Bertemu Teman Lama
Seonghwa menghela nafasnya. Dia merutuki dirinya sendiri yang mudah sekali percaya pada omongan orang. Malam itu, ia seharusnya pergi bersama Yunho, Wooyoung dan Jongho. Kemudian ada orang yang berkata bahwa dia adalah teman Hongjoong dan meminta Seonghwa ikut dengannya dengan alasan Hongjoong.
Dan disini lah Seonghwa. Dia semacam dikurung (?) Di ruangan yang gelap. “Idih, berasa main film thriller terus gue yang diculik” kata Seonghwa. Seonghwa mau keluar, tapi dia takut ditonjok. Seonghwa ga tega nonjok orang :((
Tiba-tiba pintu ruangan itu pun terbuka. “Masih polos aja ya pemikiran lo.” Seonghwa mengerutkan dahinya ketika mendengar suara itu. Sepertinya dia kenal, tetapi entah kenapa dia tidak bisa mengingatnya. “Lu lupa sama kita?” Dan ketika Seonghwa dapat melihat kedua orang yang masuk ke ruangan itu, jantung Seonghwa rasanya jatuh ke perut.
“L-Lo?? NGAPAIN LO?? GA PUAS LO BULLY GUE WAKTU SMA??!!” Seru Seonghwa marah. Walaupun marah, Seonghwa yakin matanya memancarkan rasa takut berlebih. “Sebenernya, target kita bukan lo sih. Ga nyangka aja target kita deket sama lo” kata salah satu dari kedua orang tersebut. “Target lo siapa lagi Geonhak? Juyeon? Lo berdua ga cape abis bully gue?” Kata Seonghwa.
“Hongjoong. Target gue Hongjoong. Puas lo?” Kata Geonhak sambil mendekatkan wajahnya ke arah Seonghwa. Seonghwa memundurkan wajahnya sedikit. “Gue ga nyangka aja itu bocah masih sok jago. Terlebih kemaren dia ngalahin gue di lomba robotik. Apa-apaan” kata Geonhak. “Ka-Kalian ikut lomba robotik juga?” Tanya Seonghwa. “Iyalah. Sayang banget otak pinter ga digunain” kata Juyeon.
Seonghwa merasakan kepalanya yang sangat pusing. Pertama, karena dia takut. Geonhak dan Juyeon pernah melakukan bullying padanya. Kedua, karena khawatir akan Hongjoong. Ketiga, KENAPA SIH DUNIA TUH SEMPIT BANGET???
Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka, dan muncul Hongjoong yang masuk dengan tenang. “Wahh mau jadi pahlawan lagi Joong?” Tanya Juyeon. “Kaya waktu SMA kan?” Kata Geonhak. Seonghwa jadi bingung sekarang. Hongjoong kenal sama mereka??
“Ohh kayanya ketua BEM Psikologi ini lupa kejadiannya ya? Yaampun kasian banget sih lo Joong dilupain” kata Geonhak. “Diem!! Tutup mulut lo sebelum gue abisin” kata Hongjoong. “Gue kasih tau deh. Seonghwa, lo inget kan kalo lo pernah kita ejek, hm?” Kata Juyeon sambil berjongkok di sebelah Seonghwa. Seonghwa pun mengangguk dengan takut.
“Nah, lo inget ga, ada cowo yang waktu itu tiba-tiba dateng, dan langsung nonjok gue sama Geonhak? Itu tuh Hongjoong. Ckckck kok lo bisa lupa sama pahlawan lo sih?” Kata Juyeon. “Gue bilang diem bangsat!!” Seru Hongjoong sambil memukul wajah Juyeon.
“Eh kita ga main kasar loh. Tapi kalo lu mau main kasar, yaudah” kata Geonhak sambil memukul Hongjoong balik. Seonghwa terkejut. “Hongjoong!!” Seru Seonghwa. Hongjoong mengelap sudut bibirnya yang sudah berdarah. “Diem disitu” kata Hongjoong.
Seonghwa rasanya ingin menangis. Ingatan yang sudah ia kubur dalam-dalam, kembali muncul dalam pemikirannya. Benar, itu adalah Hongjoong. Orang yang sama telah menyelamatkannya.
“Apa maksud lu bawa Seonghwa kesini bangsat?” Tanya Hongjoong pada Geonhak. “Ga ada apa-apa. Gue iri sama lo bangsat!! Kenapa lo bisa menang lomba itu HAH?” seru Geonhak. Hongjoong menendang Juyeon yang hendak menyerangnya kemudian memukul wajah Geonhak. Kedua orang tersebut pun pingsan dengan luka-luka yang cukup banyak.
“Bos, biar kita yang urus.” Ternyata, ada dua orang lain yang merupakan anggota dari kelompok tawuran Hongjoong datang kesana. “Lu urus mereka. Bawa ke rumah sakit aja, ntar tagihannya gue yang urus” kata Hongjoong. Itulah Hongjoong.
