cuma kita temui di sosmed, bisa jadi teman kita yang baik. Kenapa? Kadang kita butuh seorang stranger yang mendengarkan kita dengan baik, daripada jutaan teman yang menghujat kita.
Kenapa sih Tuhan nyiptain dua bahu pada manusia? Karna satu bahu diciptakan untuk tempat orang lain bisa bersandar, dan satunya untuk menerima tepukan semangat serta dorongan dari orang lain.
Satu kalimat 'you have doing well' membuat orang merasa dihargai. Satu kalimat 'you never be alone' membuat orang sadar bahwa mereka tidak pernah sendirian. Dan satu rangkulan membuat orang sadar bahwa mereka dicintai.
Jangan pernah malu untuk berkata I'm not okay atau 'I need a friend.' Because, it hurt to be alone. Remember that you're never be alone. Sebenernya ada kok yang mau dengerin cerita lo, yang bisa jaga rahasia cerita lo dengan baik. Tinggal lo nya aja mau cerita atau engga. Semua pilihan ada di tangan lo.
Kalo lu mau pendam, ya itu pilihan lo. Tapi, balik lagi, diri kita punya kapasitasnya masing-masing. Sewaktu-waktu bisa meledak tanpa bisa kita kontrol. Jadi, lebih baik bercerita, daripada dipendam.
Sekian Cerita Arjuna malam ini. Remember, you're never be alone. Sampai jumpa di lain kesempatan. Semangat!!”
“Kak Yo.. Maaf.. Maaf kalo selama ini gue ga pernah mau cerita sama lo. Gue pikir gue bakal ganggu lo. Gue takut lo bosen denger cerita gue yang itu itu aja. Maaf” kata Jovi pada Yohanes sore itu. “Jov, lo tuh.. Hadeh..” kata Yohanes sambil mengusap wajahnya sendiri.
“Maaf..” kata Jovi. “Janji lain kali ga kaya gini lagi ya? Kalo ada apa-apa, cerita ke gue. Oke?? Gue kan pacar lo, gue pengen jadi tempat lo pulang ketika lo lagi ada masalah” kata Yohanes. “Iya ka Yo. Janji ga gitu lagi” kata Jovi.
“Gue juga belajar, harusnya gue lebih peka sama perubahan mood dan fisik lo. Jadi, kita sama-sama belajae untuk lebih memahami lagi ya” kata Yohanes. Jovi pun mengangguk dan keduanya saling melemparkan senyuman.
“Dah, lo istirahat aja hari ini. Perbaikin gizi lo selama di rumah sakit” kata Yohanes. “Okey ka Yo!!” Kata Jovi dengan semangat.
Hari ini, kita belajar dari Yohanes dan Jovi kalau kita harus terbuka satu sama lain. Kita belajar, kalau kita tidak pernah sendirian. Kita punya teman, namun kadang tidak kita sadari. Semoga lewat cerita Yohanes dan Jovi, kita sadar bahwa kita tidak pernah sendirian. Selamat malam 💙