Pluto
warn : major character death, mention of a disease, mention of suicidal attempt
“Mas, Joo ga mau keluar kamar. Udah 2 hari di dalem terus. Gimana ini?”
Gunil menghela nafasnya dengan berat. Suara Jiseok menyadarkannya untuk melangkah maju ke depan. “Sebentar, Ji. Mas bentar lagi kesana” kata Gunil. “Mas, kalo belum bisa kesini, gapapa. Nanti gue coba bujukin Joo keluar kamar” kata Jungsu. “Gapapa Jung. Gue sekalian mau beresin barang-barangnya gue di kamar Jun” kata Gunil.
“Gue jemput ya mas. Lo jangan bawa mobil sendiri dulu” kata Jungsu. Gunil tersenyum mendengar permintaan dari Jungsu. “Iya Jungsu. Makasih ya. Gue siap-siap dulu” kata Gunil. Setelah sambungan teleponnya mati, Gunil menghela nafasnya pelan. Matanya melirik ke arah nakasnya, terdapat foto dirinya dan Hyeongjun yang sudah dibingkai. “Hai Hyeongjun. Hari ini, bolehin aku beresin baju kamu barengan sama Joo ya” kata Gunil sambil tersenyum.
Gunil dan Jungsu pun sampai di apartement milik Jooyeon. “Mas, lo gapapa?” Tanya Jungsu. Gunil menghela nafasnya kembali. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas dalam 1 hari ini. “Lu mau jawaban jujur apa engga” tanya Gunil sambil sedikit memaksakan senyumnya. “Jujur lah” kata Jungsu. “Engga. Gue.. Ga sanggup buat masuk kesana Jung. Barang-barang gue disana udah dipake sama Hyeongjun. Semuanya ada baunya Hyeongjun. Dan bau itu akan hilang lama kelamaan, seiring waktu. Presensi Hyeongjun pelan-pelan akan hilang dari hidup gue” kata Gunil.
Setelah Gunil menumpahkan seluruh ocehannya, tak lama ia pun menangis. Seluruh pertahanannya runtuh. Benteng yang ia bangun, supaya ia bisa menjadi tumpuan untuk Jooyeon, pun akhirnya hancur. “Gue.. hiks ga bisa Jungsu..” kata Gunil. Jungsu pun mengusap bahu Gunil, berusaha menenangkan pria paling kuat yang pernah ia kenal itu, kini menangis seperti anak kecil. “Mas, gapapa. Lo boleh nangis sepuasnya. Tapi, lo harus janji supaya lo tetap hidup. Hyeongjun mau supaya lo tetap bahagia, walaupun ga ada dia” kata Jungsu.
Tiba-tiba, kaca mobil Jungsu diketuk. Jungsu menengok dan mendapati Seungmin di luar sana. “Kak, Joo udah mau keluar kamar. Aku mau beli makanan dulu buat Joo. Jie masih di atas nemenin Joo. Kakak mau disini atau nyamper Joo atau ikut aku?” Tanya Seungmin. “Mas, lu mau ikut opsi yang mana?” Tanya Jungsu. Gunil berusaha menghentikan tangisannya, walaupun sesekali ia masih terisak. Tangannya dengan cepat menghapus air mata dari wajahnya.
“Gue mau ketemu Joo” kata Gunil. “Yaudah, aku ke atas bareng mas deh Min. Kamu gapapa sendiri?” Kata Jungsu. “Gapapa kak” kata Seungmin. “Okay, hati-hati ya sayang” kata Jungsu. Setelah memastikan Seungmin pergi dengan hati-hati, Jungsu pun membuka pintu mobilnya. “Yuk mas” kata Jungsu. Gunil sekali lagi menarik dan membuang nafasnya.
“Yuk” kata Gunil.
“Welcome to my apart mas!!! Not basically only for me, aku sharing sama Jooyeon. OF COURSE, siapa juga yang mau sharing sama orang lain.