Setelah memukul lawannya, Hongjoong selalu memastikan bahwa lawannya mendapatkan perawatan untuk luka-luka mereka. Begitu juga anak buah Hongjoong selalu diperhatikan oleh dirinya. Jika ada yang terluka, Hongjoong yang akan membiayai perawatan tersebut.
“Gausah bos. Masih ada duit kas kok. Santuyy.. Bawa aja tuh si ketua BEM. Kayanya dia lebih butuh lo” kata salah seorang anak buahnya tadi. Hongjoong tersenyum kemudian menepuk bahu keduanya. Hongjoong pun berjalan mendekati Seonghwa dan membantunya berdiri.
“Lo gapapa? Bisa jalan ga?” Tanya Hongjoong. “Bisa.. Cepetan kita keluar” kata Seonghwa sambil menumpukan tangannya di bahu Hongjoong. Hongjoong membawa Seonghwa ke mobilnya dan mereka pun pergi ke sebuah restoran cepat saji 24 jam. Hongjoong memesan beberapa makanan lewat drive thru yang akan mereka makan di mobil.
Keduanya pun terdiam. Seonghwa yang terdiam, dan Hongjoong yang juga diam. “Gue ngerokok ya” kata Hongjoong. Seonghwa mengangguk dan Hongjoong pun membuka kaca mobilnya untuk merokok. “Lo berubah. Pantes gue ga ngenalin lo” kata Seonghwa pelan.
Hongjoong terkekeh mendengar penuturan Seonghwa. “Setiap orang berubah, Hwa. Manusia itu dinamis, mengikuti perkembangan” kata Hongjoong. “Hongjoong yang dulu, ga jago nonjok. Nepok lalet aja ga berani” kata Seonghwa. Keduanya pun tertawa. “Iya ya, gue dulu cupu banget” kata Hongjoong.
“Kenapa bisa? Pasti ada alesannya kan?” Tanya Seonghwa. Hongjoong tersenyum. Ia membuang rokoknya keluar dan menghembuskan asap dari mulutnya. “Lo” kata Hongjoong. Seonghwa mengerutkan dahinya. Apa maksudnya?
“Alesan gue berubah adalah lo” kata Hongjoong sambil menatap Seonghwa.
Hongjoong mengantarkan Seonghwa sampai di asrama kampus dan kemudian Hongjoong pulang ke rumahnya. Seonghwa masih terngiang-ngiang ketika mendengar alasan Hongjoong.
“Gue ngerasa ga berguna sebagai temen lo. Gue ga bisa lakuin apa-apa ketika Geonhak sama Juyeon ejek-ejek lo, dan berakhir bikin satu sekolah ikut ngejek lo. Akhirnya gue belajar. Iya belajar nonjok orang dan belajar tega.
Gue seneng ketika gue bisa bales Geonhak sama Juyeon, tapi tetep aja gue merasa ga berguna karena lo jadi takut sama gue. Lo yang ga pernah liat orang berantem, jadi shock dan takut sama gue. Dan ya akhirnya, lo pindah sekolah” cerita Hongjoong.
Seonghwa berjalan memasuki lift sambil terus memikirkan percakapannya dengan Hongjoong tadi. “Dari awal, lo udah ngenalin gue?” tanya Seonghwa. Hongjoong mengangguk. “Makanya gue repot-repot nyelamatin lo dari tawuran. Karna gue tau lo ga bisa liat orang berantem” kata Hongjoong.
Seonghwa akhirnya berjalan menuju kamarnya. Ia membuka kamarnya dengan kunci miliknya, kemudian merebahkan dirinya di kasur. “Jadi, apa alasan lo bikin kelompok tawuran?” tanya Seonghwa.
“Gue ga mau ada orang yang ngalamin nasib yang sama kaya lo. Gue yang saat itu ga bisa nyelamatin lo. Gue ga mau ngerasain itu lagi. Makanya gue merangkul banyak orang. Untuk nyelamatin orang-orang yang tertindas.
Dan, Yunho sama Mingi saat itu bilang, pembalasan terbaik adalah ketika gue bisa berbuat baik sama mereka. Itu yang gue lakuin. Gue emang nonjok mereka, tapi abis itu gue bawa mereka ke rumah sakit. Dan sejak itu, ga ada yang berani sama gue. Kenapa? Bales budi itu berat” kata Hongjoong.
Seonghwa menutup matanya dengan lengan kanannya. Dalam keseharian, Seonghwa belajar, terkadang ada cerita dibalik orang-orang yang berjuang dengan mental mereka. Dan hari ini, Seonghwa benar-benar paham pembelajaran yang selama ini ia terima.
Bahwa ada cerita dari setiap perilaku. Ada sebab dari semua akibat. Dan sebagai manusia, ia tidak berhak menghakimi siapapun. Karena pada dasarnya, setiap orang memiliki cerita dan pengalaman masa lalu yang membentuk perilakunya saat ini.
Seonghwa membuka matanya ketika mendengar notifikasi HPnya. Ia tersenyum mendapati begitu banyak perhatian dari teman-teman barunya. Well, Jongho benar. Mereka semua adalah orang yang baik dan loyal. Dan sekali lagi, Seonghwa bersyukur dipertemukan oleh mereka.