Pengakuan Hati

Malam itu, perjalanan mereka harus terhenti sementara karena Felix yang sudah dalam keadaan mengantuk. Felix menghentikan perjalanan mereka di sebuah tempat peristirahatan yang luas dan ramai. Namun, mereka agak sedikit menyingkir ke tempat yang lebih sepi.

“Oke, pembagian tempat tidur. As i told you before, di karavan ada dua lantai. Lantai satu ada satu tempat tidur dan dapur. Lantai dua ada tempat tidur untuk dua orang. Gue bakalan tidur di mobil, karena lebih nyaman, apalagi gua bawa bantal dan selimut sendiri.

“Gue sengaja milih tempat parkir yang ga terlalu jauh dari minimarket dan toilet. Lu mau ke toilet disana, dan minimarket ada disitu” kata Felix panjang lebar.

“Gue boleh ambil yang dibawah gak? Gue suka ke toilet tengah malem. Dan gue harus minum obat. Kalo berdua, takutnya gue berisik dan ngeganggu” kata Sam.

Peter terlihat ragu. Bibirnya kembali digigit pelan dan ia terlihat mengepalkan tangannya. “Oke, silahkan mandi dan tidur. Besok sebangunnya gue, kita berangkat lagi” kata Felix.

Peter dan Sky memasuki kamar karavan di lantai dua tersebut. “Peter, liat deh. Dari sini ada jendelanya” kata Sky. Peter beranjak mendekati Sky dan melihat ke luar. Entah mengapa, tiba-tiba Peter merasa jantungnya berdebar dengan keras. Tangannya mengeluarkan keringat, dan kepalanya yang mendadak pusing. Peter juga merasa kesulitan bernafas.

“Kamu kenapa?? Peter!! Jawab saya” kata Sky sambil mengguncang tubuh Peter. Peter berusaha menarik nafasnya, lalu membuangnya perlahan. “Gapapa, hanya entahlah jadi inget kenangan buruk di rumah” kata Peter.

Sky tersenyum kecil. Ia dan Peter sama-sama memiliki kenangan buruk di rumah. “Peter, saya mengerti perasaan kamu. Saya juga punya kenangan buruk di rumah. Tapi saya memutuskan untuk pergi, karna saya sudah lelah dengan semuanya” kata Sky.

Peter tersenyum kecil. “Senang rasanya punya temen yang saling mengerti” kata Peter. “Sama-sama. Ayo mandi, terus tidur. Kita harus banyak beristirahat untuk esok hari”

¤¤¤

Sam kembali dari kamar mandi dengan rambut basahnya. Ia melihat Felix yang membuka pintu mobilnya. Felix terlihat sedang menghisap sebatang rokok dan ada kaleng bir di dalam mobilnya.

“Gue ga nyangka lu ngerokok” kata Sam. “Hm hm.. Daripada stress sama urusan perusahaan yang ga penting itu, mending gue nyebat” kata Felix. “Lo peminum juga?” tanya Sam. “Iya. Dari kecil udah dibiasin minum, jadi punya kebiasaan minum” kata Felix.

“Lo percaya ga kalo gue ga pernah nyentuh minuman alkohol dan rokok?” tanya Sam. “Percaya. Muka lu tampang polos dan kayanya lu bukan anak yang sering pergi ke luar rumah” kata Felix. “Gue Home Scholling. Mama ga pernah ngebolehin gua keluar rumah kalo ga sama dia. Temen gua cuma 3, guru, anjing gue namanya Kkami sama sepupu gue Bomin” kata Sam.

“Setidaknya lu enak diperhatiin orang tua bro. Ga kaya orang tua gue yang cuma mikirin kalo anak itu benda” kata Felix. Felix mematikan rokoknya dan meminum setengah kaleng alkohol tersebut. “Tidur Sam. Gue udah tepar. See you tomorrow” kata Felix.

Sam kembali ke dalam karavan. Ia mengambil sebutir obat tablet dan segelas air. “Ini obat terakhir. Gue ga tau apa yang akan terjadi sama gue ketika gue berhenti mengkonsumsi obat ini” kata Sam. Sam meminum obatnya dan kemudian pergi menuju alam mimpi.