“Ini kamarku, sebelahnya kamar Joo. Mas jangan mau buka kamar Joo deh, berantakan banget. Kamarku... ya berantakan juga tapi ga separah Joo“
“Mas, kalo mau nginep, nginep aja ya ya!! Pake bajuku gapapa atau mas nyimpen baju disini gapapa. Paling kalo kangen mas, baju mas aku pake hehehehe.. Tapi langsung aku cuci lagi kok!!*”
“Mas!!”
“Mas!!”
Gunil terperanjat ketika Jungsu memanggilnya dengan suara yang kencang. “Lo beneran gapapa?” Tanya Jungsu. “Gapapa. Gue cuma inget waktu Hyeongjun pertama kali ngajak gue ke apartnya, terus dia ngajak nginep disini” kata Gunil. “Lo kangen sama dia ya?” Tanya Jungsu. “Jelas, siapa yang ga kangen sama dia” kata Gunil sambil terkekeh.
Jungsu menekan bell apartemen Jooyeon dan tidak lama Jiseok membuka pintu apartemen itu sambil memegang sebuah mangkok. “Itu apaan?” Tanya Jungsu. “Biskuit campur susu. Jooyeon belom makan dari kemaren, perutnya kosong. Ga boleh langsung makan nasi. Aku ngubek-ngubek dapur, cuma nemu biskuit ini” kata Jiseok.
“Seungmin lagi beli makanan kok” kata Jungsu. “Iya, tadi aku yang minta. Jooyeon mau makan sup ayam jahe” kata Jiseok. “Good for him, dikirain mau makan fried chicken” kata Jungsu. “Ayo masuk. Mas Gunil udah beneran gapapa?” Tanya Jiseok. “Dikuat-kuatin haha” kata Gunil. “Yaudah” kata Jiseok.
Jungsu dan Gunil pun masuk ke dalam apartemen itu. Gunil dapat mencium wangi pengharum ruangan dengan wangi Sakura. Wangi kesukaannya Hyeongjun.
“Aku suka wangi Sakura. Soalnya ngingetin aku sama musim Semi!! Musim semi tuh ibaratnya apa ya, kaya sesuatu yang baru gitu ga sih mas? Kaya bunga-bunga juga mekarnya pas musim semi, sama kaya siklus musim kita dimulai dari musim semi. Jadi, aku suka banget sama wangi Sakura, soalnya Sakura mekar di musim semi dan ngingetin aku sama suasana musim semi.“
“Wangi Sakura” kata Gunil. “Iya, Jooyeon yang sengaja pasang. Dia bilang, dulu dia paling ga suka apartemennya jadi ada wangi-wangi ga jelas, dan suka berantem sama Hyeongjun masalah pewangi ruangan. But, since yesterday, he decided to put Sakura aroma in every inch in this apartment” kata Jiseok.
Gunil mengangguk dan mulai mengganti sepatunya dengan sandal rumah yang selalu digunakannya kalau main ke apartemen Hyeongjun dan Jooyeon itu. Ia mengikuti langkah Jiseok dan Jungsu menuju ruang tamu, dimana Jooyeon sedang merebahkan dirinya di bean bag. Ia sedang menatap keluar balkon dan Gunil dapat memastikan bahwa tatapan Jooyeon sangat kosong.
“Joo, buka mulutnya lagi” kata Jiseok sambil menyuapkan bubur biskuit itu ke mulut Jooyeon. Jooyeon membuka mulutnya tanpa protes dan membiarkan Jiseok menyuapkan cemilan itu. “Dari tadi kaya gitu?” Tanya Jungsu pelan. Jiseok mengangguk. “Tadi pas kakak jemput mas Gun, aku berusaha bujukin dia keluar kamar terus. Seungmin juga ngechat terus nomor Joo biar dibuka hpnya.
Terus tiba-tiba, dia buka pintu kamar. Aku sama Seungmin langsung masuk dong. Kamarnya gelap banget, kita panik dong, takutnya kaya dia berusaha, ya you know kak, melakukan hal-hal yang buruk. Tapi untungnya engga, karena sirkulasi udaranya masih bagus. Cuma, dia lemes banget. Bener-bener lemes banget di kasur.
Aku sama Seungmin langsung bawa dia keluar kamar terus dudukin dia di sofa. Aku nanya dia terakhir makan kapan, atau dia laper ga. Terus dia jawab terakhir makan pas.. Kremasinya Hyeongjun yang which is itu 2 hari lalu. Seungmin langsung nanya mau makan apa, dan Jooyeon bilang dia mau makan sup ayam jahe. Makanya Seungmin langsung keluar beli makan, aku disini jagain Joo.
Aku sempet ngelap badan Joo, bantuin dia sikat gigi, bantuin ganti baju sama sekarang nyuapin dia makan. Soalnya dia bener-bener lemes banget. Pas aku bikinin bubur biskuit ini, tiba-tiba Joo pindah ke bean bag, terus ngeliatin balkon terus dari tadi” kata Jiseok panjang lebar.
Jungsu mengangguk mendengar penjelasan dari Jiseok. Di saat seperti ini, Jungsu kalau bisa ingin memuji Jiseok atas dedikasinya. Jiseok yang sehari-hari mungkin terlihat seperti anak kecil itu, bisa jadi sosok yang dewasa dan diandalkan untuk Jooyeon. Gunil memperhatikan arah pandang Jooyeon dan ia merasa hatinya kembali diremas.
Tepat di arah pandangan mata Jooyeon, itu adalah tempat dimana Hyeongjun mencari inspirasi untuk tugas-tugasnya. Hyeongjun biasanya duduk disana dengan Gunil untuk menggambar acak, dan Jooyeon akan berada di ruang tengah sembari bermain game. Itu kebiasaan mereka yang selalu Gunil temukan, kapanpun ia datang ke apartement mereka.
“Joo?? Ada mas Gunil tuh. Mas Gunil udah dateng” kata Jiseok sambil mengelus rambut Jooyeon. Jooyeon segera menengok mencari Gunil dan Gunil ingin menangis melihat wajah pucat dari pria paling muda dalam lingkaran pertemanan mereka itu.
“Mas Gun.. hiks.. Ga ada Hyeongjun.. hiks..” Tangis Jooyeon kembali pecah ketika ia melihat Gunil. Begitu pun Gunil yang ikut menangis ketika melihat Jooyeon menangis. Harusnya Gunil menahan tangisannya, harusnya Gunil bisa menjadi tumpuan untuk Jooyeon. Harusnya hanya Jooyeon yang menangis, karena Jooyeon lebih kehilangan.
Tapi, kenapa ia juga menangis?
“Mas Gun.. Jun.. hiks bilang.. gitarnya.. harus.. dibawa.. sama mas Gun.. hiks” kata Jooyeon sambil terisak. Jiseok membawa Jooyeon ke dalam pelukannya dan Jooyeon pun menangis dengan kencang. Begitu juga dengan Gunil yang ikut menangis sambil menutup wajahnya dengan lengan hoodienya. Jiseok ikut meneteskan air matanya ketika ia memeluk Jooyeon. Jungsu berusaha untuk menahan air matanya, begitu juga Seungmin yang berjalan masuk ke dalam apartement.
Mereka semua kehilangan. Kehilangan sosok paling baik dan paling menggemaskan itu. Sosok yang pandai menyembunyikan semua rasa sakitnya.
“Aku gapapa mas, astaga. Cuma batuk. Aku ke dokter minta obat, soalnya ga sembuh-sembuh“
“Joo, gausah lebay please. Kamu kan emang tau aku makannya susah dari kecil, ya wajar aku kurus“
“Ini kemaren aku sakit gigi, makanya pipi aku bengkak. Ayo lanjut lagi latihannya, don't mind me. Kita bentar lagi masuk pekan festival. Jangan berlama-lama“
Siapa sangka, sebelum masuk ke pekan festival, Hyeongjun kehilangan kesadarannya ketika mereka sedang latihan. Dan ketika dibawa ke rumah sakit, pria itu ternyata mengidap kanker pada paru-parunya. Tidak ada satu pun yang tau, karena permintaan keras kepala Hyeongjun, agar semuanya fokus pada pekan festival, terutama festival Summer Breeze, festival terbesar yang pernah disambangi oleh mereka sebagai band.
Dokter sudah melarang Hyeongjun untuk keluar dari rumah sakit dan fokus pada kesehatannya. Tapi sekali lagi, ini adalah seorang Hyeongjun. Orang yang sangat mencintai kehidupannya, mencintai hobinya dan mencintai cita-citanya. Ia berhasil meyakinkan pada dokter, untuk membuatnya naik panggung hanya satu kali lagi, di festival Summer Breeze.
Semua rangkaian lagu yang mereka tampilkan berjalan lancar. Namun tepat setelah mereka turun dari panggung, Hyeongjun kembali kehilangan kesadarannya. Itu adalah hari terakhir mereka saling tatap dengan Hyeongjun. Hari terakhir mereka bisa bernyanyi dan bermusik bersama. Karena tepat 1 hari setelah acara festival itu, Hyeongjun menghembuskan nafas terakhirnya.
Keluarga Hyeongjun dan Jooyeon memutuskan untuk mengkremasi Hyeongjun. Namun baik keluarganya ataupun Jooyeon sendiri, belum ada niatan untuk merapikan barang-barang Hyeongjun. Jooyeon sendiri hanya terdiam di dalam kamarnya selama 2 hari sejak kremasi Hyeongjun.
Mereka kehilangan.
Semua orang merasakan kehilangan yang mendalam.
“MAS GUN!!! BURUAN NAPA SIHH!! LELET BANGETTT!! UDAH TUA YA???”
Gunil menggeplak kepala Jooyeon dengan main-main. “Mulut kamu makin ga sopan sama mas” kata Gunil. “ABISNYA, mas lelet banget deh” kata Jooyeon. “Ya gue cari foto Hyeongjun yang paling cakep dulu dong ganteng” kata Gunil.
“Tau tuh. Lu gimana sih. Katanya soulmate Hyeongjun, tapi ga ada foto yang proper, malah isinya meme muka dia semua” kata Seungmin. “Abisnya muka dia lucu sih” kata Jooyeon. “Yuk, kita mulai aja sekarang” kata Jiseok menengahi pertengkaran itu.
Jooyeon mengeluarkan guci berisi abu Hyeongjun. Walaupun sudah 5 tahun berlalu, guci tersebut tetap mampu memberikan tempat peristirahatan terakhir untuk Hyeongjun. Gunil mengeluarkan 1 foto polaroid Hyeongjun. Foto itu menampilkan Hyeongjun yang tersenyum.
“Senyumnya Hyeongjun paling cantik” kata Gunil. “Betul. Mungkin, kita ga bakal liat senyuman itu lagi disini, tapi suatu saat, kita pasti bisa liat senyumannya lagi” kata Jungsu sambil merangkul Gunil. Jooyeon membuka tutup guci tersebut dan menuangkan abunya ke laut lepas. “Fly high, my other half. My only one brother. Di kehidupan selanjutnya, aku akan cari kamu lagi. Aku akan cari kamu untuk jadi saudara kembar aku lagi” kata Jooyeon.
“Hyeongjun, in another life, aku akan cari kamu lagi. Aku akan jadi orang pertama yang menyatakan cinta padamu. Aku akan mencintai kamu, bahkan di kehidupan selanjutnya” kata Gunil.
Gunil mengangkat foto polaroid itu dengan tangan kirinya. Tangan kanannya menyalakan korek api dan foto itu ia arahkan ke api tersebut. “Hyeongjun!! Kita disini bakal bahagia, dan kita bakal jagain Jooyeon sama Mas Gunil. Jadi, lo juga harus bahagia disana” kata Jiseok.
“Hyeongjun, gue seneng banget bisa kenal sama lo. Lo gitaris yang keren. Kapan-kapan, lo harus ajarin gue lagi main gitar ya” kata Seungmin. “Hyeongjun!! Lo adek yang paling gampang diatur hahaha.. Gue juga seneng bisa kenal sama lo. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya” kata Jungsu.
“Even it takes 4 billion miles, there's nothing between us. See you in another live, baby” kata Gunil dalam hatinya.